Perang Rusia Ukraina Bisa Mempercepat Kehancuran Stasiun Luar Angkasa Internasional
loading...
A
A
A
Perang Rusia Ukraina yang tengah berkecamuk bisa mempercepat kehancuran Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Apalagi Badan Antariksa Negara Rusia (Roscosmos) berencana meninggalkan Stasiun Luar Angkasa Internasional lebih cepat setelah tahun 2024.
Itu bukan hanya berarti penghentian pengoperasian fasilitas penting Rusia di ISS, tetapi juga berdampak pada pengentian operator ISS secara keseluruhan. Sebab, Roscosmos punya peran penting untuk menjaga agar ISS tetap terbang di luar angkasa.
Rusia bertanggung jawab untuk menjaga stasiun tetap bertahan dan pada ketinggian yang diinginkan. Rusia berperan menembakkan pendorong ke pesawat ruang angkasa Progress yang berlabuh, sehingga ISS bisa tetap mengorbit.
Kepala Roscosmos Dmitry Rogozin telah memperingatkan konsekuensi meninggalkan ISS tanpa sarana untuk tetap bertahan. Jika solusi dapat ditemukan, mungkin juga tidak ada gunanya menjaga ISS terbang tanpa Rusia, setidaknya secara finansial.
“Kami harus menginvestasikan banyak uang tambahan untuk mewujudkannya. Apalagi ISS dibangun tidak pernah dimaksudkan untuk dihancurkan,” kata Brian Weeden, peneliti luar angkasa di Secure World Foundation kepada Politico yang dikutip SINDOnews dari laman Autoevolution, Minggu (6/5/2022).
Jika keadaan tidak tenang, itu bisa berarti de-orbit Stasiun Luar Angkasa Internasional bisa terjadi lebih cepat dari yang direncanakan. Apalagi perang di Ukraina yang melibatkan Rusia belum menunjukkan tanda segera mereda dalam waktu dekat.
Padahal Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA ) sebelumnya berencana mengakhiri operasional Stasiun Luar Angkasa Internasional pada 2031. Kemudian struktur Stasiun Luar Angkasa Internasional dijatuhkan ke Bumi secara perlahan-lahan.
Sesuai rencana, ISS akan beroperasi seperti biasa hingga tahun 2026. Pada tahun itu, ketinggian operasional ISS akan mulai diturunkan. Dari ketinggian saat ini sekitar 420 km menjadi point of no return, ketinggian dari mana stasiun tidak lagi dapat dipulihkan.
Titik itu diperkirakan akan tercapai pada tahun 2030. Sedangkan tahun berikutnya akan membawa stasiun tersebut masuk ke Bumi dan jatuh di wilayah Samudra Pasifik yang disebut Point Nemo.
Itu bukan hanya berarti penghentian pengoperasian fasilitas penting Rusia di ISS, tetapi juga berdampak pada pengentian operator ISS secara keseluruhan. Sebab, Roscosmos punya peran penting untuk menjaga agar ISS tetap terbang di luar angkasa.
Rusia bertanggung jawab untuk menjaga stasiun tetap bertahan dan pada ketinggian yang diinginkan. Rusia berperan menembakkan pendorong ke pesawat ruang angkasa Progress yang berlabuh, sehingga ISS bisa tetap mengorbit.
Kepala Roscosmos Dmitry Rogozin telah memperingatkan konsekuensi meninggalkan ISS tanpa sarana untuk tetap bertahan. Jika solusi dapat ditemukan, mungkin juga tidak ada gunanya menjaga ISS terbang tanpa Rusia, setidaknya secara finansial.
“Kami harus menginvestasikan banyak uang tambahan untuk mewujudkannya. Apalagi ISS dibangun tidak pernah dimaksudkan untuk dihancurkan,” kata Brian Weeden, peneliti luar angkasa di Secure World Foundation kepada Politico yang dikutip SINDOnews dari laman Autoevolution, Minggu (6/5/2022).
Jika keadaan tidak tenang, itu bisa berarti de-orbit Stasiun Luar Angkasa Internasional bisa terjadi lebih cepat dari yang direncanakan. Apalagi perang di Ukraina yang melibatkan Rusia belum menunjukkan tanda segera mereda dalam waktu dekat.
Padahal Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA ) sebelumnya berencana mengakhiri operasional Stasiun Luar Angkasa Internasional pada 2031. Kemudian struktur Stasiun Luar Angkasa Internasional dijatuhkan ke Bumi secara perlahan-lahan.
Sesuai rencana, ISS akan beroperasi seperti biasa hingga tahun 2026. Pada tahun itu, ketinggian operasional ISS akan mulai diturunkan. Dari ketinggian saat ini sekitar 420 km menjadi point of no return, ketinggian dari mana stasiun tidak lagi dapat dipulihkan.
Titik itu diperkirakan akan tercapai pada tahun 2030. Sedangkan tahun berikutnya akan membawa stasiun tersebut masuk ke Bumi dan jatuh di wilayah Samudra Pasifik yang disebut Point Nemo.
(wib)