Masuk Indonesia, Benarkah Vaksin AstraZeneca Bekukan Darah?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah negara membekukan penggunaan vaksin AstraZeneca untuk mencegah COVID-19 karena diduga membekukan darah peserta vaksin. Namun alasan ini disangkal WHO.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan, tidak ada bukti bahwa vaksin COVID-19 Oxford/AstraZeneca menyebabkan pembekuan darah dan mendesak negara-negara penerima untuk terus menggunakannya. “Sangat penting untuk dipahami bahwa, ya, kami harus terus menggunakan vaksin AstraZeneca,” kata Margaret Harris, Juru Bicara WHO, dalam sebuah penjelasan pada 12 Maret.
Komite Penasihat Global WHO untuk keamanan vaksin sedang meninjau laporan pembekuan darah pada beberapa orang yang menerima vaksin Oxford/AstraZeneca. Sejumlah negara, termasuk Denmark, Norwegia, dan Islandia, telah menangguhkan penggunaannya sebagai tindakan pencegahan.
Sementara Thailand telah menunda peluncuran vaksinnya, yang semula dijadwalkan dimulai pada 12 Maret. Ada 30 kasus pembekuan darah di antara 5 juta orang di Uni Eropa yang telah menerima vaksin pada 11 Maret, menurut European Medicines Agency (EMA), seperti dilansir newscientist.com.
Lebih dari 11 juta dosis vaksin covid-19 Oxford / AstraZeneca telah diberikan di Inggris sejauh ini, kata Phil Bryan, Kepala Keamanan Vaksin MHRA, dalam sebuah pernyataan. "Laporan pembekuan darah yang diterima sejauh ini tidak lebih dari jumlah yang akan terjadi secara alami dalam populasi saat itu," katanya.
Badan Pengatur Produk Kesehatan dan Obat-obatan Inggris (MHRA), mengatakan, orang-orang di Inggris harus tetap pergi ke layanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin COVID-19 ketika diminta. "Saat ini tidak ada indikasi bahwa vaksinasi menyebabkan kondisi ini (pembekuan darah)," kata EMA.
Harris, mengatakan, data WHO menunjukkan bahwa lebih dari 268 juta dosis vaksin COVID telah diberikan di seluruh dunia. Dan mereka tidak menemukan kematian yang disebabkan oleh vaksin tersebut.
Untuk diketahui Lebih dari 1,1 juta dosis vaksin buatan Oxford-AstraZeneca telah tiba di Indonesia Senin sore. Vaksin didatangkan melalui skema COVAX dari WHO.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri sudah menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat untuk vaksin Astrazeneca pada 22 Februari 2021. Dengan demikian, vaksin bisa digunakan di Indonesia.
Sementara itu, hasil awal dari survei terhadap orang yang menderita COVID-19 di Inggris menemukan 93% responden melaporkan gejala yang terus berlanjut, dengan kelelahan menjadi gejala yang paling umum, dilaporkan oleh 77% dari orang-orang tersebut. Gejala yang paling sering dilaporkan berikutnya adalah sesak napas, dialami oleh 54% orang dengan gejala yang sedang berlangsung.
Survei tersebut juga menemukan bahwa pada orang di bawah usia 50, hasil yang lebih buruk bagi wanita dibandingkan pria, dengan wanita yang disurvei lebih dari lima kali lebih mungkin untuk melaporkan gejala yang menetap dibandingkan dengan pria. Hasil awal didasarkan pada 325 peserta yang telah dirawat di salah satu dari 31 rumah sakit Inggris dengan COVID antara 5 Februari dan 4 Oktober 2020. Penelitian ini dilakukan oleh ISARIC4C, sebuah konsorsium dokter dan peneliti di Inggris yang mempelajari covid- 19.
Di sisi lain, vaksin yang dikembangkan oleh Novavax ditemukan 89% efektif mencegah kasus COVID-19 dalam percobaan yang melibatkan lebih dari 15.000 peserta di Inggris. Efektivitas vaksin adalah 96% untuk pencegahan kasus yang disebabkan oleh varian virus Corona asli dan 86% untuk kasus yang disebabkan oleh varian B.1.1.7 yang pertama kali diidentifikasi di Inggris.
Dalam uji coba lebih kecil yang dilakukan di Afrika Selatan, di mana varian B.1.351 sangat lazim, vaksin ditemukan 60% efektif di antara 94% peserta uji coba yang HIV-negatif, dan 49% efektif secara keseluruhan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan, tidak ada bukti bahwa vaksin COVID-19 Oxford/AstraZeneca menyebabkan pembekuan darah dan mendesak negara-negara penerima untuk terus menggunakannya. “Sangat penting untuk dipahami bahwa, ya, kami harus terus menggunakan vaksin AstraZeneca,” kata Margaret Harris, Juru Bicara WHO, dalam sebuah penjelasan pada 12 Maret.
Komite Penasihat Global WHO untuk keamanan vaksin sedang meninjau laporan pembekuan darah pada beberapa orang yang menerima vaksin Oxford/AstraZeneca. Sejumlah negara, termasuk Denmark, Norwegia, dan Islandia, telah menangguhkan penggunaannya sebagai tindakan pencegahan.
Sementara Thailand telah menunda peluncuran vaksinnya, yang semula dijadwalkan dimulai pada 12 Maret. Ada 30 kasus pembekuan darah di antara 5 juta orang di Uni Eropa yang telah menerima vaksin pada 11 Maret, menurut European Medicines Agency (EMA), seperti dilansir newscientist.com.
Lebih dari 11 juta dosis vaksin covid-19 Oxford / AstraZeneca telah diberikan di Inggris sejauh ini, kata Phil Bryan, Kepala Keamanan Vaksin MHRA, dalam sebuah pernyataan. "Laporan pembekuan darah yang diterima sejauh ini tidak lebih dari jumlah yang akan terjadi secara alami dalam populasi saat itu," katanya.
Badan Pengatur Produk Kesehatan dan Obat-obatan Inggris (MHRA), mengatakan, orang-orang di Inggris harus tetap pergi ke layanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin COVID-19 ketika diminta. "Saat ini tidak ada indikasi bahwa vaksinasi menyebabkan kondisi ini (pembekuan darah)," kata EMA.
Harris, mengatakan, data WHO menunjukkan bahwa lebih dari 268 juta dosis vaksin COVID telah diberikan di seluruh dunia. Dan mereka tidak menemukan kematian yang disebabkan oleh vaksin tersebut.
Untuk diketahui Lebih dari 1,1 juta dosis vaksin buatan Oxford-AstraZeneca telah tiba di Indonesia Senin sore. Vaksin didatangkan melalui skema COVAX dari WHO.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri sudah menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat untuk vaksin Astrazeneca pada 22 Februari 2021. Dengan demikian, vaksin bisa digunakan di Indonesia.
Sementara itu, hasil awal dari survei terhadap orang yang menderita COVID-19 di Inggris menemukan 93% responden melaporkan gejala yang terus berlanjut, dengan kelelahan menjadi gejala yang paling umum, dilaporkan oleh 77% dari orang-orang tersebut. Gejala yang paling sering dilaporkan berikutnya adalah sesak napas, dialami oleh 54% orang dengan gejala yang sedang berlangsung.
Survei tersebut juga menemukan bahwa pada orang di bawah usia 50, hasil yang lebih buruk bagi wanita dibandingkan pria, dengan wanita yang disurvei lebih dari lima kali lebih mungkin untuk melaporkan gejala yang menetap dibandingkan dengan pria. Hasil awal didasarkan pada 325 peserta yang telah dirawat di salah satu dari 31 rumah sakit Inggris dengan COVID antara 5 Februari dan 4 Oktober 2020. Penelitian ini dilakukan oleh ISARIC4C, sebuah konsorsium dokter dan peneliti di Inggris yang mempelajari covid- 19.
Di sisi lain, vaksin yang dikembangkan oleh Novavax ditemukan 89% efektif mencegah kasus COVID-19 dalam percobaan yang melibatkan lebih dari 15.000 peserta di Inggris. Efektivitas vaksin adalah 96% untuk pencegahan kasus yang disebabkan oleh varian virus Corona asli dan 86% untuk kasus yang disebabkan oleh varian B.1.1.7 yang pertama kali diidentifikasi di Inggris.
Dalam uji coba lebih kecil yang dilakukan di Afrika Selatan, di mana varian B.1.351 sangat lazim, vaksin ditemukan 60% efektif di antara 94% peserta uji coba yang HIV-negatif, dan 49% efektif secara keseluruhan.
(iqb)