Pesawat Hidrogen Siap Terbang

Rabu, 23 September 2020 - 06:35 WIB
loading...
Pesawat Hidrogen Siap...
Foto/Airbus.com
A A A
PARIS - Harapan pesawat udara pada masa mendatang akan meninggalkan bahan bakar fosil dan diganti dengan hidrogen kian mendekati kenyataan. Perusahaan pesawat asal Prancis, Airbus, telah menyingkap tiga konsep pesawat bertenaga hidrogen. Inovasi Airbus ini menjadikan persaingan model pesawat hidrogen pun semakin ketat. Sebelumnya Boeing, produsen pesawat asal Amerika Serikat, dan Tupolev dari Rusia, sudah lebih dulu melakukan pengembangan.

Langkah Airbus tersebut adalah konsekuensi program pengurangan emisi gas rumah kaca sesuai kesepakatan antarnegara Eropa. Di atas kertas, pesawat tersebut mirip dengan pesawat konvensional. Bedanya, pesawat ini tidak akan mengeluarkan polusi seperti pesawat berbahan bakar fosil. (Baca: Umur, Sebuah Nikmat yang Akan Ditanya Tentangnya)

Airbus menargetkan pada 2035 seluruh pesawat komersial pabrikannya dipastikan bebas karbon. Konsep pesawat yang diungkap Airbus meliputi pesawat dengan mesin jet turbofan. Pesawat tersebut mampu mengangkut sekitar 120-200 penumpang dengan daya jelajah 2.000 nautical miles. Namun, soal target waktu 2035, para ahli menilai rencana tersebut terlalu ambisius.

Pesawat Hidrogen Siap Terbang


Pesawat kedua yang disiapkan Airbus dilengkapi mesin jet turboprop dengan kapasitas 100 penumpang. Adapun daya jelajahnya 1.000 nautical miles. Meski seperti pesawat biasa, mesinnya dirancang khusus agar dapat berfungsi terhadap bahan bakar cair hidrogen yang disimpan di bagian belakang. Pesawat lainnya memiliki rancangan unik yang tidak biasa.

Airbus kini menjalin kerja sama dengan perusahaan lain untuk melihat penerapan konsep tersebut di lapangan. “Hasilnya dapat diketahui secepatnya tahun depan. Pihak demonstrator akan berupaya untuk menguji bagian mana dari konsep arsitektur ini yang dapat berfungsi dengan baik,” ucap Chief Technology Officer Airbus Grazia Vittadini.

Jika berhasil, Airbus menyatakan teknologi itu kemungkinan besar dapat diterapkan di seluruh jenis pesawat pabrikan Airbus. Vittadini mengatakan, untuk mencapai target perusahaan pada 2035, Airbus sudah harus dapat memilih teknologi ramah lingkungan yang akan digunakan mulai 2025. Target itu kini terus dikejar dengan akselerasi inovasi. (Baca juga: Kasus Corona Capai 4.000 per Hari, IDI Berikan Dua Solusi)

Tantangan terbesar dalam penggunaan bahan bakar hidrogen ialah cara penyimpanannya di suhu sangat rendah selama penerbangan. Namun, Airbus membantah cairan hidrogen tidak aman. Mereka justru optimistis hidrogen akan menjadi terobosan baru yang digunakan secara massal di masa depan sehingga layak diperjuangkan.

Perdebatan tentang penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar transportasi sudah mencuat sejak 1970-an. Dibandingkan bahan bakar fosil, bahan bakar tersebut sangat mahal, bahkan terlalu mahal untuk bisnis di sektor transportasi. Sebagian ahli menyatakan harga bahan bakar hidrogen dapat ditekan seiring dengan investasi dan permintaan.

Pesawat Hidrogen Siap Terbang


Sebagian besar hidrogen yang digunakan saat ini merupakan hasil ekstraksi dari gas alam. Namun, Airbus menyatakan hidrogen yang mereka gunakan merupakan hasil produksi dari energi terbarukan dan ekstraksi air dengan teknologi elektrolisis. Prosesnya bebas karbon, tapi harganya masih jauh lebih mahal dibanding bahan bakar fosil.

Airbus mengakui penggunaan hidrogen dalam skala besar harus dibarengi dengan investasi besar untuk pembangunan infrastruktur. ”Transisi menuju bahan bakar hidrogen sebagai sumber tenaga utama pesawat akan memerlukan aksi berkesinambungan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama penerbangan,” kata Vittadini.

Sementara itu, produsen pesawat asal Rusia, Tupolev, telah membuat purwarupa pesawat bertenaga hidrogen yang diberi nama Tu-155. Pesawat itu telah menjalani misi penerbangan pada 1989. Pesawat eksperimen itu mampu terbang dengan berbahan hidrogen cair. (Baca juga: Duh! Pemerintah Tambah Sempoyongan Tanggung Beban Utang)

Kemudian, Boeing Research & Technology Europe (BR&TE) juga membuat pesawat sipil bernama Diamond Aircraft Industries DA20 dengan bahan bakar hidrogen cair. Boeing juga mengumumkan Boeing Theator yang hanya membutuhkan 45 kW untuk lepas landas dan 20 kW selama penerbangan. Pada Juli 2010, Boeing juga merilis pesawat bertenaga hidrogen bernama Phantom Eye UAV, yang menggunakan Ford Motor Company.

Selain itu, Lange Aviation GmbH dan pusat antariksa Jerman juga membuat pesawat bertenaga hidrogen yang diberi nama Antares DLR-H2. Pesawat tersebut menggunakan energi bertenaga rendah dari hidrogen.

Pesawat Hidrogen Siap Terbang


Pada 2010, pesawat bertenaga hidrogen pertama di Eropa dan dunia bernama Rapid 200-FC menjalani enam kali uji terbang. HY4 juga menjadi pesawat penumpang sipil dengan bertenaga hidrogen yang menjalani uji terbang di Stuttgart, Jerman pada September 2016.

Lockheed CL-400 Suntan merupakan pesawat purwarupa berbahan hidrogen yang gagal. Program itu dibatalkan pada 1958. Padahal, pesawat itu diprediksi bisa menggantikan pesawat pengebom U-2. Pesawat itu mampu terbang di atas ketinggian 30.000 kaki dan mampu terbang dengan durasi 25 jam.

Perusahaan lain juga berupaya membuat pesawat ramah lingkungan. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) telah menciptakan pesawat kecil eCaravan. Pesawat modifikasi dari pesawat Cessna Caravan 208B itu telah mengalami kemajuan dari bahan bakar konvensional menjadi listrik. Kini, eCaravan menjadi pesawat listrik terbesar yang sukses mengudara di langit AS. (Baca juga: Arab Saudi Siap-siap Cabut Larangan Umrah)

Perbedaan antara energi listrik dan konvensional sangat jauh, bahkan terpisah 14 kali lipat. Namun, energi listrik diyakini akan dapat berfungsi secara lebih efektif dan hemat. Susan Liscouët-Hanke, insinyur penerbangan dari Concordia University, mengatakan saat ini energi konvensional belum dapat digantikan.

Senada dengan Susan, Duncan Walker dari Loughborough University mengatakan bahan bakar konvensional lebih efisien dari segi bentuk dan beban. Dia juga memperhitungkan Airbus A380 hanya akan bisa terbang sejauh 1.000 kilometer menggunakan baterai kontra 15.000 kilometer menggunakan kerosene.

“Untuk melakukan penerbangan tersebut, pesawat A380 akan memiliki berat 30 kali lipat dibandingkan menggunakan bahan bakar konvensional,” kata Walker. Dengan demikian, para ahli memperkirakan penggunaan baterai kemungkinan hanya dapat diterapkan di dalam pesawat kecil dan dalam perjalanan jarak dekat. (Lihat videonya: Merasa Jenuh, Pasien Covid-19 di Kalteng Jebol Ruang Isolasi)

Perusahaan perbankan UBS memprediksi sektor penerbangan akan beralih dari mesin konvensional menuju mesin hibrida atau listrik dengan tingkat permintaan sekitar 550 pesawat per tahun antara tahun 2028-2040. Sejauh ini, meski mesin listrik mengalami kemajuan begitu pesat, teknologi baterai masih stagnan. (Muh Shamil)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3987 seconds (0.1#10.140)