Ilmuwan Ciptakan Alat Pendeteksi Psikopat Berbasis AI
Senin, 22 Januari 2024 - 18:00 WIB
JAKARTA - Sebuah alat inovatif berbasis kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin tengah dikembangkan untuk mendeteksi kecenderungan psikopat seseorang.
Alat yang dikembangkan oleh tim ilmiah dari Universitas New Mexico ini bisa membantu dalam mengidentifikasi psikopat. Lantaran alat ini dapat menangkap perilaku khusus yang merupakan ciri orang dengan psikosis.
Essanews, Senin (22/1/2024) melansir, serangkaian eksperimen yang diterbitkan dalam Journal of Research in Personality ini diekspos oleh para peneliti dengan mempelajari perilaku 507 narapidana pria dewasa selama wawancara. Sebuah program pembelajaran mesin khusus memungkinkan peneliti mengamati bahwa narapidana yang menunjukkan lebih banyak ciri psikopat cenderung menjaga kepala mereka tetap diam.
Setiap wawancara berlangsung satu hingga empat jam, dan algoritma pelacakan gerakan kepala memproses setidaknya 36.000 frame untuk setiap subyek. Algoritma ini menekankan enam titik referensi di wajah. Untuk mendeteksi kecenderungan psikopat potensial, para peneliti juga menggunakan Hare Psychopathy Checklist-Revised, sebuah tes yang mengevaluasi sifat interpersonal, emosional, dan gaya hidup.
Tes ini menilai 20 kriteria berbeda dalam skala hingga 40 poin. Skor 25 poin atau lebih menunjukkan tingkat ciri psikopat yang tinggi. Di Amerika Serikat, ambang batas ini ditetapkan pada 30 poin.
Studi ini mencatat bahwa individu dengan lebih banyak ciri psikopat cenderung menggerakkan kepala mereka lebih sedikit. Orang yang cocok dengan deskripsi ini biasanya memiliki kepala yang lebih stabil, seringkali diarahkan lurus ke kamera atau pewawancara.
Meskipun para ilmuwan tidak yakin sepenuhnya tentang alasan di balik perilaku ini, mereka memiliki beberapa teori, salah satunya berkaitan dengan fungsi amigdala, bagian otak yang bertanggung jawab atas pemrosesan emosi, sehubungan dengan psikopat.
Menurut Journal of Research in Personality, sinyal perilaku nonverbal terkait dengan psikopat mungkin sebagian mencerminkan dasar neurobiologis penyakit ini, serta hasil dari manipulasi antarpribadi yang sadar dan gencar. Para ilmuwan menekankan bahwa disfungsi amigdala sebagai fitur neurobiologis kunci dari psikopat, memengaruhi pemrosesan emosi, pembelajaran, dan interaksi antarpribadi.
Para ahli dari Universitas New Mexico mengakui bahwa alat mereka memiliki beberapa keterbatasan. Alat ini tidak diuji pada wanita atau remaja, hanya pria dewasa yang diteliti. Selain itu, algoritma tidak melacak gerakan mata, faktor penting dalam penelitian semacam ini.
Oleh karena itu, para peneliti berencana untuk melanjutkan penelitian mereka dan meningkatkan algoritma dengan fungsionalitas tambahan, seperti mengamati perilaku nonverbal bawah sadar seperti gerakan tangan atau cara berbicara. Pengembangan ini seharusnya memungkinkan identifikasi psikopat yang lebih tepat.
Alat yang dikembangkan oleh tim ilmiah dari Universitas New Mexico ini bisa membantu dalam mengidentifikasi psikopat. Lantaran alat ini dapat menangkap perilaku khusus yang merupakan ciri orang dengan psikosis.
Essanews, Senin (22/1/2024) melansir, serangkaian eksperimen yang diterbitkan dalam Journal of Research in Personality ini diekspos oleh para peneliti dengan mempelajari perilaku 507 narapidana pria dewasa selama wawancara. Sebuah program pembelajaran mesin khusus memungkinkan peneliti mengamati bahwa narapidana yang menunjukkan lebih banyak ciri psikopat cenderung menjaga kepala mereka tetap diam.
Setiap wawancara berlangsung satu hingga empat jam, dan algoritma pelacakan gerakan kepala memproses setidaknya 36.000 frame untuk setiap subyek. Algoritma ini menekankan enam titik referensi di wajah. Untuk mendeteksi kecenderungan psikopat potensial, para peneliti juga menggunakan Hare Psychopathy Checklist-Revised, sebuah tes yang mengevaluasi sifat interpersonal, emosional, dan gaya hidup.
Tes ini menilai 20 kriteria berbeda dalam skala hingga 40 poin. Skor 25 poin atau lebih menunjukkan tingkat ciri psikopat yang tinggi. Di Amerika Serikat, ambang batas ini ditetapkan pada 30 poin.
Studi ini mencatat bahwa individu dengan lebih banyak ciri psikopat cenderung menggerakkan kepala mereka lebih sedikit. Orang yang cocok dengan deskripsi ini biasanya memiliki kepala yang lebih stabil, seringkali diarahkan lurus ke kamera atau pewawancara.
Meskipun para ilmuwan tidak yakin sepenuhnya tentang alasan di balik perilaku ini, mereka memiliki beberapa teori, salah satunya berkaitan dengan fungsi amigdala, bagian otak yang bertanggung jawab atas pemrosesan emosi, sehubungan dengan psikopat.
Menurut Journal of Research in Personality, sinyal perilaku nonverbal terkait dengan psikopat mungkin sebagian mencerminkan dasar neurobiologis penyakit ini, serta hasil dari manipulasi antarpribadi yang sadar dan gencar. Para ilmuwan menekankan bahwa disfungsi amigdala sebagai fitur neurobiologis kunci dari psikopat, memengaruhi pemrosesan emosi, pembelajaran, dan interaksi antarpribadi.
Para ahli dari Universitas New Mexico mengakui bahwa alat mereka memiliki beberapa keterbatasan. Alat ini tidak diuji pada wanita atau remaja, hanya pria dewasa yang diteliti. Selain itu, algoritma tidak melacak gerakan mata, faktor penting dalam penelitian semacam ini.
Oleh karena itu, para peneliti berencana untuk melanjutkan penelitian mereka dan meningkatkan algoritma dengan fungsionalitas tambahan, seperti mengamati perilaku nonverbal bawah sadar seperti gerakan tangan atau cara berbicara. Pengembangan ini seharusnya memungkinkan identifikasi psikopat yang lebih tepat.
(msf)
tulis komentar anda