Kutukan Raja Tutankhamun, Berkembang di Antara Mitos dan Persaingan Terselubung

Minggu, 28 November 2021 - 15:01 WIB
loading...
Kutukan Raja Tutankhamun,...
Penutup wajah Raja Tutankhamun yang ditemukan saat penggalian makam di Lembah Para Raja di tepi barat Sungai Nil di sekitar kota Thebe atau Luxor, Mesir,. Foto/egypttoday
A A A
KABAR meninggalnya George Herbert, Earl Carnarvon ke-5 atau yang dikenal dengan Lord Carnarvon setelah mengunjungi makam Raja Tutankhamun yang ditemukan arkeolog Howard Carter begitu cepat menyebar. Apalagi dibumbui dengan mitos kutukan mumi yang menyebabkan kematian bagi yang mengganggu makam Firaun .

Herbert menderita infeksi akibat memotong luka bekas gigitan nyamuk ketika sedang bercukur. Sedangkan istrinya, Almina Herbert, juga sakit, tetapi sembuh dan hidup sampai tahun 1969, meninggal pada usia 93 tahun. (Baca juga; 52 Artefak dan 16 Harta Raja Tutankhamun Disimpan Museum Besar Mesir )

Herbert adalah orang yang membiayai pencarian dan penggalian makam Raja Tutankhamun yang dipimpin Howard Carter. Ketika Howard Carter menemukan makam itu pada November 1922, dia sengaja menunda penjelajahan untuk menunggu Herbert tiba dari Inggris.

Setelah kedatangan Herbert, mereka pergi ke makam Raja Tutankhamun bersama dan melihat artefak "luar biasa" yang terkubur di dalamnya. Tidak ada tulisan dari Mesir kuno yang menyebutkan kutukan ditemukan di makam. Lalu, dari mana datangnya mitos kutukan mumi itu?

Seorang Egyptologist Jasmine Day mengatakan, kutukan mumi sebenarnya sudah ada jauh sebelum penemuan makam Raja Tutankhamun. Jasmine Day yang meraih gelar doktor di bidang antropologi budaya dan menulis buku "The Mummy's Curse: Mummymania in the English-Speaking World" (Routledge, 2006) mengungkapkan, pada tahun 1860-an ada cerita fiksi Amerika yang terlupakan tentang para petuang laki-laki yang mati secara mengerikan setelah mencuri perhiasan dari mumi perempuan.

"Kisah-kisah ini, yang ditulis oleh perempuan, menekankan pembukaan mumi sebagai metafora pemerkosaan. Pada gilirannya, cerita fiksi ini dibangun untuk mengutuk penghancuran dan pencurian warisan Mesir di masa kejayaan kolonialisme Barat," kata Jasmine Day kepada livescience.

Pendapat serupa juga disampaikan Ronald Fritze, seorang profesor sejarah di Athens State University di Alabama. Dia mengatakan, sihir atau kutukan mumi sudah tersebar luas sebelum penemuan makam Raja Tutankhamun. (Baca juga; 99 Tahun Penemuan Makam Raja Tutankhamun dan Kisah Misteri Kutukannya )

"Sejak zaman Yunani dan Romawi, Mesir sudah dikenal sebagai tanah misteri. Seiring waktu, orang Mesir kuno dikreditkan dengan segala macam pengetahuan supranatural dan magis,” kata Ronald Fritze yang menulis buku "Egyptomania: A History of Fascination, Obsession and Fantasy".
Kutukan Raja Tutankhamun, Berkembang di Antara Mitos dan Persaingan Terselubung

Fritze menjelaskan, ketika Mesir mulai terbuka dengan Barat setelah ekspedisi Napoleon, ada banyak orang yang tertarik dengan mumi dan banyak orang-orang kaya bersedia membiayainya. Namun, tidak semua suka dengan hal itu. "Banyak orang terganggu oleh campur tangan semacam ini terhadap orang mati," ujarnya.

Pada saat itu, cerita fiksi tentang kutukan yang terkait dengan mumi mulai muncul dalam karya sastra. Fritze mencatat bahwa penulis Irlandia Bram Stoker, yang paling terkenal dengan novel "Dracula" -nya, menerbitkan sebuah buku tahun 1903 berjudul "The Jewel of the Seven Stars," diceritakan para arkeolog zaman modern menderita kutukan mumi.

Ketika penemuan makam Raja Tutankhamun, kata Jasmine Day, cerita tentang kutukan mumi semakin menjadi. Jasmine Day mengungkapkan adanya hak eksklusif untuk salah satu media dalam terkait penemuan makam Raja Tutankhamun dan menutup akses media lain untuk memperoleh informasi menimbulkan kemarahan. Untuk itu, media lain memuat cerita yang dikaitkan tentang kutukan mumi. (Baca juga; Arkeolog Mesir Ungkap Kelicikan Raja Ay Menukar Makam Tutankhamun )

"Di antara wartawan yang tidak puas adalah Arthur Weigall, seorang jurnalis, novelis, mantan ahli Mesir Kuno dan saingan berat Howard Carter," kata Day. Ketika Carnarvon meninggal, "Weigall menerkam, mengklaim bahwa kutukan Tutankhamun telah membunuhnya," kata Day seraya menambahkan, meskipun Weigall dilaporkan tidak percaya pada kutukan itu.

Secara ilmiah, penelitian yang dilakukan Mark Nelson, profesor epidemiologi dan pengobatan pencegahan di Universitas Monash di Australia, tidak menemukan bukti mereka yang masuk ke dalam makam Raja Tutankhamun meninggal pada usia muda. Studinya memeriksa catatan 25 orang yang bekerja atau mendatangi makam Raja Tut tak lama setelah ditemukan.

Rata-rata, orang-orang yang masuk ke dalam makam itu ternyata hidup sampai usia 70 tahun, usia yang cukup panjang untuk masa pertengahan abad ke-20. Studi ini menegaskan, "tidak ada bukti yang mendukung keberadaan kutukan mumi," tulis Nelson dalam makalah tahun 2002 yang diterbitkan di British Medical Journal.
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3053 seconds (0.1#10.140)