Kuil Matahari Terbit, Jejak Kuno Bangsa Kanaan di Israel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Para arkeolog menemukan reruntuhan kuil bangsa Kanaan yang dibangun untuk menyambut matahari terbit di puncak Azekah, sebuah permukiman kuno di Israel.
Hareetz melansir, Jumat (22/3/2024), artifak yang disinyalir berasal dari Kompleks Zaman Perunggu Akhir memerlihatkan pengetahuan kuno tentang kepercayaan religius bangsa Kanaan. Para peneliti mencermati adanya pengaruh kuat budaya Mesir kuno.
Penghancuran kuil dan seluruh situs juga memerlihatkan adanya sebuah upaya rezim beberapa peradaban akhir Zaman Perunggu untuk menciptakan budaya dan entitas politik baru di Levant, termasuk bangsa Israel kuno.
Penggalian kuil di Azekah telah dilakukan sejak 2014 oleh tim dari Universitas Tel Aviv, yang dipimpin oleh Prof. Oded Lipschits. Penemuan mereka di kompleks tersebut digambarkan pada bulan Maret 2024 lalu dalam jurnal Biblical Archaeology Review.
Para arkeolog telah mendeteksi dua fase dalam sejarah panjang kuil, yang mencakup paruh kedua Zaman Perunggu Akhir (abad ke-16 - ke-12 SM). Awalnya, sekitar akhir abad ke-14 atau awal abad ke-13 SM, masyarakat Azekah menciptakan tempat suci terbuka, membangun ruang besar berbatu di puncak gundukan dengan pemandangan spektakuler ke arah timur Lembah Elah, yang kemudian menjadi lokasi pertarungan legendaris antara Daud dan Goliath.
Pemujaan terpusat di sekitar altar batu dan baskom untuk mengalirkan cairan dari persembahan, semuanya dilapisi plester. Di sebelah altar ada pilar, objek pemujaan umum di Levant kuno yang terbuat dari batu kapur halus dan memantulkan cahaya pagi. "Mengingat kecerahan permukaan ini, mudah untuk membayangkan sinar matahari pagi mewarnai ruangan ini dengan warna emas, oranye, dan merah muda yang cerah," tulis para arkeolog.
Orientasi ke timur diketahui dari tempat suci lain di Levant dan sangat mirip dengan kuil matahari Mesir yang didedikasikan untuk kelahiran kembali matahari setiap hari. Pada fase kedua yang terjadi akhir abad ke-13 atau awal abad ke-12 SM, kuil tersebut direnovasi secara besar-besaran. Beberapa ruang terbuka ditutup dengan dinding dan ruang samping, bangku dan lebih banyak batu berdiri untuk pemujaan ditambahkan.
“Di fondasi, para pembangun menempatkan tujuh obyek seperti lampu dan mangkok. Meskipun jumlah obyek ini tidak biasa, kebiasaan umum di Zaman Perunggu Akhir untuk menempatkan lampu dan mangkok kosong di fondasi bangunan baru,” kata Dr. Sabine Kleiman, salah satu arkeolog Universitas Tel Aviv dalam tim tersebut.
Bangsa Mesir kuno juga akan menempatkan objek persembahan di fondasi bangunan baru atau yang telah direnovasi untuk memohon perlindungan Tuhan. Meski para peneliti tidak tahu persis arti penting dari versi Kanaan dari ritual ini, namun mangkok melambangkan makanan dan lampu melambangkan cahaya.
Di dalam aula kuil, para arkeolog menemukan banyak benda pemujaan yang memadukan unsur budaya Mesir dan Kanaan. Ini termasuk patung perunggu dewa badai Kanaan, Baal, dan amulet langka yang terbuat dari enstatit, mineral yang tidak tersedia di Kanaan, yang seharusnya diimpor dari Mesir.
Bagian belakang artifak tersebut dipenuhi hieroglif. Sementara, bagian depan menggambarkan tiga serangkai dewa Mesir, yakni Dewa matahari Ra; Seth, penguasa badai, perang; dan dewi langit Hathor.
"Kita harus melepaskan diri dari usaha untuk menghubungkan kuil-kuil ini dengan satu atau bahkan beberapa dewa. Itu adalah tempat pemujaan, semua orang bisa datang dan melakukan persembahan kepada siapa pun yang mereka sukai, kepada leluhur mereka, kepada Baal, kepada dewa-dewa Mesir, kepada dewi Lembah Elah," tutur Kleiman.
Hareetz melansir, Jumat (22/3/2024), artifak yang disinyalir berasal dari Kompleks Zaman Perunggu Akhir memerlihatkan pengetahuan kuno tentang kepercayaan religius bangsa Kanaan. Para peneliti mencermati adanya pengaruh kuat budaya Mesir kuno.
Penghancuran kuil dan seluruh situs juga memerlihatkan adanya sebuah upaya rezim beberapa peradaban akhir Zaman Perunggu untuk menciptakan budaya dan entitas politik baru di Levant, termasuk bangsa Israel kuno.
Penggalian kuil di Azekah telah dilakukan sejak 2014 oleh tim dari Universitas Tel Aviv, yang dipimpin oleh Prof. Oded Lipschits. Penemuan mereka di kompleks tersebut digambarkan pada bulan Maret 2024 lalu dalam jurnal Biblical Archaeology Review.
Para arkeolog telah mendeteksi dua fase dalam sejarah panjang kuil, yang mencakup paruh kedua Zaman Perunggu Akhir (abad ke-16 - ke-12 SM). Awalnya, sekitar akhir abad ke-14 atau awal abad ke-13 SM, masyarakat Azekah menciptakan tempat suci terbuka, membangun ruang besar berbatu di puncak gundukan dengan pemandangan spektakuler ke arah timur Lembah Elah, yang kemudian menjadi lokasi pertarungan legendaris antara Daud dan Goliath.
Pemujaan terpusat di sekitar altar batu dan baskom untuk mengalirkan cairan dari persembahan, semuanya dilapisi plester. Di sebelah altar ada pilar, objek pemujaan umum di Levant kuno yang terbuat dari batu kapur halus dan memantulkan cahaya pagi. "Mengingat kecerahan permukaan ini, mudah untuk membayangkan sinar matahari pagi mewarnai ruangan ini dengan warna emas, oranye, dan merah muda yang cerah," tulis para arkeolog.
Orientasi ke timur diketahui dari tempat suci lain di Levant dan sangat mirip dengan kuil matahari Mesir yang didedikasikan untuk kelahiran kembali matahari setiap hari. Pada fase kedua yang terjadi akhir abad ke-13 atau awal abad ke-12 SM, kuil tersebut direnovasi secara besar-besaran. Beberapa ruang terbuka ditutup dengan dinding dan ruang samping, bangku dan lebih banyak batu berdiri untuk pemujaan ditambahkan.
“Di fondasi, para pembangun menempatkan tujuh obyek seperti lampu dan mangkok. Meskipun jumlah obyek ini tidak biasa, kebiasaan umum di Zaman Perunggu Akhir untuk menempatkan lampu dan mangkok kosong di fondasi bangunan baru,” kata Dr. Sabine Kleiman, salah satu arkeolog Universitas Tel Aviv dalam tim tersebut.
Bangsa Mesir kuno juga akan menempatkan objek persembahan di fondasi bangunan baru atau yang telah direnovasi untuk memohon perlindungan Tuhan. Meski para peneliti tidak tahu persis arti penting dari versi Kanaan dari ritual ini, namun mangkok melambangkan makanan dan lampu melambangkan cahaya.
Di dalam aula kuil, para arkeolog menemukan banyak benda pemujaan yang memadukan unsur budaya Mesir dan Kanaan. Ini termasuk patung perunggu dewa badai Kanaan, Baal, dan amulet langka yang terbuat dari enstatit, mineral yang tidak tersedia di Kanaan, yang seharusnya diimpor dari Mesir.
Bagian belakang artifak tersebut dipenuhi hieroglif. Sementara, bagian depan menggambarkan tiga serangkai dewa Mesir, yakni Dewa matahari Ra; Seth, penguasa badai, perang; dan dewi langit Hathor.
"Kita harus melepaskan diri dari usaha untuk menghubungkan kuil-kuil ini dengan satu atau bahkan beberapa dewa. Itu adalah tempat pemujaan, semua orang bisa datang dan melakukan persembahan kepada siapa pun yang mereka sukai, kepada leluhur mereka, kepada Baal, kepada dewa-dewa Mesir, kepada dewi Lembah Elah," tutur Kleiman.
(msf)