Apakah Hajar Aswad Batu Meteorit dari Luar Angkasa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Misteri Hajar Aswad hingga kini masih belum terpecahkan. Asal usulnya secara ilmiah masih diperdebatkan. Sebagian kalangan menyebut Hajar Aswad adalah batu meteorit, namun pihak lain menyanggahnya. Ada yang menyebutnya batu basal, akik, hingga sepotong kaca alam. Yang jelas, umat Islam meyakini Hajar Aswad adalah batu dari surga.
Ada sejumlah versi tentang asal mulanya. Disebutkan batu hajar aswad telah ada sejak zaman Nabi Adam. Versi lainnya menyebutkan batu batu hitam yang bentuknya tidak beraturan ini muncul di era Nabi Ibrahim saat membangun Kakbah. Warna asalnya disebutkan putih seperti susu namun seiring berjalannya waktu berubah menjadi hitam lantaran dosa-dosa manusia.
Laman Steemit, Kamis (6/6/2024) melansir, sejak dahulu kala, Hajar Aswad menjadi bahan penelitian ilmiah para ilmuwan dan pencinta sejarah. Studi tentang Hajar Aswad dalam catatan sejarah muncul dari literatur Barat pada abad ke-19. Ancient-Origins mencatat penjelajah Swiss Johann Ludwig Burckhardt pada tahun 1814 mengunjungi Makkah dan kemudian memberikan deskripsi rinci tentang batu suci tersebut dalam bukunya, Travels in Arabia yang diterbitkan pada tahun 1829.
Dalam catatannya, Burckhardt menggambarkan Hajar Aswad yang berbentuk oval tidak beraturan, dengan diameter tujuh inci dan permukaan yang tidak rata. Penjelajah tersebut menulis Hajar Aswad terdiri dari berbagai potongan kecil batu yang disatukan dengan sangat halus.
Ulasan berikutnya tentang Hajar Aswad dilakukan oleh kurator Koleksi Perhiasan Kerajaan Austro-Hungaria, Paul Partsch. Sosok ini adalah orang pertama yang menyatakan bahwa Hajar Aswad adalah batu meteorit pada tahun 1857. Namun berdasarkan ciri-ciri fisiknya, Robert Dietz dan John McHonde dari University of Illinois, AS pada tahun 1974 dalam dokumen Cosmic Debris: Meteorites in History University of California Press (1991), menyimpulkan Hajar Aswad sebenarnya adalah akik.
Menurut laman Ancient Origins, ahli geologi di Universitas Oxford, Inggris menunjukkan tanda bahwa Hajar Aswad adalah bagian dari meteorit . Ahli geologi Universitas Oxford, Anthony Hampton, mengakui bahwa penelitian terhadap Hajar Aswad sangat terbatas, karena tidak bisa sembarangan mengakses batu tersebut untuk diperiksa.
Oleh karena itu, Hampton mempelajari Hajar Aswad dengan menganalisis sampel pasir lokal yang diambil dari radius 2 kilometer dari tempat penemuan Hajar Aswad. Hasil analisis sampel mengungkapkan bahwa jumlah iridium atau logam yang ditemukan dalam meteorit di sampel tersebut memiliki kelimpahan dan lebih tinggi daripada rata-rata iridium yang ditemukan di kerak bumi.
Mengenai anggapan Hajar Aswad sebagai batu meteorit ditanggapi berbeda oleh British Natural History Museum. Lembaga ini menunjukkan kemungkinan batu suci tersebut adalah pseudometeorit, atau batu di Bumi tetapi keliru dikaitkan sebagai batu dari luar angkasa.
Pada tahun 1980, Elsebeth Thomsen dari Universitas Copenhagen, Denmark mengajukan hipotesis berbeda. Menurutnya, seperti yang dinyatakan dalam dokumentasi New Light on the Origin of the Holy Black Stone of the Ka'ba, Hajar Aswad adalah kaca pecah yang dipecahkan oleh dampak meteorit yang jatuh di Wabar, tempat di gurun Rub Al Khali, 1.000 kilometer sebelah timur Makkah. Meteorit tersebut diperkirakan jatuh 6.000 tahun lalu.
Kawah di Wabar dikenal karena banyaknya blok kaca silika yang menyatu akibat panas dampak dan diisi dengan butiran paduan besi nikel dari meteorit. Dalam puisi Arab kuno, Wabar dikenal sebagai situs kota yang menakjubkan tetapi hancur oleh api dari langit karena kejahatan kerajaan pada masa itu. Analisis ilmiah terhadap kawah Wabar pada tahun 2004 menunjukkan, dampak usia kawah Wabar diperkirakan 200-300 tahun.
Ada sejumlah versi tentang asal mulanya. Disebutkan batu hajar aswad telah ada sejak zaman Nabi Adam. Versi lainnya menyebutkan batu batu hitam yang bentuknya tidak beraturan ini muncul di era Nabi Ibrahim saat membangun Kakbah. Warna asalnya disebutkan putih seperti susu namun seiring berjalannya waktu berubah menjadi hitam lantaran dosa-dosa manusia.
Laman Steemit, Kamis (6/6/2024) melansir, sejak dahulu kala, Hajar Aswad menjadi bahan penelitian ilmiah para ilmuwan dan pencinta sejarah. Studi tentang Hajar Aswad dalam catatan sejarah muncul dari literatur Barat pada abad ke-19. Ancient-Origins mencatat penjelajah Swiss Johann Ludwig Burckhardt pada tahun 1814 mengunjungi Makkah dan kemudian memberikan deskripsi rinci tentang batu suci tersebut dalam bukunya, Travels in Arabia yang diterbitkan pada tahun 1829.
Dalam catatannya, Burckhardt menggambarkan Hajar Aswad yang berbentuk oval tidak beraturan, dengan diameter tujuh inci dan permukaan yang tidak rata. Penjelajah tersebut menulis Hajar Aswad terdiri dari berbagai potongan kecil batu yang disatukan dengan sangat halus.
Ulasan berikutnya tentang Hajar Aswad dilakukan oleh kurator Koleksi Perhiasan Kerajaan Austro-Hungaria, Paul Partsch. Sosok ini adalah orang pertama yang menyatakan bahwa Hajar Aswad adalah batu meteorit pada tahun 1857. Namun berdasarkan ciri-ciri fisiknya, Robert Dietz dan John McHonde dari University of Illinois, AS pada tahun 1974 dalam dokumen Cosmic Debris: Meteorites in History University of California Press (1991), menyimpulkan Hajar Aswad sebenarnya adalah akik.
Menurut laman Ancient Origins, ahli geologi di Universitas Oxford, Inggris menunjukkan tanda bahwa Hajar Aswad adalah bagian dari meteorit . Ahli geologi Universitas Oxford, Anthony Hampton, mengakui bahwa penelitian terhadap Hajar Aswad sangat terbatas, karena tidak bisa sembarangan mengakses batu tersebut untuk diperiksa.
Oleh karena itu, Hampton mempelajari Hajar Aswad dengan menganalisis sampel pasir lokal yang diambil dari radius 2 kilometer dari tempat penemuan Hajar Aswad. Hasil analisis sampel mengungkapkan bahwa jumlah iridium atau logam yang ditemukan dalam meteorit di sampel tersebut memiliki kelimpahan dan lebih tinggi daripada rata-rata iridium yang ditemukan di kerak bumi.
Mengenai anggapan Hajar Aswad sebagai batu meteorit ditanggapi berbeda oleh British Natural History Museum. Lembaga ini menunjukkan kemungkinan batu suci tersebut adalah pseudometeorit, atau batu di Bumi tetapi keliru dikaitkan sebagai batu dari luar angkasa.
Pada tahun 1980, Elsebeth Thomsen dari Universitas Copenhagen, Denmark mengajukan hipotesis berbeda. Menurutnya, seperti yang dinyatakan dalam dokumentasi New Light on the Origin of the Holy Black Stone of the Ka'ba, Hajar Aswad adalah kaca pecah yang dipecahkan oleh dampak meteorit yang jatuh di Wabar, tempat di gurun Rub Al Khali, 1.000 kilometer sebelah timur Makkah. Meteorit tersebut diperkirakan jatuh 6.000 tahun lalu.
Kawah di Wabar dikenal karena banyaknya blok kaca silika yang menyatu akibat panas dampak dan diisi dengan butiran paduan besi nikel dari meteorit. Dalam puisi Arab kuno, Wabar dikenal sebagai situs kota yang menakjubkan tetapi hancur oleh api dari langit karena kejahatan kerajaan pada masa itu. Analisis ilmiah terhadap kawah Wabar pada tahun 2004 menunjukkan, dampak usia kawah Wabar diperkirakan 200-300 tahun.
(msf)