Gagal Mendarat di Bulan, Pesawat Senilai Rp1,7 Triliun Terbakar di Langit

Sabtu, 20 Januari 2024 - 18:13 WIB
loading...
Gagal Mendarat di Bulan, Pesawat Senilai Rp1,7 Triliun Terbakar di Langit
Pesawat luar angkasa Peregrine One saat diluncurkan pada 8 Januari 2024. (Foto: NASA)
A A A
JAKARTA - Pesawat luar angkasa Peregrine One gagal mendarat di Bulan karena masalah teknis. Dalam perjalanan pulang ke Bumi, wahana senilai USD108 juta atau sekira Rp1,7 triliun itu terbakar di atmosfer di atas Samudera Pasifik.

Lander Bulan milik perusahaan swasta Amerika Serikat itu terhempas ke atmosfer bumi pada Kamis, waktu setempat, sekitar 400 mil di selatan Fiji.

Dilansir dari Daily Mail, Sabtu (20/1/2024), kontraktor swasta NASA di belakang proyek tersebut, Astrobotic, mengumumkan rencana pembentukan tim untuk menyelidiki penyebab kebocoran bahan bakar Paregrine One hingga akhirnya gagal mendarat di Bulan.

Peregrine One dijadwalkan mendarat di permukaan bulan membawa sejumlah muatan, tetapi mengalami kebocoran bahan bakar di luar angkasa pada pekan lalu dan memaksa tim darat untuk membawa kembali pesawat ke Bumi.



Astrobotic, yang mengembangkan lander Peregrine One, membagikan pembaruan terakhirnya pada Jumat sore, bersama dengan video menakjubkan Peregrine memulai misinya, yang diluncurkan pada 8 Januari 2024.

Kamera pengindra suhu juga menangkap pesawat luar angkasa ini pada hari Kamis dalam klip lain, yang mendokumentasikan momen-momen terakhir robot bulan itu di luar angkasa.

Meski asa untuk mendarat ke bulan sementara ini terhempas, CEO Astrobotic John Thornton menyatakan harapannya untuk misi lander Griffin ke bulan pada masa depan. "Sebuah petualangan liar yang baru saja kita alami. Tentu bukan hasil yang kita harapkan tapi menantang sejak awal," ujarnya.

Seperti Peregrine, lander bulan robotik ini diharapkan akan berfungsi sebagai penyelidik untuk astronot Artemis NASA sebelum mereka melakukan pendaratan bulan pada tahun 2026.



Meski gagal mendarat di bulan, namun tak semua misi Paregrine One gagal. Sisa waktu di luar angkasa dioptimalkan untuk mengumpulkan data-data penting. “Pada saat keluar (lintasan menuju bulan), kami mengaktifkan semua muatan yang memiliki daya atau bisa menggunakan daya selama misi,” kata Thornton.

“Kami menerima sinyal sukses dari semua muatan tersebut dan mendapatkan data kembali dari semua muatan yang dapat mengirimkan data. Kami sangat senang melihat itu,” dia menambahkan.

Thornton mencatat Badan Antariksa Jerman, Deutsches Zentrum für Luft- und Raumfahrt mengungkapkan rasa terima kasihnya karena muatannya berupa instrumen ilmiah di Peregrine berhasil mengumpulkan data radiasi kosmik yang sangat dibutuhkan.

“Detektor radiasi DLR M42 berfungsi sempurna sepanjang seluruh rentang waktu misi,” kata Dr. Thomas Berger, kepala Grup Biofisika DLR dan ahli biologi radiasi, dalam sebuah pernyataan.

“Kami dapat mengumpulkan lebih dari 92 jam data mengukur lingkungan radiasi di ruang bebas yang sangat berharga bagi komunitas ilmiah dan DLR.”



Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Kamis malam, Astrobotic melaporkan kehilangan sinyal telemetri dari pesawat luar angkasa Peregrine sekitar pukul 3:50 sore EST (8:50 malam GMT). Hal ini menunjukkan bahwa pesawat telah menyelesaikan reentry terkendali di atas air lepas di Samudera Pasifik Selatan pada pukul 4:04 sore.

Selepas insiden ini, Astrobotic akan menyusun tim ahli industri untuk mencari tahu apa yang salah dengan pesawat luar angkasa dalam beberapa jam setelah peluncuran roket pada 8 Januari 2024. “Kami akan menyelidiki ini dengan sangat teliti dengan Anomaly Review Board. Teori terkemuka kami tidak berubah pada saat ini,” ujar CEO John Thornton pada konferensi pers media yang disiarkan langsung di saluran YouTube NASA.

Dia menduga katup yang menghubungkan helium ke oksidator tidak bekerja dengan benar dan mengirimkan aliran helium yang dirancang untuk memindahkan bahan bakar cair ke sisi oksidator. “Saya menggambarkannya sebagai aliran karena itu sangat, sangat cepat,” tuturnya.

Hasilnya, kata Thornton, adalah kehilangan propelan yang sangat parah yang mengakibatkan misi pendaratan Peregrine ke bulan gagal. Pada saat bersamaan tim berusaha mengalihkan pesawat mencoba memanfaatkan waktu yang ada untuk mengambil data lain.

Setelah jelas Peregrine One akan gagal mencapai tujuannya untuk mendarat di bulan, Astrobotic mengalihkan kembali pesawat ke Bumi agar tidak menjadi puing luar angkasa. Dalam beberapa hari terakhir sebelum jatuh, pesawat semakin mendekat ke Bumi hingga berjarak kurang dari 100.000 mil.

Pada hari Rabu, tim Astrobotic dapat memindahkan pesawat dan mengubah lintang tujuan sehingga pesawat terpantau akan menabrak area yang tidak dihuni di Samudera Pasifik Selatan.

Hal ini melibatkan penggunaan mesin pesawat dengan serangkaian pembakaran singkat sebelum menyesuaikan ketinggian pesawat luar angkasa agar gaya yang diinduksi oleh kebocoran propelan memindahkannya ke arah Samudera Pasifik Selatan. “Prosedur yang dieksekusi tim adalah untuk meminimalkan risiko puing-puing mencapai daratan,” ujarnya.

Akhirnya, pesawat luar angkasa hancur selama proses masuk kembali ke atmosfer Bumi. Peregrine bertabrakan dengan molekul udara dengan kecepatan sekitar 17.000mph. Puing-puing yang tidak terbakar jatuh dalam zona di Samudera Pasifik Selatan sesuai perkiraan Astrobotic.

Dengan kontrak senilai USD108 juta dengan NASA, lander seberat 1,2 ton ini membawa 20 muatan termasuk instrumen ilmiah dan sampel DNA dari presiden AS John F Kennedy, Dwight D Eisenhower, dan George Washington.

Lander ini juga menyimpan abu kremasi pencipta Star Trek Gene Roddenberry, bersama dengan abu sekitar 60 individu lain yang seharusnya dilepaskan di permukaan bulan. Sayangnya, barang-barang berharga ini kemungkinan besar hilang saat lander terbakar di atmosfer Bumi.
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1259 seconds (0.1#10.140)