Ilmuwan China Buat Saklar Otak agar Manusia Mampu Menjelajah Angkasa Luas
loading...
A
A
A
Proses itulah yang coba diterapkan ilmuwan di SIAT kepada manusia saat ingin menjelajah luar angkasa. Hanya saja manusia sangat berbeda dengan hewan yang mampu hibernasi.
Mereka kemudian mencoba memasang sebuah saklar di bagian preoptik hipotalamus yang bisa mengaktifkan kondisi hibernasi. Saat ini metode itu mereka sudah coba kepada tiga ekor monyet penelitian.
"Di sini, kami menunjukkan bahwa mengaktifkan subpopulasi neuron area preoptik (POA) dengan strategi chemogenetic secara andal menginduksi hipotermia pada kera yang dibius. Dalam keadaan itu mereka masih bisa bergerak bebas," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
Dalam keadaan dibius dan tidak dibius, para peneliti menerapkan obat yang dirancang untuk mengaktifkan reseptor spesifik yang dimodifikasi di otak. Obat tersebut dinamakan Designer Receptors Exclusively Activated by Designer Drugs atau DREADDs.
Obat itu kemudian mengaktifkan kondisi hibernasi pada ketiga kera baik dalam kondisi terbius maupun terjaga. Pada monyet yang dibius, hipotermia yang diinduksi mengakibatkan penurunan suhu inti tubuh dan mencegah pemanasan eksternal. Para peneliti mengatakan bahwa itu menunjukkan peran penting neuron preoptik area dalam termoregulasi primata.
Para peneliti mencatat perubahan perilaku pada monyet yang terjaga dan membandingkannya dengan tikus yang dinduksi hipotermia. Biasanya, tikus mengurangi aktivitas, dan detak jantungnya menurun dalam upaya menghemat panas.
Monyet, sebaliknya, menunjukkan detak jantung dan tingkat aktivitas yang meningkat dan, sebagai tambahan, mulai menggigil. Ini menunjukkan bahwa termoregulasi pada primata lebih kompleks daripada pada tikus.
Para ilmuwan kemudian mempelajari hasilnya menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional, perubahan perilaku, serta perubahan fisiologis dan biokimia. Hasilnya upaya itu bisa memberikan efek hipotermia pada primata berdasarka manipulasi saraf.
Mereka kemudian mencoba memasang sebuah saklar di bagian preoptik hipotalamus yang bisa mengaktifkan kondisi hibernasi. Saat ini metode itu mereka sudah coba kepada tiga ekor monyet penelitian.
"Di sini, kami menunjukkan bahwa mengaktifkan subpopulasi neuron area preoptik (POA) dengan strategi chemogenetic secara andal menginduksi hipotermia pada kera yang dibius. Dalam keadaan itu mereka masih bisa bergerak bebas," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
Dalam keadaan dibius dan tidak dibius, para peneliti menerapkan obat yang dirancang untuk mengaktifkan reseptor spesifik yang dimodifikasi di otak. Obat tersebut dinamakan Designer Receptors Exclusively Activated by Designer Drugs atau DREADDs.
Obat itu kemudian mengaktifkan kondisi hibernasi pada ketiga kera baik dalam kondisi terbius maupun terjaga. Pada monyet yang dibius, hipotermia yang diinduksi mengakibatkan penurunan suhu inti tubuh dan mencegah pemanasan eksternal. Para peneliti mengatakan bahwa itu menunjukkan peran penting neuron preoptik area dalam termoregulasi primata.
Para peneliti mencatat perubahan perilaku pada monyet yang terjaga dan membandingkannya dengan tikus yang dinduksi hipotermia. Biasanya, tikus mengurangi aktivitas, dan detak jantungnya menurun dalam upaya menghemat panas.
Monyet, sebaliknya, menunjukkan detak jantung dan tingkat aktivitas yang meningkat dan, sebagai tambahan, mulai menggigil. Ini menunjukkan bahwa termoregulasi pada primata lebih kompleks daripada pada tikus.
Para ilmuwan kemudian mempelajari hasilnya menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional, perubahan perilaku, serta perubahan fisiologis dan biokimia. Hasilnya upaya itu bisa memberikan efek hipotermia pada primata berdasarka manipulasi saraf.