Misteri Terkuak! Kerajaan Yahudi di Timur Tengah Runtuh karena Kekeringan Ekstrem
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kerajaan Yahudi Kuno di Timur Tengah, Himyar, runtuh karena kekeringan ekstrem. Penyebab kehancuran itu justru kerap disepelekan. Hal itu terungkap lewat penelitian University of Basel baru-baru ini terkait keberadaan kerajaan Himyar. Diketahui kerajaan yahudi kuno itu memang tercatat dalam sejarah.
Beberapa prasasti peninggalan Himyar tercecer di berbagai wilayah di Timur Tengah mulai dari Yaman hingga Arab Saudi bagian selatan. Kerajaan itu justru hancur setelah ada penyerangan dari bangsa Aksum yang datang dari Afrika.
Hanya saja penelitian dari University of Basel menambahkan lagi fakta baru. Kekeringan ekstrem yang melanda Himyar juga merupakan salah satu pemicu runtuhnya kerajaan yahudi kuno itu. Peperangan dan kondisi politik yang terus rusuh semakin memperparah kehancuran Himyar.
Menurut peneliti dari University of Basel, Profesor Dominik Fleitmann, kekeringan ekstrem yang melanda Himyar didapat berdasarkan temuan stalagmit yang ada di Gua Al Hoota yang ada di Oman. Diketahui kondisi faktual stalagmit dan komposisi kimia lapisannya dipengaruhi oleh seberapa banyak curah hujan yang jauh di atas gua.
Profesor Dominik Fleitmann mengatakan air yang sedikit menetes ke stalagmit akan mengalir ke samping dalam jumlah kecil. Alhasil stalagmit akan tumbuh dengan diameter yang lebih kecil. Sebaliknya air yang menetes dengan tetesan tinggi akan membuat diameter lebih besar.
Melalui peluruhan radioaktif uranium dan analisis isotop para peneliti University of Basel menganalisa rendahnya tingkat hujan yang terjadi di periode Himyar berkuasa. Bahkan ada kekeringan yang ekstrem melanda terjadi di wilayah Himyar.
"Air adalah sumber yang sangat penting. Kekeringan yang sangat ekstrem sangat mampu membuat sebuah kerajaan padang pasir menjadi tidak stabil," jelas Profesor Dominik Fleitmann.
Dia melanjutkan fakta bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan negara menjadi tidak stabil, kerap diabaikan para sejarawan. Padahal kondisi itu kerap mengubah jalannya sejarah “Penduduk mengalami kesulitan besar akibat kelaparan dan perang," tegasnya.
Beberapa prasasti peninggalan Himyar tercecer di berbagai wilayah di Timur Tengah mulai dari Yaman hingga Arab Saudi bagian selatan. Kerajaan itu justru hancur setelah ada penyerangan dari bangsa Aksum yang datang dari Afrika.
Hanya saja penelitian dari University of Basel menambahkan lagi fakta baru. Kekeringan ekstrem yang melanda Himyar juga merupakan salah satu pemicu runtuhnya kerajaan yahudi kuno itu. Peperangan dan kondisi politik yang terus rusuh semakin memperparah kehancuran Himyar.
Menurut peneliti dari University of Basel, Profesor Dominik Fleitmann, kekeringan ekstrem yang melanda Himyar didapat berdasarkan temuan stalagmit yang ada di Gua Al Hoota yang ada di Oman. Diketahui kondisi faktual stalagmit dan komposisi kimia lapisannya dipengaruhi oleh seberapa banyak curah hujan yang jauh di atas gua.
Profesor Dominik Fleitmann mengatakan air yang sedikit menetes ke stalagmit akan mengalir ke samping dalam jumlah kecil. Alhasil stalagmit akan tumbuh dengan diameter yang lebih kecil. Sebaliknya air yang menetes dengan tetesan tinggi akan membuat diameter lebih besar.
Melalui peluruhan radioaktif uranium dan analisis isotop para peneliti University of Basel menganalisa rendahnya tingkat hujan yang terjadi di periode Himyar berkuasa. Bahkan ada kekeringan yang ekstrem melanda terjadi di wilayah Himyar.
"Air adalah sumber yang sangat penting. Kekeringan yang sangat ekstrem sangat mampu membuat sebuah kerajaan padang pasir menjadi tidak stabil," jelas Profesor Dominik Fleitmann.
Dia melanjutkan fakta bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan negara menjadi tidak stabil, kerap diabaikan para sejarawan. Padahal kondisi itu kerap mengubah jalannya sejarah “Penduduk mengalami kesulitan besar akibat kelaparan dan perang," tegasnya.
(wsb)