Misteri Kematian 10 Miliar Kepiting Salju di Alaska Terpecahkan
loading...
A
A
A
BEIJING - Kepiting salju Alaska telah mengalami penurunan populasi dalam beberapa tahun terakhir, dengan jumlah yang menurun drastis hingga 10 miliar antara tahun 2018 dan 2021.
Dalam sebuah studi baru, para ilmuwan meneliti peristiwa kematian massal tersebut dan menyimpulkan bahwa lebih dari 98 persen kemungkinan disebabkan oleh manusia.
Para peneliti dari NOAA Fisheries menemukan bahwa kepunahan mendadak kepiting salju (Chionoecetes opilio) di Laut Bering merupakan konsekuensi langsung dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia yang menyebabkan pergeseran ekologi dari kondisi Arktik ke sub-Arktik di tenggara Laut Bering.
Seperti dilansir dari IFL Science . kepiting salju adalah spesies yang beradaptasi dengan dingin yang beradaptasi dengan sangat baik untuk hidup dalam kondisi Arktik yang dingin.
Kepiting muda tumbuh dalam air dingin, lapisan air yang suhunya kurang dari 2°C (35,6°F) yang terletak di dasar laut yang tertinggal akibat mencairnya es laut.
Lapisan air yang hampir beku tersebut bertindak sebagai penghalang terhadap predator, yang memungkinkan kepiting muda untuk berkembang dengan tenang.
Namun, kolam dingin ini menyusut dengan cepat, sehingga populasinya sangat tertekan. Suhu yang menghangat menyebabkan lingkungan mereka mengalami proses borealisasi, yaitu peralihan dari kondisi Arktik ke kondisi boreal yang biasanya terlihat di wilayah utara dengan hutan konifer.
"Yang perlu diperhatikan secara khusus adalah kondisi boreal yang terkait kematian kepiting salju lebih dari 200 kali lebih mungkin terjadi pada iklim saat ini," kata Mike Litzow, penulis utama dan direktur Kodiak Lab di Alaska Fisheries Science Center, dalam sebuah pernyataan.
"Yang lebih memprihatinkan adalah kondisi Arktik. Kemampuan kepiting salju untuk mempertahankan peran dominannya di tenggara Laut Bering diperkirakan akan terus menurun di masa mendatang,” kata Litzow.
Dalam sebuah studi baru, para ilmuwan meneliti peristiwa kematian massal tersebut dan menyimpulkan bahwa lebih dari 98 persen kemungkinan disebabkan oleh manusia.
Para peneliti dari NOAA Fisheries menemukan bahwa kepunahan mendadak kepiting salju (Chionoecetes opilio) di Laut Bering merupakan konsekuensi langsung dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia yang menyebabkan pergeseran ekologi dari kondisi Arktik ke sub-Arktik di tenggara Laut Bering.
Seperti dilansir dari IFL Science . kepiting salju adalah spesies yang beradaptasi dengan dingin yang beradaptasi dengan sangat baik untuk hidup dalam kondisi Arktik yang dingin.
Kepiting muda tumbuh dalam air dingin, lapisan air yang suhunya kurang dari 2°C (35,6°F) yang terletak di dasar laut yang tertinggal akibat mencairnya es laut.
Lapisan air yang hampir beku tersebut bertindak sebagai penghalang terhadap predator, yang memungkinkan kepiting muda untuk berkembang dengan tenang.
Namun, kolam dingin ini menyusut dengan cepat, sehingga populasinya sangat tertekan. Suhu yang menghangat menyebabkan lingkungan mereka mengalami proses borealisasi, yaitu peralihan dari kondisi Arktik ke kondisi boreal yang biasanya terlihat di wilayah utara dengan hutan konifer.
"Yang perlu diperhatikan secara khusus adalah kondisi boreal yang terkait kematian kepiting salju lebih dari 200 kali lebih mungkin terjadi pada iklim saat ini," kata Mike Litzow, penulis utama dan direktur Kodiak Lab di Alaska Fisheries Science Center, dalam sebuah pernyataan.
"Yang lebih memprihatinkan adalah kondisi Arktik. Kemampuan kepiting salju untuk mempertahankan peran dominannya di tenggara Laut Bering diperkirakan akan terus menurun di masa mendatang,” kata Litzow.
(wbs)