Ilmuwan Deteksi Cincin Debu di Jantung Tata Surya
A
A
A
JAKARTA - Tata Surya dipenuhi debu yang berasal dari asteroid dan komet yang hancur, tapi hanya beberapa planet yang memiliki cincin berbintik. Seperti Venus dan Bumi yang dikawal mengililingi Matahari oleh sekelompok materi kosmik.
Sebuah penelitian teranyar mengidentifikasi jejak debu kosmik halus yang sangat besar di orbit Merkurius dan membentuk sebuah cincin seluas hampir 15 juta kilometer (9,3 juta mil). Padahal sebelumnya para ilmuwan menggangap tidak akan bisa debu bertahan pada planet ini.
"Orang-orang berpikir bahwa Merkurius, tidak seperti Bumi atau Venus, terlalu kecil dan terlalu dekat dengan Matahari untuk menangkap cincin debu," kata rekan penulis Guillermo Stenborg, Ilmuwan Tata Surya Naval Research Laboratory, dikutip laman Science Alert, Minggu (17/3/2019)
Stenborg dan koleganya, Russell Howard, seorang ilmuwan matahari di lab yang sama, menemukan penemuan mereka secara tidak sengaja. Tim ini mencari celah di debu, yang dekat dengan Matahari.
Dengan semua debu yang menutupi pandangan langsung manusia, para ilmuwan belum dapat menemukan ruang bebas debu antara Bumi dan Matahari. Satu-satunya petunjuk yang dimiliki adalah berbagai jenis cahaya yang manusia dapat lihat.
Ketika sinar matahari memantul dari partikel debu di ruang angkasa, dia menciptakan gaya 100 kali lebih terang dari cahaya koronal itu sendiri.
Menggunakan gambar-gambar ruang antarplanet dari satelit STEREO NASA, tim membangun sebuah model yang memisahkan kedua jenis cahaya. Lalu menghitung berapa banyak debu di sana.
Tim penelitian ini mengunakan peningkatan kecerahan yang berputar di sekitar orbit Merkurius yang menyiratkan kepadatan debu berlebih sekitar 3-5% di pusat cincin.
Howard menjelaskan, di sekeliling Matahari, terlepas dari posisi pesawat ruang angkasa, kita bisa melihat peningkatan lima persen yang sama dalam kecerahan debu, atau kepadatan. "Hal tersebut menunjukan sesuatu ada di sana, dan itu adalah sesuatu yang meluas di sekeliling Matahari," imbuhnya.
Hasilnya telah mendorong pemahaman peneliti ke 'tepi jurang'. Karena jika Merkurius benar-benar mengarungi debu kosmik, maka bahan ini harus bisa lebih dekat ke Matahari daripada yang pernah peneliti bayangkan.
Jika benar, awan debu yang mengorbit dapat membantu menjelaskan apa yang terjadi sejak Tata Surya pertama kali terbentuk.
Sebuah penelitian teranyar mengidentifikasi jejak debu kosmik halus yang sangat besar di orbit Merkurius dan membentuk sebuah cincin seluas hampir 15 juta kilometer (9,3 juta mil). Padahal sebelumnya para ilmuwan menggangap tidak akan bisa debu bertahan pada planet ini.
"Orang-orang berpikir bahwa Merkurius, tidak seperti Bumi atau Venus, terlalu kecil dan terlalu dekat dengan Matahari untuk menangkap cincin debu," kata rekan penulis Guillermo Stenborg, Ilmuwan Tata Surya Naval Research Laboratory, dikutip laman Science Alert, Minggu (17/3/2019)
Stenborg dan koleganya, Russell Howard, seorang ilmuwan matahari di lab yang sama, menemukan penemuan mereka secara tidak sengaja. Tim ini mencari celah di debu, yang dekat dengan Matahari.
Dengan semua debu yang menutupi pandangan langsung manusia, para ilmuwan belum dapat menemukan ruang bebas debu antara Bumi dan Matahari. Satu-satunya petunjuk yang dimiliki adalah berbagai jenis cahaya yang manusia dapat lihat.
Ketika sinar matahari memantul dari partikel debu di ruang angkasa, dia menciptakan gaya 100 kali lebih terang dari cahaya koronal itu sendiri.
Menggunakan gambar-gambar ruang antarplanet dari satelit STEREO NASA, tim membangun sebuah model yang memisahkan kedua jenis cahaya. Lalu menghitung berapa banyak debu di sana.
Tim penelitian ini mengunakan peningkatan kecerahan yang berputar di sekitar orbit Merkurius yang menyiratkan kepadatan debu berlebih sekitar 3-5% di pusat cincin.
Howard menjelaskan, di sekeliling Matahari, terlepas dari posisi pesawat ruang angkasa, kita bisa melihat peningkatan lima persen yang sama dalam kecerahan debu, atau kepadatan. "Hal tersebut menunjukan sesuatu ada di sana, dan itu adalah sesuatu yang meluas di sekeliling Matahari," imbuhnya.
Hasilnya telah mendorong pemahaman peneliti ke 'tepi jurang'. Karena jika Merkurius benar-benar mengarungi debu kosmik, maka bahan ini harus bisa lebih dekat ke Matahari daripada yang pernah peneliti bayangkan.
Jika benar, awan debu yang mengorbit dapat membantu menjelaskan apa yang terjadi sejak Tata Surya pertama kali terbentuk.
(mim)