Mesir Kuno Sarang Ular Berbisa, Apophis Bertaring 4 Paling Mematikan
loading...
A
A
A
MESIR - Papirus atau teks-teks dari catatan Mesir kuno mengungkapkan berbagai jenis ular berbisa yang sangat berbahaya. Bahkan dalam catatan Papirus menyebutkan Mesir kuno sebagai sarang ular berbisa karena tercatat ada sekitar 37 spesies.
Jenis ular yang tercatat jauh lebih beragam daripada yang kita bayangkan karena ada sekitar 13 spesies yang saat ini sudah hilang. Dikutip dari laman Science Alert, Rabu (18/10/2023), dari teks catatan sejarah dan lukisan dalam gua sering kali menggambarkan beberapa rincian yang luar biasa, namun sulit mengidentifikasi spesies tersebut.
Dokumen Mesir kuno yang disebut Papirus Brooklyn, berasal dari sekitar tahun 660-330 SM, mencantumkan berbagai jenis ular yang dikenal pada saat itu, akibat gigitannya, dan pengobatannya. Selain gejala gigitannya, papirus tersebut juga menggambarkan dewa yang berhubungan dengan ular, atau siapa yang dapat menyelamatkan pasien.
“Gigitan ular besar Apophis (dewa yang berwujud ular), misalnya, digambarkan menyebabkan kematian dengan cepat. Ular ini tidak memiliki dua taring seperti biasanya, melainkan empat, yang masih merupakan ciri langka ular saat ini,” tulis Science Alert.
Ular besar bertaring empat, seperti Apophis, saat ini tidak ditemui lagi di wilayah Mesir. Kebanyakan ular berbisa yang menyebabkan sebagian besar kematian, adalah ular beludak dan ular kobra, hanya memiliki dua taring, satu di setiap tulang rahang atas.
Pada ular, tulang rahang di kedua sisinya terpisah dan bergerak secara mandiri, tidak seperti pada mamalia. Ular modern terdekat yang sering memiliki empat taring adalah boomslang (Disopholidus typus) dari sabana Afrika sub-Sahara.
Ular itu ditemukan jauh di luar Mesir sekitar 650 km ke arah selatan. Racunnya dapat membuat korbannya mengeluarkan darah dari setiap lubang dan menyebabkan pendarahan otak yang mematikan.
Bisa saja ular Apophis merupakan deskripsi awal dan mendetail tentang boomslang. Namun, bagaimana orang Mesir kuno bisa bertemu dengan ular yang kini hidup jauh di wilayah selatan perbatasan?
Dari penelitian ilmuwan saat ini, Mesir kuno banyak memiliki spesies ular berbisa karena iklim yang jauh lebih lembap. Ular berbisa mungkin tinggal di lembah Nil yang subur dan bervegetasi atau di sepanjang pantai utara.
Para peneliti fokus pada sepuluh spesies dari daerah tropis Afrika, wilayah Maghreb di Afrika utara, dan Timur Tengah yang mungkin cocok dengan deskripsi Papirus Mesir kuno. Ini termasuk beberapa ular berbisa paling terkenal di Afrika, seperti mamba hitam, puff adder, dan boomslang.
Misalnya, boomslang mungkin hidup di sepanjang pantai Laut Merah di tempat yang 4.000 tahun lalu merupakan bagian dari Mesir. Demikian pula, salah satu entri Papirus Brooklyn menggambarkan seekor ular "berpola seperti burung puyuh" yang "mendesis seperti embusan tukang emas".
Puff adder (Bitis arietans) cocok dengan deskripsi ini, namun saat ini hanya hidup di selatan Khartoum di Sudan dan di utara Eritrea. Iklim kering dan berubah menjadi gurun yang terjadi sekitar 4.200 tahun lalu, mungkin menyebakan perpindahan ini.
Di lembah Nil dan sepanjang pantai, misalnya, pertanian dan irigasi mungkin memperlambat pengeringan dan memungkinkan banyak spesies bertahan hingga masa sejarah. Ini menyiratkan bahwa masih banyak lagi ular berbisa sejak zaman Firaun masih ditemukan di Mesir.
Jenis ular yang tercatat jauh lebih beragam daripada yang kita bayangkan karena ada sekitar 13 spesies yang saat ini sudah hilang. Dikutip dari laman Science Alert, Rabu (18/10/2023), dari teks catatan sejarah dan lukisan dalam gua sering kali menggambarkan beberapa rincian yang luar biasa, namun sulit mengidentifikasi spesies tersebut.
Dokumen Mesir kuno yang disebut Papirus Brooklyn, berasal dari sekitar tahun 660-330 SM, mencantumkan berbagai jenis ular yang dikenal pada saat itu, akibat gigitannya, dan pengobatannya. Selain gejala gigitannya, papirus tersebut juga menggambarkan dewa yang berhubungan dengan ular, atau siapa yang dapat menyelamatkan pasien.
“Gigitan ular besar Apophis (dewa yang berwujud ular), misalnya, digambarkan menyebabkan kematian dengan cepat. Ular ini tidak memiliki dua taring seperti biasanya, melainkan empat, yang masih merupakan ciri langka ular saat ini,” tulis Science Alert.
Ular besar bertaring empat, seperti Apophis, saat ini tidak ditemui lagi di wilayah Mesir. Kebanyakan ular berbisa yang menyebabkan sebagian besar kematian, adalah ular beludak dan ular kobra, hanya memiliki dua taring, satu di setiap tulang rahang atas.
Pada ular, tulang rahang di kedua sisinya terpisah dan bergerak secara mandiri, tidak seperti pada mamalia. Ular modern terdekat yang sering memiliki empat taring adalah boomslang (Disopholidus typus) dari sabana Afrika sub-Sahara.
Ular itu ditemukan jauh di luar Mesir sekitar 650 km ke arah selatan. Racunnya dapat membuat korbannya mengeluarkan darah dari setiap lubang dan menyebabkan pendarahan otak yang mematikan.
Bisa saja ular Apophis merupakan deskripsi awal dan mendetail tentang boomslang. Namun, bagaimana orang Mesir kuno bisa bertemu dengan ular yang kini hidup jauh di wilayah selatan perbatasan?
Dari penelitian ilmuwan saat ini, Mesir kuno banyak memiliki spesies ular berbisa karena iklim yang jauh lebih lembap. Ular berbisa mungkin tinggal di lembah Nil yang subur dan bervegetasi atau di sepanjang pantai utara.
Para peneliti fokus pada sepuluh spesies dari daerah tropis Afrika, wilayah Maghreb di Afrika utara, dan Timur Tengah yang mungkin cocok dengan deskripsi Papirus Mesir kuno. Ini termasuk beberapa ular berbisa paling terkenal di Afrika, seperti mamba hitam, puff adder, dan boomslang.
Misalnya, boomslang mungkin hidup di sepanjang pantai Laut Merah di tempat yang 4.000 tahun lalu merupakan bagian dari Mesir. Demikian pula, salah satu entri Papirus Brooklyn menggambarkan seekor ular "berpola seperti burung puyuh" yang "mendesis seperti embusan tukang emas".
Puff adder (Bitis arietans) cocok dengan deskripsi ini, namun saat ini hanya hidup di selatan Khartoum di Sudan dan di utara Eritrea. Iklim kering dan berubah menjadi gurun yang terjadi sekitar 4.200 tahun lalu, mungkin menyebakan perpindahan ini.
Di lembah Nil dan sepanjang pantai, misalnya, pertanian dan irigasi mungkin memperlambat pengeringan dan memungkinkan banyak spesies bertahan hingga masa sejarah. Ini menyiratkan bahwa masih banyak lagi ular berbisa sejak zaman Firaun masih ditemukan di Mesir.
(wib)