Ini Dia Batuan Luar Angkasa Sang Pembunuh Dinosaurus

Kamis, 18 Februari 2021 - 21:48 WIB
loading...
Ini Dia Batuan Luar Angkasa Sang Pembunuh Dinosaurus
Sebuah studi baru menunjukkan objek pembunuh Dinosaurus adalah sepotong komet dari awan Oort, massa benda es yang mengelilingi tepi luar tata surya. Foto/ Public domain
A A A
JAKARTA - Bongkahan batuan luar angkasa yang membunuh Dinosaurus nonavian (bukan burung) kemungkinan adalah bagian dari komet yang "ditendang" oleh gravitasi Jupiter ke jalur tabrakan dengan Bumi.

Sebuah studi baru menunjukkan objek pembunuh Dinosaurus bukanlah asteroid dari antara Jupiter dan Mars, seperti yang sering dihipotesiskan. Sebaliknya, penulis studi berpendapat, penabrak itu adalah sepotong komet dari awan Oort, massa benda es yang mengelilingi tepi luar tata surya.

Apa yang disebut komet periode panjang dari awan Oort membutuhkan waktu ratusan tahun untuk mengelilingi Matahari. Penelitian sebelumnya menunjukkan peluang mereka untuk melintasi jalur planet terlalu rendah untuk membuat batuan itu kemungkinan menjadi penyebab kepunahan dari Dinosaurus nonavian -dan 75% dari semua kehidupan lain di Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu.
Ini Dia Batuan Luar Angkasa Sang Pembunuh Dinosaurus

Dalam gambar yang disempurnakan dengan komputer ini, batas luar kawah Chicxulub terlihat sebagai garis hijau gelap setengah lingkaran di pojok kiri atas Semenanjung Yucatan -palung dengan kedalaman 3-5 km dan lebar 5 km. Foto/NASA/JPL/NGA

Tetapi penelitian baru, yang diterbitkan 15 Februari di jurnal Scientific Reports, menemukan bahwa gravitasi Jupiter mendorong sekitar 20% komet berperioda panjang ini mendekati Matahari, di mana mereka pecah. Fragmen yang dihasilkan 10 kali lebih mungkin dibandingkan komet awan Oort lainnya untuk menghantam Bumi.

Dampak pada akhir periode Cretaceous meninggalkan sebuah kawah dengan diameter sekitar 93 mil (150 kilometer) di dekat Kota Chicxulub, Meksiko saat ini, memberikan nama batu ruang angkasa itu, penabrak Chicxulub. Batuan itu setidaknya memiliki lebar 6 mil (9,6 km) dan menghantam planet dengan kecepatan sekitar 44.640 mph (71.840 km/jam), menurut para peneliti di University of Texas di Austin. Ini memicu tsunami setinggi satu mil dan melelehkan kerak pada titik benturan.

Laman Live Science menuliskan, dari mana asal penabrak Chicxulub masih diperdebatkan. Analisis geologi kawah menunjukkan itu adalah kondrit berkarbon, sejenis meteor yang hanya membentuk sekitar 10% dari yang ditemukan di sabuk asteroid utama di tata surya. Ada kemungkinan lebih banyak objek di awan Oort yang memiliki komposisi ini, menurut penulis studi Avi Loeb, astronom di Universitas Harvard, dan Amir Siraj, mahasiswa astronomi di Havard.

Para peneliti mensimulasikan jalur komet berperiode panjang dari awan Oort melewati Jupiter dan menemukan bahwa medan gravitasi planet terbesar di tata surya mengubah sekitar seperlima komet berperiode panjang menjadi "pemakan Matahari". Yakni, komet yang melintas sangat dekat dengan Matahari. Pada jarak dekat, gravitasi Matahari menarik lebih keras di sisi terdekat daripada sisi jauh komet jenis ini, menciptakan gaya pasang surut yang dapat memecah komet.

Kemungkinan Tabrakan
Fragmen dari pecahan langit ini lebih mungkin daripada sebuah komet utuh untuk berpotongan dengan Bumi dalam perjalanan kembali mereka menuju awan Oort. "Peristiwa semacam itu mampu menghasilkan dampak seukuran Chicxulub setiap 250 juta hingga 730 juta tahun," kata para peneliti.

"Makalah kami memberikan dasar untuk menjelaskan terjadinya peristiwa ini," kata Loeb dalam sebuah pernyataan. "Kami menyarankan bahwa, pada kenyataannya, jika Anda memecah sebuah objek saat mendekati Matahari, hal itu dapat menimbulkan tingkat kejadian yang sesuai dan juga jenis dampak yang membunuh dinosaurus."

Kawah Zhamanshin di Kazakhstan, yang merupakan kawah tumbukan terbesar yang dibuat dalam jutaan tahun terakhir, mungkin juga telah dibuat oleh chondrite berkarbon, tulis Loeb dan Sajir di makalah barunya. Hal ini mendukung teori bahwa jenis fragmen besar ini relatif mungkin terjadi untuk menghantam Bumi. Lebih banyak penelitian tentang kawah tumbukan Bumi dan komposisi komet dapat membantu memperkuat bukti untuk hipotesis tersebut.

"Kita seharusnya melihat fragmen yang lebih kecil lebih sering datang ke Bumi dari awan Oort," kata Loeb. "Saya berharap kita dapat menguji teori ini dengan memiliki lebih banyak data tentang komet berperiode panjang, mendapatkan statistik yang lebih baik dan mungkin melihat bukti untuk beberapa fragmen."
(iqb)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1440 seconds (0.1#10.140)