Kehebatan Drone Dragon Ukraina, Semburkan Api yang Tak Bisa Dipadamkan
loading...
A
A
A
"Perlu dipahami bahwa ini bukan thermobar, tidak meledak, tetapi terbakar. Ini dirancang untuk dijatuhkan dari drone dari ketinggian hingga 30 m."
Munisi tersebut dirancang untuk mulai terbakar saat terbang setelah diinisiasi. "Jika mengenai tempat yang tidak ada alasan untuk dibakar - maka itu tidak akan membakar apa pun," tulis Steel Hornets.
"Semakin tinggi ketinggian jatuhnya, semakin besar kemungkinan terjadinya pantulan dari tempat jatuhnya. Saat terbakar pada permukaan miring - logam cair akan mengalir dan pembakaran akan lebih buruk."
Dibombardir drone Dragon menggunakan thermite, Rusia pun tak tinggal diam. Mereka juga sedang mengupayakan penggunaan drone penyebar thermite. Video yang diunggah saluran Telegram Landmines and Coffee menunjukkan salah satu upaya tersebut.
Rusia memodifikasi mortir 120 mm dengan kandungan thermite. Video berdurasi 62 detik tersebut menunjukkan demonstrasi teknologi tersebut. Drone milik Rusia tersebut melayang beberapa kaki dari tanah, mengeluarkan aliran api dan menjatuhkan thermite, menciptakan api saat mengenai tanah.
Penggunaan thermite dalam perang bukan hal baru. Pada Mei 2022, video muncul di media sosial menunjukkan Rusia mungkin telah menggunakan peluru artileri yang mengandung campuran thermite untuk mengebom Mariupol. Beberapa bulan kemudian, video lain menunjukkan kota Marinka di Donetsk yang diserang dengan peluru artileri bermuatan thermite.
Dalam dua kasus tersebut, awan berapi-api jatuh dari langit secara tidak pilih-pilih membakar area yang luas. Thermite juga telah digunakan dalam granat yang dijatuhkan oleh drone dan digunakan untuk menyerang kendaraan tempur.
Sejatinya Protokol tentang larangan atau pembatasan penggunaan senjata pembakar telah ada. Hal ini bertujuan melindungi warga sipil dan objek sipil dari penggunaan jenis senjata ini. Protokol ini melarang menargetkan warga sipil dan membatasi menargetkan objek militer yang terletak di dalam daerah berpenduduk. Protokol ini juga melarang penggunaan senjata pembakar pada hutan atau tanaman lainnya kecuali jika vegetasi tersebut digunakan untuk menyembunyikan objek militer.
Human Rights Watch mengecam pengecualian tersebut sebagai celah hukum dalam Konvensi Jenewa. "Senjata pembakar mengandung senyawa kimia yang berbeda, seperti napalm atau thermite, yang menyala dan menyebabkan penderitaan manusia yang signifikan pada saat serangan dan dalam beberapa minggu, bulan, dan bahkan tahun-tahun berikutnya."
Munisi tersebut dirancang untuk mulai terbakar saat terbang setelah diinisiasi. "Jika mengenai tempat yang tidak ada alasan untuk dibakar - maka itu tidak akan membakar apa pun," tulis Steel Hornets.
"Semakin tinggi ketinggian jatuhnya, semakin besar kemungkinan terjadinya pantulan dari tempat jatuhnya. Saat terbakar pada permukaan miring - logam cair akan mengalir dan pembakaran akan lebih buruk."
Dibombardir drone Dragon menggunakan thermite, Rusia pun tak tinggal diam. Mereka juga sedang mengupayakan penggunaan drone penyebar thermite. Video yang diunggah saluran Telegram Landmines and Coffee menunjukkan salah satu upaya tersebut.
Rusia memodifikasi mortir 120 mm dengan kandungan thermite. Video berdurasi 62 detik tersebut menunjukkan demonstrasi teknologi tersebut. Drone milik Rusia tersebut melayang beberapa kaki dari tanah, mengeluarkan aliran api dan menjatuhkan thermite, menciptakan api saat mengenai tanah.
Penggunaan thermite dalam perang bukan hal baru. Pada Mei 2022, video muncul di media sosial menunjukkan Rusia mungkin telah menggunakan peluru artileri yang mengandung campuran thermite untuk mengebom Mariupol. Beberapa bulan kemudian, video lain menunjukkan kota Marinka di Donetsk yang diserang dengan peluru artileri bermuatan thermite.
Dalam dua kasus tersebut, awan berapi-api jatuh dari langit secara tidak pilih-pilih membakar area yang luas. Thermite juga telah digunakan dalam granat yang dijatuhkan oleh drone dan digunakan untuk menyerang kendaraan tempur.
Sejatinya Protokol tentang larangan atau pembatasan penggunaan senjata pembakar telah ada. Hal ini bertujuan melindungi warga sipil dan objek sipil dari penggunaan jenis senjata ini. Protokol ini melarang menargetkan warga sipil dan membatasi menargetkan objek militer yang terletak di dalam daerah berpenduduk. Protokol ini juga melarang penggunaan senjata pembakar pada hutan atau tanaman lainnya kecuali jika vegetasi tersebut digunakan untuk menyembunyikan objek militer.
Human Rights Watch mengecam pengecualian tersebut sebagai celah hukum dalam Konvensi Jenewa. "Senjata pembakar mengandung senyawa kimia yang berbeda, seperti napalm atau thermite, yang menyala dan menyebabkan penderitaan manusia yang signifikan pada saat serangan dan dalam beberapa minggu, bulan, dan bahkan tahun-tahun berikutnya."