Sarah Gilbert Penemu Vaksin Covid-19 yang Tak Dipatenkan
loading...
A
A
A
NEW YORK - Sarah Gilbert merupakan tokoh penting di balik penemuan vaksin Covid AstraZeneca yang kini mulai banyak digunakan masyarakat global. Dia rela melepaskan hak paten atas vaksin Covid yang dia kembangkan bersama Oxford-AstraZeneca
Seperti dilansir dari berbagai sumber, Pandemi Covid-19 membuat banyak pihak berlomba menemukan vaksin yang ampuh untuk melawan wabah asal China tersebut. Kini, para ilmuwan telah berhasil mengembangkan sejumlah vaksin yang diharapkan dapat melindungi manusia dari serangan virus corona baru.
Salah satu vaksin yang cukup masyhur saat ini adalah yang dikembangkan oleh AstraZeneca yang bekerja sama dengan Universitas Oxford, Inggris. Pengembangan vaksin tersebut diprakarsai oleh Sarah Gilbert.
Sarah Gilbert lahir di Kota Kettering, Northamptonshire, Inggris, 59 tahun silam. Ilmuwan perempuan penyandang gelar profesor di Universitas Oxford itu adalah ahli vaksin yang mengkhususkan diri dalam pengembangan vaksin melawan influenza dan patogen virus yang sedang berkembang.
Dalam profilnya di laman resmi Departemen Kesehatan Nuffield di Universtas Oxford, pemilik nama lengkap Sarah Catherine Gilbert itu juga tercatat sebagai salah satu pendiri Vaccitech. Vaccitech adalah perusahaan startup yang mengembangkan vaksin baru menggunakan vektor virus nonreplikasi Chimpanzee Adenovirus Oxford (ChAdOx) dan Modified Vaccinia Ankara (MVA).
Sarah Gilbert memimpin pengembangan dan pengujian vaksin flu universal, yang menjalani uji klinis pada 2011. Pada awal 2020, Gilbert membaca berita tentang empat orang di China yang menderita pneumonia aneh—yang kemudian dikenal sebagai Covid-19. Dalam waktu dua minggu saja, dia memprakarsai perancangan sebuah vaksin di Oxford untuk melawan virus baru itu.
Sarah Gilbert menghabiskan waktu berjam-jam di laboratorium. Setiap hari, dia bangun jam 4 pagi dan bekerja sampai larut malam.
Pada 30 Desember 2020, vaksin corona AstraZeneca yang Sarah Gilbert kembangkan bersama dengan Oxford Vaccine Group telah disetujui untuk digunakan di Inggris. Pada Februari lalu, penggunaan vaksin itu pun disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tahun ini, Sarah Gilbert dianugerahi gelar kebangsawanan Dame Commander of the Most Excellent Order of the British Empire (DBE) dari Kerajaan Inggris, atas jasanya pada ilmu pengetahuan dan kesehatan masyarakat.
Pada tahun ini pula, perempuan itu juga dianugerahi Penghargaan Putri Asturias untuk kategori penelitian ilmiah.
Di luar semua prestasi itu, ada satu keunggulan lain yang dimiliki Sarah Gilbert: rasa kemanusiaan yang tinggi. Dia rela melepaskan hak paten atas vaksin Covid yang dia kembangkan bersama Oxford-AstraZeneca.
Sudah menjadi rahasia umum, hak paten menjadi rebutan para kapitalis untuk meraup pundi-pundi uang dengan sebanyak-banyaknya. Dengan hak paten atas vaksin Covid, seorang ilmuwan bisa menjadi superkaya.
Namun, Sarah Gilbert mengesampingkan ambisi semacam itu. Dia lebih memilih untuk tidak mengklaim semua hak kekayaan intelektual atas vaksin temuannya. Sarah Gilbert berharap, dengan cara begitu harga vaksin bisa murah sehingga dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.
Seperti dilansir dari berbagai sumber, Pandemi Covid-19 membuat banyak pihak berlomba menemukan vaksin yang ampuh untuk melawan wabah asal China tersebut. Kini, para ilmuwan telah berhasil mengembangkan sejumlah vaksin yang diharapkan dapat melindungi manusia dari serangan virus corona baru.
Salah satu vaksin yang cukup masyhur saat ini adalah yang dikembangkan oleh AstraZeneca yang bekerja sama dengan Universitas Oxford, Inggris. Pengembangan vaksin tersebut diprakarsai oleh Sarah Gilbert.
Sarah Gilbert lahir di Kota Kettering, Northamptonshire, Inggris, 59 tahun silam. Ilmuwan perempuan penyandang gelar profesor di Universitas Oxford itu adalah ahli vaksin yang mengkhususkan diri dalam pengembangan vaksin melawan influenza dan patogen virus yang sedang berkembang.
Dalam profilnya di laman resmi Departemen Kesehatan Nuffield di Universtas Oxford, pemilik nama lengkap Sarah Catherine Gilbert itu juga tercatat sebagai salah satu pendiri Vaccitech. Vaccitech adalah perusahaan startup yang mengembangkan vaksin baru menggunakan vektor virus nonreplikasi Chimpanzee Adenovirus Oxford (ChAdOx) dan Modified Vaccinia Ankara (MVA).
Sarah Gilbert memimpin pengembangan dan pengujian vaksin flu universal, yang menjalani uji klinis pada 2011. Pada awal 2020, Gilbert membaca berita tentang empat orang di China yang menderita pneumonia aneh—yang kemudian dikenal sebagai Covid-19. Dalam waktu dua minggu saja, dia memprakarsai perancangan sebuah vaksin di Oxford untuk melawan virus baru itu.
Sarah Gilbert menghabiskan waktu berjam-jam di laboratorium. Setiap hari, dia bangun jam 4 pagi dan bekerja sampai larut malam.
Pada 30 Desember 2020, vaksin corona AstraZeneca yang Sarah Gilbert kembangkan bersama dengan Oxford Vaccine Group telah disetujui untuk digunakan di Inggris. Pada Februari lalu, penggunaan vaksin itu pun disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tahun ini, Sarah Gilbert dianugerahi gelar kebangsawanan Dame Commander of the Most Excellent Order of the British Empire (DBE) dari Kerajaan Inggris, atas jasanya pada ilmu pengetahuan dan kesehatan masyarakat.
Pada tahun ini pula, perempuan itu juga dianugerahi Penghargaan Putri Asturias untuk kategori penelitian ilmiah.
Di luar semua prestasi itu, ada satu keunggulan lain yang dimiliki Sarah Gilbert: rasa kemanusiaan yang tinggi. Dia rela melepaskan hak paten atas vaksin Covid yang dia kembangkan bersama Oxford-AstraZeneca.
Sudah menjadi rahasia umum, hak paten menjadi rebutan para kapitalis untuk meraup pundi-pundi uang dengan sebanyak-banyaknya. Dengan hak paten atas vaksin Covid, seorang ilmuwan bisa menjadi superkaya.
Namun, Sarah Gilbert mengesampingkan ambisi semacam itu. Dia lebih memilih untuk tidak mengklaim semua hak kekayaan intelektual atas vaksin temuannya. Sarah Gilbert berharap, dengan cara begitu harga vaksin bisa murah sehingga dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.
(wbs)