Tidak Ada di Peta! Ilmuwan Nekat Mengungkap Kemisteriusan Pulau Aspidochelone
loading...
A
A
A
KAIRO - Dalam mitologi Yunani Aspidochelone percaya ada kura-kura rasaksa dan paus yang pada punggungnya menyerupai sebuah pulau.
Pulau misterius yang terbentuk dalam tubuh hewan itu terdapat hutan liar dan bebatuan yang disebut Aspidochelone, hingga kini masih belum terpecahkan.
Namun menurut tradisi Physiologus Yunani, Aspidochelone adalah makhluk laut yang memiliki beberapa deskripsi yaitu berupa seekor paus atau kura-kura bahkan kepiting dengan ukuran sebesar pulau.
Mengutip Live Science, sosok Hafgufa sejatinya adalah paus yang tengah berburu dan melakukan perangkap dengan membuka mulutnya lebar-lebar.
"Saya sedang membaca beberapa mitologi Norse dan memperhatikan makhluk ini, yang mirip dengan perilaku makan ikan paus. Begitu kami mulai menyelidiki lebih jauh, kami melihat kesejajarannya sangat mencolok," ujar John McCarthy seorang arkeolog maritim di College of Humanities, Arts and Social Sciences di Flinders University di Australia.
Perilaku makan ini biasanya terlihat pada dua jenis paus, yakni paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) dan paus Bryde (Balaenoptera brydei). Mereka biasanya menunggu dengan mulut terbuka lebar dalam posisi tegak tak bergerak di permukaan air.
Kawanan ikan yang tidak curiga kemudian menganggap rahang yang menganga sebagai tempat berlindung dan berenang langsung ke perangkap yang mematikan.
Sebagai informasi, Hafgufa, yang diterjemahkan menjadi "kabut laut", muncul dalam manuskrip abad ke-13 berjudul "Konungs skuggsjá" atau "Cermin Raja" yang ditulis untuk Raja Norwegia Hákon Hákonarson yang memerintah Norwegia dari tahun 1217 hingga 1263.
Namun setelah para peneliti menelusuri referensi Hafgufa, gambaran tersebut mengacu pada sebuah teks asal Aleksandria yang dibuat pada abad kedua Masehi. Dalam catatan itu, mahluk tersebut dikenal sebagai salah satu Physiologus, yakni sejenis makhluk mirip paus.
Lebih rinci mahluk tersebut disebut sebagai aspidochelone, dengan ikan melompat ke mulutnya. Menurut para peneliti, pelaut abad pertengahan mungkin tahu bahwa Hafgufa adalah sejenis ikan paus dan bukan monster laut yang fantastik.
"Orang-orang Norse adalah pelaut besar. Sebagian besar perjalanan yang dilakukan orang pada Abad Pertengahan di Skandinavia adalah perjalanan memancing, jadi mereka memiliki tingkat pengetahuan yang sangat tinggi tentang pasang surut, arus, pola gelombang, serta ikan, " ujar Lauren Poyer, asisten profesor di Departemen Studi Skandinavia di Universitas Washington.
Meski demikian, beberapa catatan abad pertengahan menunjukkan bahwa para pelaut mendaratkan kapal mereka dan menyalakan api di punggung hafgufa yang mirip pulau.
Pada abad ke-18, penulis menyamakan makhluk itu dengan leviathan, kraken, atau bahkan putri duyung.
"Saya akan menyebutnya penyalahgunaan sumber abad pertengahan," kata Poyer.
Dalam manuskrip Norse, hafgufa digambarkan mengeluarkan parfum yang menarik ikan ke dalam mulutnya. Menurut studi baru, aroma khusus ini bisa merujuk pada bau mirip kubis busuk yang timbul saat paustengah makan.
Pulau misterius yang terbentuk dalam tubuh hewan itu terdapat hutan liar dan bebatuan yang disebut Aspidochelone, hingga kini masih belum terpecahkan.
Namun menurut tradisi Physiologus Yunani, Aspidochelone adalah makhluk laut yang memiliki beberapa deskripsi yaitu berupa seekor paus atau kura-kura bahkan kepiting dengan ukuran sebesar pulau.
Mengutip Live Science, sosok Hafgufa sejatinya adalah paus yang tengah berburu dan melakukan perangkap dengan membuka mulutnya lebar-lebar.
"Saya sedang membaca beberapa mitologi Norse dan memperhatikan makhluk ini, yang mirip dengan perilaku makan ikan paus. Begitu kami mulai menyelidiki lebih jauh, kami melihat kesejajarannya sangat mencolok," ujar John McCarthy seorang arkeolog maritim di College of Humanities, Arts and Social Sciences di Flinders University di Australia.
Perilaku makan ini biasanya terlihat pada dua jenis paus, yakni paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) dan paus Bryde (Balaenoptera brydei). Mereka biasanya menunggu dengan mulut terbuka lebar dalam posisi tegak tak bergerak di permukaan air.
Kawanan ikan yang tidak curiga kemudian menganggap rahang yang menganga sebagai tempat berlindung dan berenang langsung ke perangkap yang mematikan.
Sebagai informasi, Hafgufa, yang diterjemahkan menjadi "kabut laut", muncul dalam manuskrip abad ke-13 berjudul "Konungs skuggsjá" atau "Cermin Raja" yang ditulis untuk Raja Norwegia Hákon Hákonarson yang memerintah Norwegia dari tahun 1217 hingga 1263.
Namun setelah para peneliti menelusuri referensi Hafgufa, gambaran tersebut mengacu pada sebuah teks asal Aleksandria yang dibuat pada abad kedua Masehi. Dalam catatan itu, mahluk tersebut dikenal sebagai salah satu Physiologus, yakni sejenis makhluk mirip paus.
Lebih rinci mahluk tersebut disebut sebagai aspidochelone, dengan ikan melompat ke mulutnya. Menurut para peneliti, pelaut abad pertengahan mungkin tahu bahwa Hafgufa adalah sejenis ikan paus dan bukan monster laut yang fantastik.
"Orang-orang Norse adalah pelaut besar. Sebagian besar perjalanan yang dilakukan orang pada Abad Pertengahan di Skandinavia adalah perjalanan memancing, jadi mereka memiliki tingkat pengetahuan yang sangat tinggi tentang pasang surut, arus, pola gelombang, serta ikan, " ujar Lauren Poyer, asisten profesor di Departemen Studi Skandinavia di Universitas Washington.
Meski demikian, beberapa catatan abad pertengahan menunjukkan bahwa para pelaut mendaratkan kapal mereka dan menyalakan api di punggung hafgufa yang mirip pulau.
Pada abad ke-18, penulis menyamakan makhluk itu dengan leviathan, kraken, atau bahkan putri duyung.
"Saya akan menyebutnya penyalahgunaan sumber abad pertengahan," kata Poyer.
Dalam manuskrip Norse, hafgufa digambarkan mengeluarkan parfum yang menarik ikan ke dalam mulutnya. Menurut studi baru, aroma khusus ini bisa merujuk pada bau mirip kubis busuk yang timbul saat paustengah makan.
(wbs)