Para Astronom Temukan Planet yang Sangat Reflektif Mirip Cermin Raksasa
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Para astronom menemukan planet yang sangat reflektif mirip cermin raksasa di luar tata surya . Planet ekstrasurya yang mengorbit bintang mirip matahari setiap 19 jam ini diberi nama LTT9779b.
Planet yang terletak di galaksi Bima Sakti ini tampak dikelilingi oleh awan metalik yang terbuat dari titanium dan silikat. Planet ini memiliki diameter sekitar 4,7 kali lebih besar dari Bumi, dan mengorbit pada bintangnya dengan jarak yang lebih dekat daripada Merkurius ke matahari.
Duduk sekitar 264 tahun cahaya dari Bumi, diyakini memantulkan sekitar 80% cahaya yang masuk, yang menjadikannya objek alami paling reflektif di alam semesta. Sebagai perbandingan, Venus yang merupakan objek paling terang di langit malam Bumi, memantulkan sekitar 75% cahaya yang masuk dan Bumi memantulkan sekitar 30%.
“Itu adalah cermin raksasa di luar angkasa,” kata Profesor James Jenkins, seorang astronom dan rekan penulis penelitian di jurnal Astronomi dan Astrofisika dikutip SINDOnews dari laman LBC, Selasa (11/7/2023).
Planet LTT9779b memiliki suhu permukaan sekitar 1.800 derajat Celcius, karena radiasi yang intens dari bintangnya. Para ilmuwan mempelajari planet ini menggunakan teleskop orbit CHEOPS miik Badan Antariksa Eropa (ESA).
“Kami bahkan berpikir bahwa awan dapat mengembun menjadi tetesan, dan hujan titanium jatuh di sebagian atmosfer,” tambah Profesor Jenkins.
Profesor Vivien Parmentier, seorang astronom dari Observatorium Côte d'Azur di Prancis, mengatakan LTT9779b adalah planet yang seharusnya tidak ada karena memiliki atmosfer yang dekat dengan bintangnya. “Ini cukup unik karena semua planet lain pada suhu ini menjadi gelap seperti arang,” ujarnya.
Dr Sergio Hoyer, penulis utama dalam studi dan astronom dari Laboratorium Astrofisika Marseille di Prancis, menambahkan tidak ada planet lain seperti ini yang ditemukan sampai saat ini. Planet ini memiliki satu sisi yang secara permanen siang karena menghadap ke bintang, sedangkan sisi lainnya secara permanen malam karena menghadap ke luar.
“Keanekaragaman exoplanet sangat menakjubkan. Dan kita baru saja mengetahui sedikit permukaannya,” kata Prof Parmentier.
Planet yang terletak di galaksi Bima Sakti ini tampak dikelilingi oleh awan metalik yang terbuat dari titanium dan silikat. Planet ini memiliki diameter sekitar 4,7 kali lebih besar dari Bumi, dan mengorbit pada bintangnya dengan jarak yang lebih dekat daripada Merkurius ke matahari.
Duduk sekitar 264 tahun cahaya dari Bumi, diyakini memantulkan sekitar 80% cahaya yang masuk, yang menjadikannya objek alami paling reflektif di alam semesta. Sebagai perbandingan, Venus yang merupakan objek paling terang di langit malam Bumi, memantulkan sekitar 75% cahaya yang masuk dan Bumi memantulkan sekitar 30%.
Baca Juga
“Itu adalah cermin raksasa di luar angkasa,” kata Profesor James Jenkins, seorang astronom dan rekan penulis penelitian di jurnal Astronomi dan Astrofisika dikutip SINDOnews dari laman LBC, Selasa (11/7/2023).
Planet LTT9779b memiliki suhu permukaan sekitar 1.800 derajat Celcius, karena radiasi yang intens dari bintangnya. Para ilmuwan mempelajari planet ini menggunakan teleskop orbit CHEOPS miik Badan Antariksa Eropa (ESA).
“Kami bahkan berpikir bahwa awan dapat mengembun menjadi tetesan, dan hujan titanium jatuh di sebagian atmosfer,” tambah Profesor Jenkins.
Profesor Vivien Parmentier, seorang astronom dari Observatorium Côte d'Azur di Prancis, mengatakan LTT9779b adalah planet yang seharusnya tidak ada karena memiliki atmosfer yang dekat dengan bintangnya. “Ini cukup unik karena semua planet lain pada suhu ini menjadi gelap seperti arang,” ujarnya.
Dr Sergio Hoyer, penulis utama dalam studi dan astronom dari Laboratorium Astrofisika Marseille di Prancis, menambahkan tidak ada planet lain seperti ini yang ditemukan sampai saat ini. Planet ini memiliki satu sisi yang secara permanen siang karena menghadap ke bintang, sedangkan sisi lainnya secara permanen malam karena menghadap ke luar.
“Keanekaragaman exoplanet sangat menakjubkan. Dan kita baru saja mengetahui sedikit permukaannya,” kata Prof Parmentier.
(wib)