Mirip Telur Dadar Restoran Padang, tapi Cha Ruoi dari Vietnam Berisi Cacing, Berani Coba?

Sabtu, 28 November 2020 - 16:24 WIB
Cacing pasir “palolo”

Cacing pasir “palolo” yang dipakai untuk Cha Ruoi mudah sekali ditemukan di sepanjang pantai di banyak negara yang berbatasan dengan Samudra Pasifik, termasuk Cina, Jepang, Indonesia, atau Samoa.

Mengapa cacing pasir “palolo” dikonsumsi hanya satu atau dua bulan dalam setahun? Nah, itu ada hubungannya dengan kebiasaan kawin hewan laut tersebut.

Cacing palolo identik dengan dua moncong, tiga antena dan kepala berbentuk sekop serta tidak adanya mulut pengait. Cacing ini hidup di bebatuan karang.

Selama masa perkembangbiakan, ekor khusus cacing ini pecah dan muncul ke permukaan air laut lalu melepaskan telur atau sperma berupa cairan kental.

BACA JUGA: Perusahaan Ini Jual Beli Wajah Manusia, Mau Wajah Anda Dibeli Seharga Rp5,5 Juta?

Secara teknis, hanya sebagian cacing palolo yang dipanen untuk dikonsumsi. Cacing pasir Palolo berkembang biak secara epitoky, suatu proses di mana cacing mulai menumbuhkan segmen khusus dari belakang, yang terus meningkat hingga cacing dapat dengan jelas dibagi menjadi dua bagian.



Bagian belakang ini berisi telur dan sperma, dan ketika waktunya untuk kawin (biasanya selama bulan kesembilan dan kesepuluh dari kalender lunar), mereka naik ke permukaan, membentuk massa yang besar dan merayap.

Tapi, karena sudah menjadi komoditas, para petani di Vietnam sudah mulai mengisi danau dan sawah mereka dengan cacing Palolo karena mereka dapat hidup di lumpur. Saat cacing muncul pada hari-hari tertentu dalam kalender lunar, mereka hanya mengeringkan danau mereka untuk memanen cacing.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More