Mengenal Badai Daniel yang Merenggut Ribuan Nyawa di Libya hingga Jalur Gaza

Rabu, 13 September 2023 - 23:16 WIB
loading...
Mengenal Badai Daniel yang Merenggut Ribuan Nyawa di Libya hingga Jalur Gaza
Badai Daniel telah merenggut ribuan nyawa di Timur Tengah. (Foto: Reuters)
A A A
JAKARTA - Badai Daniel yang menghantam Libya mengakibatkan dua bendungan banjir dan runtuh hingga menelan 2 ribu korban jiwa. Ribuan orang lain juga dinyatakan hilang.

Wilayah terdampak paling parah adalah Kota Derna yang luluh lantak dan 6.000 orang dilaporkan hilang. Sebelum menghantam Libya, Badai Daniel terlebih dulu mampir ke Turki dan Yunani. Hujan petir, angin dan banjir mengakibatkan 26 orang meninggal dunia dan 2 orang lainnya hilang.

Di jalur Gaza, Badai Daniel yang datang pada Rabu (13/9/2023) juga tak kalah mematikan. Badai Daniel menyebabkan banjir di permukiman dan jalanan. Selama lebih dari tujuh jam, Jalur Gaza dilanda hujan lebat dan guntur.

Badai Daniel tercatat sebagai topan tropis yang paling mematikan yang pernah tercatat di dunia sejak Topan Nargis pada 2008.
Dalam setahun, Badai Daniel biasanya terjadi 1-3 kali di Mediterania barat dan di wilayah yang terbentang antara Laut Ionia dan pantai Afrika Utara.



Badai Daniel muncul akibat dari blok Omega, karena zona bertekanan tinggi terjepit di antara dua zona bertekanan rendah. Karena sifat badai yang berumur pendek dan tiba-tiba, persiapan terhadap badai sangat minim.

Lantas apakah antisipasi yang minim membuat dampak badai Daniel begitu besar atau dampaknya diperparah oleh perubahan pola cuaca Mediterania sebagai akibat dari kerusakan iklim?

Selama berbulan-bulan pada musim panas ini, wilayah tersebut telah dilanda gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Para ilmuwan mengatakan bahwa gelombang panas meningkatkan suhu permukaan laut, yang dapat mendorong terbentuknya siklon mirip tropis Mediterania, atau medicane.

“Meskipun belum ada kaitan resmi mengenai peran perubahan iklim dalam membuat Badai Daniel lebih hebat, dapat dikatakan bahwa suhu permukaan laut Mediterania jauh di atas rata-rata sepanjang musim panas,” kata Dr Karsten Haustein, seorang ilmuwan iklim di Universitas Leipzig dikutip dari Guardian.

“Hal ini tentu saja berlaku untuk wilayah di mana Badai Daniel dapat terbentuk dan mendatangkan malapetaka di Yunani dan sekarang Libya. Air yang lebih hangat tidak hanya memicu badai tersebut dalam hal intensitas curah hujan, tetapi juga menjadikannya lebih ganas.”

Namun badai Daniel tidak sepenuhnya bertanggungjawab atas kehancuran yang terjadi di Derna, lantaran infrastruktur, termasuk bendungan yang jebol, sudah berada dalam kondisi buruk. Lebih dari satu dekade setelah kota-kota di Libya dibombardir oleh angkatan laut NATO dan pesawat-pesawat tempur yang mendukung pemberontakan melawan Muammar Gaddafi , Libya tidak siap menghadapi cuaca ekstrem yang dibawa Daniel.



“Penting untuk menyadari bahwa badai itu sendiri bukan hanya satu-satunya penyebab hilangnya nyawa,” kata Dr Kevin Collins, dosen senior bidang lingkungan dan sistem di Universitas Terbuka.

Dia memaparkan faktor lain juga berkontribusi seperti terbatasnya kemampuan Libya dalam memperkirakan dampak cuaca, sistem peringatan dan evakuasi terbatas, hingga standar perencanaan dan desain untuk infrastruktur dan kota.

“Seiring dengan perubahan iklim, pemahaman, perencanaan, dan adaptasi terhadap peristiwa yang lebih ekstrem ini perlu dilakukan oleh individu, dunia usaha, dan komunitas di semua negara.”

Prof Lizzie Kendon, profesor ilmu iklim di Institut Lingkungan Cabot Universitas Bristol, memperkirakan intensitas curah hujan lebat akan meningkat seiring dengan pemanasan dunia. Hal ini akan memicu terjadinya peristiwa-peristiwa ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Badai Daniel adalah ilustrasi dari jenis bencana banjir dahsyat yang mungkin akan semakin meningkat di masa depan, namun kejadian seperti itu bisa saja terjadi karena variabilitas alami iklim – seperti yang terjadi di masa lalu. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian sebelum mengaitkan peristiwa ekstrem tertentu dengan perubahan iklim.”
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1748 seconds (0.1#10.140)