1.000 Kali Kuat dari Petir Biasa, Semoga Superbolt Tak Pernah ke Indonesia

Kamis, 26 November 2020 - 01:41 WIB
Tapi superbolt juga sangat langka, terjadi hanya sekitar lima kali dalam 10 juta kilatan, tulis Turman dalam penelitian tersebut.

Pencahayaan Paling Terang

Untuk dua studi baru, keduanya diterbitkan pada 12 November di Journal of Geophysical Research: Atmospheric, para peneliti kembali beralih ke satelit untuk observasi superbolt.

Live Science melaporkan, studi pertama menggambarkan kilatan petir paling terang di Amerika, yang direkam antara tahun 2018 dan 2020 oleh sensor yang disebut Geostationary Lightning Mapper (GLM). Sensor dipasang pada Geostationary Operational Environmental Satellites -R Series (GOES-R).

"Kami fokus pada superbolt yang secara substansial lebih terang daripada kilat normal - setidaknya 100 kali lebih energik- dan kemudian melihat denyut teratas di atas ambang itu, dengan casing teratas bahkan melampaui 1.000 kali lebih terang," kata Michael Peterson, penulis utama di studi dan peneliti penginderaan jauh di Los Alamos National Laboratory di New Mexico.

Dalam studi kedua, para ilmuwan menganalisis data yang dikumpulkan dari tahun 1997 hingga 2010 oleh Satelit Fast On-Orbit Recording of Transient Events (FORTE). Mereka mengetahui bahwa kondisi tampilan tertentu memang memengaruhi kecerahan petir -ketika pandangan satelit tidak terhalang oleh awan, petir bisa tampak agak lebih terang- dan beberapa pengamatan superbolt yang dicurigai memang termasuk dalam kategori itu, penulis penelitian melaporkan.

Namun, keadaan tersebut hanya menjadi masalah untuk casing redup yang mendekati ambang batas minimum superbolt. "Petir super ini sebenarnya jauh lebih terang dari itu," kata Peterson kepada Live Science. (Baca juga: Data Bocor, Spotify Setel Ulang 350.000 Kata Sandi Akun Pengguna )

GLM dan FORTE keduanya adalah instrumen optik, tetapi keduanya mengukur aspek pulsa petir yang sedikit berbeda. FORTE merekam "kekuatan puncak seketika" dari superbolt -saat mereka berada pada titik paling terang.

"Sebagai perbandingan, GLM mengukur energi total superbolt selama periode 2 mikrodetik. Itu mungkin tidak terlihat terlalu lama, tapi untuk kilat, di mana sebagian besar aktivitas terjadi pada skala mikrodetik," jelas Peterson.

Para ilmuwan menemukan superbolt dapat berasal dari pulsa listrik di antara awan, serta dari pulsa awan ke tanah. Superbolt yang muncul di atas lautan dipicu oleh penumpukan muatan listrik secara bertahap di awan badai, jadi tidak mengherankan jika baut akan lebih kuat ketika semua listrik itu akhirnya dilepaskan, menurut penelitian tersebut.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More