Mutasi Sempurna COVID-19 Terjadi di Indonesia, Dunia Keluarkan Tanda Bahaya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penelitian terbaru menemukan bahwa virus COVID-19 yang merajalela di seluruh dunia, telah mengalami mutasi. Bahkan Ilmuwan dunia mengatakan mutasi corona paling mengerikan telah terjadi di Indonesia dan Malaysia.
BACA JUGA - Ketakutan Dunia dan Gates Foundation Jika 3 Bulan Lagi Vaksin COVID-19 Belum Ada
Seperti dilansir dari Daily, Mutasi bernama “D614G” itu akan membuat virus lebih mudah menyerang tubuh manusia, mengakibatkan infektivitas virus meningkat beberapa kali lipat. BACA JUGA - Bajaj Siap Gempur Vespa Matik dengan Husqvarna E-01
Ahli terkait mengingatkan masyarakat untuk tidak melonggarkan kewaspadaan karena epidemi telah berlangsung selama lebih dari setengah tahun. Corona virus gelombang kedua sama menakutkan dan “sangat, sangat mengerikan.”
(Baca juga : Viral Surati Jokowi Terkait PSBB, Budi Hartono Miliki Kekayaan Rp260 Triliun )
Hingga 7 Juli 2020, sekitar 11.748.985 orang di seluruh dunia terinfeksi, 540.860 orang meninggal dunia dan jumlah infeksi baru terus mencatat rekor tertinggi setiap hari.
Menurut penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal terkenal “Cell” pada 2 Juli, varian dari coronavirus yang saat ini beredar secara global lebih rentan menginfeksi sel manusia daripada virus dari daratan China. Ini juga salah satu sebab meningkatnya pandemi di Amerika Serikat, Amerika Selatan bahkan Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia.
BahkanAmerika Serikat memperingatkan warganya untuk tidak bepergian ke Indonesia sementara ini, kecuali kepentingan mendesak. Peringatan level 3 itu dikeluarkan Central Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di negara tersebut.
Para peneliti dari Los Alamos National Laboratory, New Mexico, AS, dan Duke University, North Carolina bekerja sama dengan tim peneliti dari University of Sheffield, Inggris untuk bersama-sama meneliti urutan genom dari coronavirus- COVID-19.
Penelitian tersebut menemukan bahwa 29% dari sampel virus corona menunjukkan mutasi D614G. Dilihat dari bentuknya, virus D614G memiliki jumlah mahkota yang menonjol empat hingga lima kali lebih banyak ketimbang Covid-19.
BACA JUGA - Ketakutan Dunia dan Gates Foundation Jika 3 Bulan Lagi Vaksin COVID-19 Belum Ada
Seperti dilansir dari Daily, Mutasi bernama “D614G” itu akan membuat virus lebih mudah menyerang tubuh manusia, mengakibatkan infektivitas virus meningkat beberapa kali lipat. BACA JUGA - Bajaj Siap Gempur Vespa Matik dengan Husqvarna E-01
Ahli terkait mengingatkan masyarakat untuk tidak melonggarkan kewaspadaan karena epidemi telah berlangsung selama lebih dari setengah tahun. Corona virus gelombang kedua sama menakutkan dan “sangat, sangat mengerikan.”
(Baca juga : Viral Surati Jokowi Terkait PSBB, Budi Hartono Miliki Kekayaan Rp260 Triliun )
Hingga 7 Juli 2020, sekitar 11.748.985 orang di seluruh dunia terinfeksi, 540.860 orang meninggal dunia dan jumlah infeksi baru terus mencatat rekor tertinggi setiap hari.
Menurut penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal terkenal “Cell” pada 2 Juli, varian dari coronavirus yang saat ini beredar secara global lebih rentan menginfeksi sel manusia daripada virus dari daratan China. Ini juga salah satu sebab meningkatnya pandemi di Amerika Serikat, Amerika Selatan bahkan Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia.
BahkanAmerika Serikat memperingatkan warganya untuk tidak bepergian ke Indonesia sementara ini, kecuali kepentingan mendesak. Peringatan level 3 itu dikeluarkan Central Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di negara tersebut.
Para peneliti dari Los Alamos National Laboratory, New Mexico, AS, dan Duke University, North Carolina bekerja sama dengan tim peneliti dari University of Sheffield, Inggris untuk bersama-sama meneliti urutan genom dari coronavirus- COVID-19.
Penelitian tersebut menemukan bahwa 29% dari sampel virus corona menunjukkan mutasi D614G. Dilihat dari bentuknya, virus D614G memiliki jumlah mahkota yang menonjol empat hingga lima kali lebih banyak ketimbang Covid-19.