Yayasan Nirlaba asal AS Pakai AI untuk Kurangi Jumlah Kematian
A
A
A
NEW YORK - Yayasan Rockefeller sebuah organisasi nirlaba dan yayasan pribadi yang berpusat di New York, AS, berinisiatif untuk menggunakan artificial intelligence (AI) untuk membantu petugas medis.
Dengan penggunaan kecerdasan buatan itu, yayasan berjanji sedikitnya dapat menyelamatkan enam juta anak-anak dan perempuan di sepuluh negara pada 2030.
Saat ini, inisiatif tersebut tengah dalam proses uji coba di Uganda dan India. Tahap pertama berlangsung pada tahun ini hingga 2022. Kemudian rencananya disusul di delapan negara lainnya pada 2030.
Program ini difokuskan di daerah-daerah yang membutuhkan dengan tingkat kematian tinggi. Tahap pertama dimulai pada 25 September lalu dan kemungkinan diperluas di berbagai negara di Afrika Timur dan Afrika Selatan.
Melansir laman The Next Web, Senin (4/11/2019), program yang dinamakan Precision Public Health ini didanai sebesar USD100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun oleh Rockefeller dan mitra lainnya.
Caranya dengan menggunakan data yang valid untuk memberikan layanan kesehatan yang efektif, terutama para ibu hamil.
Dengan data tersebut, ibu hamil dapat dipantau secara teliti oleh petugas kesehatan terdekat, agar ketika waktu melahirkan tiba dapat langsung dilarikan ke rumah sakit, untuk dibantu para dokter dan perawat profesional saat proses persalinan.
“Tujuan utama kami adalah meminimalisir kematian akibat penyakit yang seharusnya dapat dicegah, seperti malaria, diare, dan radang paru-paru pada anak. Kami memastikan mereka dapat akses layanan kesehatan,” kata Manisha Bhinge, Associate Director Rockefeller.
Sementara itu, Menteri Kesehata Uganda, Jane Aceng mengatakan, dengan penggunaan data yang cerdas, dapat membantu meningkatkan pemberian layanan kesehatan di negara tersebut.
“Data dapat membantu kita melihat siapa yang paling membutuhkan layanan kesehatan. Kami berharap dapat bekerja sama dengan mitra global, dan melibatkan perusahaan teknologi, dengan membuat inovasi untuk menyelamatkan kehidupan,” tutur Aceng.
Dengan penggunaan kecerdasan buatan itu, yayasan berjanji sedikitnya dapat menyelamatkan enam juta anak-anak dan perempuan di sepuluh negara pada 2030.
Saat ini, inisiatif tersebut tengah dalam proses uji coba di Uganda dan India. Tahap pertama berlangsung pada tahun ini hingga 2022. Kemudian rencananya disusul di delapan negara lainnya pada 2030.
Program ini difokuskan di daerah-daerah yang membutuhkan dengan tingkat kematian tinggi. Tahap pertama dimulai pada 25 September lalu dan kemungkinan diperluas di berbagai negara di Afrika Timur dan Afrika Selatan.
Melansir laman The Next Web, Senin (4/11/2019), program yang dinamakan Precision Public Health ini didanai sebesar USD100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun oleh Rockefeller dan mitra lainnya.
Caranya dengan menggunakan data yang valid untuk memberikan layanan kesehatan yang efektif, terutama para ibu hamil.
Dengan data tersebut, ibu hamil dapat dipantau secara teliti oleh petugas kesehatan terdekat, agar ketika waktu melahirkan tiba dapat langsung dilarikan ke rumah sakit, untuk dibantu para dokter dan perawat profesional saat proses persalinan.
“Tujuan utama kami adalah meminimalisir kematian akibat penyakit yang seharusnya dapat dicegah, seperti malaria, diare, dan radang paru-paru pada anak. Kami memastikan mereka dapat akses layanan kesehatan,” kata Manisha Bhinge, Associate Director Rockefeller.
Sementara itu, Menteri Kesehata Uganda, Jane Aceng mengatakan, dengan penggunaan data yang cerdas, dapat membantu meningkatkan pemberian layanan kesehatan di negara tersebut.
“Data dapat membantu kita melihat siapa yang paling membutuhkan layanan kesehatan. Kami berharap dapat bekerja sama dengan mitra global, dan melibatkan perusahaan teknologi, dengan membuat inovasi untuk menyelamatkan kehidupan,” tutur Aceng.
(wbs)