Perlu Teknologi Ini untuk Mengubah Air Limbah Menjadi Air Bersih
loading...
A
A
A
JAKARTA - Isu lingkungan kerap menjadi perhatian masyarakat terhadap operasional sebuah pabrik , khususnya menyangkut air limbah . Untuk itu, PT Ajinomoto Indonesia terus berkomitmen mendukung pemerintah dalam menjaga lingkungan.
Salah satunya melalui program Peningkatan Pengelolaan Air Limbah (WMI). Menurut Deputy Factory Manager PT Ajinomoto Indonesia, Pabrik Mojokerto, Hariyono, konsep WMI sesuai dengan salah satu inisiatif keberlanjutan global perusahaan untuk mengurangi kerusakan lingkungan global saat memproduksi produk-produk. Sekaligus sebagai upaya meningkatkan kualitas air di Indonesia.
Hariyono menjelaskan, proses pengolahan limbah cair dari penerimaan, dari proses produksi (influent) sampai dengan release (effluent), membutuhkan waktu proses (treatment) sekitar 10-12 jam dan beroperasi secara terus-menerus selama 24 jam/hari.
“Pengolahan limbah cair menjadi air bersih ini dilakukan di dua pabrik kami di Mojokerto, Jawa Timur dan Karawang, Jawa Barat. Namun, Pabrik Mojokerto dan Karawang berbeda secara proses dan kapasitasnya, karena menyesuaikan dengan jenis proses produksinya dan juga lokasinya," ujarnya.
Hariyono kembali menjelaskan, air limbah dari proses produksi masuk ke gathering tank dan equalization tank untuk diatur konsentrasi pH dan jumlah cairan lainnya. Selanjutnya proses pre-treatment dengan menambahkan udara (proses aerasi) dan masuk ke biological De-nitrification process.
“Hasil dari proses ini kemudian masuk ke proses penjernihan/pengendapan pertama, yang hasilnya adalah air jernih tetapi masih sedikit berwarna (yellowish). Selanjutnya masuk ke proses penjernihan/pengendapan kedua sehingga air menjadi benar-benar jernih,” sebutnya.
Air jernih ini, sambung dia, kemudian di proses lagi di kolam aerasi (aeration pool) sebelum akhirnya dipompa ke titik pelepasan.
Dia menggambarkan, di Mojokerto, produksi utamanya adalah MSG dan seasoning. Sedangkan hasil air setelah semua proses di atas selesai langsung dialirkan ke Sungai Brantas dengan parameter baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah.
“Sedangkan di Karawang, produksi utamanya adalah seasoning saja dan berada di dalam kawasan industri, sehingga limbah cair tidak langsung dialirkan ke sungai, tetapi dialirkan ke WWT kawasan industri dan harus mengikuti parameter yang telah ditetapkan oleh kawasan industri tersebut,” ungkapnya.
Hariyono juga memastikan, baku mutu air limbah milik perusahaan selalu di bawah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Baku mutu adalah batasan maksimal yang diizinkan untuk rilis air limbah ke badan sungai. "Artinya kualitas atau parameter limbah cair industri tidak boleh melebihi atau harus selalu di bawah standar baku mutu tersebut," imbuhnya.
Salah satunya melalui program Peningkatan Pengelolaan Air Limbah (WMI). Menurut Deputy Factory Manager PT Ajinomoto Indonesia, Pabrik Mojokerto, Hariyono, konsep WMI sesuai dengan salah satu inisiatif keberlanjutan global perusahaan untuk mengurangi kerusakan lingkungan global saat memproduksi produk-produk. Sekaligus sebagai upaya meningkatkan kualitas air di Indonesia.
Hariyono menjelaskan, proses pengolahan limbah cair dari penerimaan, dari proses produksi (influent) sampai dengan release (effluent), membutuhkan waktu proses (treatment) sekitar 10-12 jam dan beroperasi secara terus-menerus selama 24 jam/hari.
“Pengolahan limbah cair menjadi air bersih ini dilakukan di dua pabrik kami di Mojokerto, Jawa Timur dan Karawang, Jawa Barat. Namun, Pabrik Mojokerto dan Karawang berbeda secara proses dan kapasitasnya, karena menyesuaikan dengan jenis proses produksinya dan juga lokasinya," ujarnya.
Hariyono kembali menjelaskan, air limbah dari proses produksi masuk ke gathering tank dan equalization tank untuk diatur konsentrasi pH dan jumlah cairan lainnya. Selanjutnya proses pre-treatment dengan menambahkan udara (proses aerasi) dan masuk ke biological De-nitrification process.
“Hasil dari proses ini kemudian masuk ke proses penjernihan/pengendapan pertama, yang hasilnya adalah air jernih tetapi masih sedikit berwarna (yellowish). Selanjutnya masuk ke proses penjernihan/pengendapan kedua sehingga air menjadi benar-benar jernih,” sebutnya.
Air jernih ini, sambung dia, kemudian di proses lagi di kolam aerasi (aeration pool) sebelum akhirnya dipompa ke titik pelepasan.
Dia menggambarkan, di Mojokerto, produksi utamanya adalah MSG dan seasoning. Sedangkan hasil air setelah semua proses di atas selesai langsung dialirkan ke Sungai Brantas dengan parameter baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah.
“Sedangkan di Karawang, produksi utamanya adalah seasoning saja dan berada di dalam kawasan industri, sehingga limbah cair tidak langsung dialirkan ke sungai, tetapi dialirkan ke WWT kawasan industri dan harus mengikuti parameter yang telah ditetapkan oleh kawasan industri tersebut,” ungkapnya.
Hariyono juga memastikan, baku mutu air limbah milik perusahaan selalu di bawah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Baku mutu adalah batasan maksimal yang diizinkan untuk rilis air limbah ke badan sungai. "Artinya kualitas atau parameter limbah cair industri tidak boleh melebihi atau harus selalu di bawah standar baku mutu tersebut," imbuhnya.