Fenomena Blue Moon, Apakah Bulan Benar-benar Berubah Jadi Biru?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Akhir pekan ini, tepatnya Minggu (22/8/2021), akan ada fenomena Bulan Biru atau Blue Moon. Namun hakikatnya bulan tak benar-benar berubah menjadi warna biru.
Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang, menjelaskan asal-usul historis istilah ini dan dua definisi yang berbeda mengenai Bulan Biru.
Pertama Bulan Biru Musiman yakni bulan purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali bulan purnama.
Kedua adalah Bulan Biru bulanan, yakni bulan purnama kedua dari salah satu bulan di dalam kalender Masehi yang di dalamnya terjadi dua kali Bulan Purnama.
Adapun asal-usul historis istilah ini dan dua definisinya sebenarnya masih simpang siur dan kebanyakan pihak menganggapnya sebagai kesalahan interpretasi.
Banyak orang meyakini istilah 'Bulan Biru' yang dimaknai sebagai sesuatu hal yang terjadi sangat langka berasal dari ketika kabut asap dan abu vulkanik dari letusan gunung berapi mengubah Bulan menjadi berwarna kebiruan.
"Istilah ini sudah ada setidaknya sejak 400 tahun yang lalu dari penelusuran saat ini, yang mana seorang penutur ceirta rakyat berkebangsaat Kanada, Dr Philip Hiscock, mengusulkan bahwa penyebutan Bulan Biru bermakna bahwa ada hal yang ganjil dan tidak akan pernah terjadi," tulisnya dikutip dari akun Instagram LAPAN, Kamis (19/8/2021).
Bulan Biru Bulanan dapat terjadi jika Bulan Purnama terjadi di sekitar awal bulan Masehi. Hal ini dikarenakan rata-rata lunasi sebesar 29,53 hari lebih pendek dibandingkan dengan 11 bulan dalam kalender Masehi.
Sedangkan Bulan Biru Musiman terjadi sedikit lebih jarang dari pada Bulan Biru Bulanan -- dalam 1100 tahun antara 1550 dan 2650, ada 408 Bulan Biru Musiman dan 456 Bulan Biru Bulanan.
Dengan demikian baik musiman maupun bulanan, Bulan Biru terjadi kira-kira setiap dua atau tiga tahun. "Fenomena ini akan terjadi kembali pada 20 Agustus 2024 dan 20 Mei 2027 mendatang." pungkasnya.
Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang, menjelaskan asal-usul historis istilah ini dan dua definisi yang berbeda mengenai Bulan Biru.
Pertama Bulan Biru Musiman yakni bulan purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali bulan purnama.
Kedua adalah Bulan Biru bulanan, yakni bulan purnama kedua dari salah satu bulan di dalam kalender Masehi yang di dalamnya terjadi dua kali Bulan Purnama.
Adapun asal-usul historis istilah ini dan dua definisinya sebenarnya masih simpang siur dan kebanyakan pihak menganggapnya sebagai kesalahan interpretasi.
Banyak orang meyakini istilah 'Bulan Biru' yang dimaknai sebagai sesuatu hal yang terjadi sangat langka berasal dari ketika kabut asap dan abu vulkanik dari letusan gunung berapi mengubah Bulan menjadi berwarna kebiruan.
"Istilah ini sudah ada setidaknya sejak 400 tahun yang lalu dari penelusuran saat ini, yang mana seorang penutur ceirta rakyat berkebangsaat Kanada, Dr Philip Hiscock, mengusulkan bahwa penyebutan Bulan Biru bermakna bahwa ada hal yang ganjil dan tidak akan pernah terjadi," tulisnya dikutip dari akun Instagram LAPAN, Kamis (19/8/2021).
Bulan Biru Bulanan dapat terjadi jika Bulan Purnama terjadi di sekitar awal bulan Masehi. Hal ini dikarenakan rata-rata lunasi sebesar 29,53 hari lebih pendek dibandingkan dengan 11 bulan dalam kalender Masehi.
Sedangkan Bulan Biru Musiman terjadi sedikit lebih jarang dari pada Bulan Biru Bulanan -- dalam 1100 tahun antara 1550 dan 2650, ada 408 Bulan Biru Musiman dan 456 Bulan Biru Bulanan.
Dengan demikian baik musiman maupun bulanan, Bulan Biru terjadi kira-kira setiap dua atau tiga tahun. "Fenomena ini akan terjadi kembali pada 20 Agustus 2024 dan 20 Mei 2027 mendatang." pungkasnya.
(ysw)