Ulasan Lengkap Riset Potensi Gempa dan Tsunami di Selatan Jawa
loading...
A
A
A
BANDUNG - Sebuah penelitian menunjukan tentang adanya potensi gempa berkekuatan besar di selatan Pulau Jawa. Penelitian hasil kolaborasi 11 peneliti dari berbagai institusi berbeda dengan judul implikasi gempa bumi megathrust dan tsunami dari celah seismik di selatan Jawa Indonesia.
Seperti judulnya, riset yang di publish di jurnal ilmiah Nature ini meneliti berbagai sisi tentang seismic gap di selatan Pulau Jawa.
Kajian para peneliti ini mengungkap relokasi gempa bumi yang dicatat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Indonesia dan inversi data global positioning system (GPS) menunjukan ada celah seismik yang jelas di sebelah selatan Pulau Jawa.
Kesenjangan seismik itu diduga terkait dengan sumber potensi gempa megathrust di masa depan di wilayah tersebut.
Untuk menilai bahaya gelombang yang akan terjadi, pemodelan tsunami dilakukan berdasarkan beberapa skenario yang melibatkan gempa bumi tsunamigenik besar yang ditimbulkan oleh pecahan di sepanjang segmen megathrust selatan Jawa.
Dari hasil pemodelan dalam penelitian ini menunjukkan skenario terburuknya jika 2 segmen megatrust di selatan Jawa pecah secara bersamaan, terdapat potensi tsunami dengan ketinggian maksimum hingga 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di Jawa Timur.
Dalam skenario terburuk gempa megatrust tersebut, rata-rata ketinggian maksimum tsunami di seluruh pantai selatan Jawa adalah 4,5 meter.
Para peneliti dalam riset ini menyimpulkan hasil pemodelan mereka selaras dengan seruan untuk memperkuat Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS), khususnya di Jawa yang padat penduduk.
Dalam penelitian itu juga disebutkan celah seismik di lepas pantai barat daya Sumatera, yang memiliki risiko untuk dapat terjadinya peristiwa megathrust di masa depan, telah dipelajari secara rinci.
Di sisi lain, celah seismik yang lebih jauh ke tenggara di sepanjang Busur Sunda berbatasan dengan Jawa, pulau utama Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 150 juta orang, kurang dipelajari secara intensif.
Daerah-daerah di sepanjang pantai selatan Jawa, misalnya Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Pacitan, dan Banyuwangi, telah berkembang pesat belakangan ini dan rentan terhadap gempa bumi besar dan tsunami terkait.
Di selatan Jawa, dasar laut usia Jurassic dengan tutupan sedimen yang tebal menunjam di bawah tepi tepi Sundaland di Palung Jawa.
Tidak adanya gempa bumi besar baru-baru ini dapat menunjukkan bahwa peristiwa tsunamigenik yang lebih dahsyat di sepanjang pantai selatan Jawa merupakan ancaman potensial.
Jika ini benar, maka pemberlakuan peringatan dini yang efektif perlu menjadi prioritas utama, karena kebanyakan orang yang tinggal di daerah berisiko tinggi tsunami akan memiliki sedikit waktu untuk mengungsi.
Namun, adanya celah seismik tidak selalu berarti akumulasi regangan elastis, karena kejadian slip lambat dapat bertanggung jawab atas pelepasan energi yang berkelanjutan.
Sementara tidak ada bukti pergelinciran lambat di sepanjang Palung Jawa. Ini mungkin karena kurangnya pengamatan, tetapi hal tersebut bisa diperoleh dengan investigasi geodetik dasar laut.
Namun demikian, meski pergelinciran lambat tidak bisa dibuktikan, belakangan ini studi telah menemukan bukti endapan tsunamigenik di sepanjang garis pantai yang menghadap Palung Jawa, titik yang dimana terjadinya peristiwa megathurst bersejarah.
Pada Studi ini, para ilmuwan menggunakan data yang diambil katalog dari Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS) yang dilaporkan oleh BMKG, yang digabung dengan data dari Katalog International Seismological Centre (ISC), untuk menginvestigiasi potensi dari terjadinya gempa bumi megathrust dan tsunami yang menyusul di wilayah selatan Pulau Jawa.
Dari penggabungan kedua data ini, para ilmuwan mengekstraksi gelombang P dan S dari gelombang tiba dari 436 titik seismik lokal, regional, dan jarak teleseismic dalam periode April 2009 hingga November 2018.
Seperti judulnya, riset yang di publish di jurnal ilmiah Nature ini meneliti berbagai sisi tentang seismic gap di selatan Pulau Jawa.
Kajian para peneliti ini mengungkap relokasi gempa bumi yang dicatat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Indonesia dan inversi data global positioning system (GPS) menunjukan ada celah seismik yang jelas di sebelah selatan Pulau Jawa.
Kesenjangan seismik itu diduga terkait dengan sumber potensi gempa megathrust di masa depan di wilayah tersebut.
Untuk menilai bahaya gelombang yang akan terjadi, pemodelan tsunami dilakukan berdasarkan beberapa skenario yang melibatkan gempa bumi tsunamigenik besar yang ditimbulkan oleh pecahan di sepanjang segmen megathrust selatan Jawa.
Dari hasil pemodelan dalam penelitian ini menunjukkan skenario terburuknya jika 2 segmen megatrust di selatan Jawa pecah secara bersamaan, terdapat potensi tsunami dengan ketinggian maksimum hingga 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di Jawa Timur.
Dalam skenario terburuk gempa megatrust tersebut, rata-rata ketinggian maksimum tsunami di seluruh pantai selatan Jawa adalah 4,5 meter.
Para peneliti dalam riset ini menyimpulkan hasil pemodelan mereka selaras dengan seruan untuk memperkuat Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS), khususnya di Jawa yang padat penduduk.
Dalam penelitian itu juga disebutkan celah seismik di lepas pantai barat daya Sumatera, yang memiliki risiko untuk dapat terjadinya peristiwa megathrust di masa depan, telah dipelajari secara rinci.
Di sisi lain, celah seismik yang lebih jauh ke tenggara di sepanjang Busur Sunda berbatasan dengan Jawa, pulau utama Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 150 juta orang, kurang dipelajari secara intensif.
Daerah-daerah di sepanjang pantai selatan Jawa, misalnya Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Pacitan, dan Banyuwangi, telah berkembang pesat belakangan ini dan rentan terhadap gempa bumi besar dan tsunami terkait.
Di selatan Jawa, dasar laut usia Jurassic dengan tutupan sedimen yang tebal menunjam di bawah tepi tepi Sundaland di Palung Jawa.
Tidak adanya gempa bumi besar baru-baru ini dapat menunjukkan bahwa peristiwa tsunamigenik yang lebih dahsyat di sepanjang pantai selatan Jawa merupakan ancaman potensial.
Jika ini benar, maka pemberlakuan peringatan dini yang efektif perlu menjadi prioritas utama, karena kebanyakan orang yang tinggal di daerah berisiko tinggi tsunami akan memiliki sedikit waktu untuk mengungsi.
Namun, adanya celah seismik tidak selalu berarti akumulasi regangan elastis, karena kejadian slip lambat dapat bertanggung jawab atas pelepasan energi yang berkelanjutan.
Sementara tidak ada bukti pergelinciran lambat di sepanjang Palung Jawa. Ini mungkin karena kurangnya pengamatan, tetapi hal tersebut bisa diperoleh dengan investigasi geodetik dasar laut.
Namun demikian, meski pergelinciran lambat tidak bisa dibuktikan, belakangan ini studi telah menemukan bukti endapan tsunamigenik di sepanjang garis pantai yang menghadap Palung Jawa, titik yang dimana terjadinya peristiwa megathurst bersejarah.
Pada Studi ini, para ilmuwan menggunakan data yang diambil katalog dari Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS) yang dilaporkan oleh BMKG, yang digabung dengan data dari Katalog International Seismological Centre (ISC), untuk menginvestigiasi potensi dari terjadinya gempa bumi megathrust dan tsunami yang menyusul di wilayah selatan Pulau Jawa.
Baca Juga
Dari penggabungan kedua data ini, para ilmuwan mengekstraksi gelombang P dan S dari gelombang tiba dari 436 titik seismik lokal, regional, dan jarak teleseismic dalam periode April 2009 hingga November 2018.
(wbs)