Terus Bermutasi, Butuh 10 Tahun untuk Sempurnakan Vaksin COVID-19

Sabtu, 13 Maret 2021 - 11:18 WIB
Mutan yang berhasil menghindar dari imunitas yang dihasilkan vaksin sering diamati dalam mikroba yang menyebabkan hepatitis B dan pertussis (batuk rejan).

Untuk penyakit seperti malaria, trypanosomiasis (penyakit tidur), influensa dan AIDS, vaksin sangat sulit dikembangkan karena mikroba-mikroba penyebab penyakit itu berevolusi sangat cepat.

Dalam dunia pertanian, vaksin-vaksin hewan sering kali gagal akibat evolusi virus.

Tergantung bagaimana virus COVID-19 berevolusi, vaksin bisa berkurang keampuhannya.

Jika SARS-CoV-2 berevolusi terhadap vaksin COVID, ada beberapa hal yang mungkin terjadi. Yang paling mudah adalah seperti yang terjadi pada virus flu.

Imunitas bekerja saat sel-sel antibodi atau imun menempel pada molekul di permukaan virus. Jika mutasi pada molekul-molekul permukaan virus itu berubah, maka antibodi tidak bisa menempel dengan baik dan virus bisa lepas.

Proses inilah penyebab mengapa vaksin flu musiman perlu diperbaharui setiap tahun. Jika ini terjadi pada vaksin COVID, maka vaksin itu akan perlu update berulang juga.

Namun evolusi juga bisa terjadi secara berbeda. Akan lebih baik untuk kesehatan manusia, misalnya, jika virus berevolusi menjadi senyap, mungkin dengan bereproduksi secara perlahan atau bersembunyi di organ-organ yang sistem imunnya kurang aktif.

Banyak patogen yang menyebabkan berbagai macam infeksi kronis yang nyaris tidak terasa oleh manusia telah mengambil jalur evolusi ini. Mereka tidak terdeteksi karena tidak menyebabkan penyakit akut.

Jalur evolusi yang lebih berbahaya adalah jika virus menemukan cara untuk mereplikasi diri lebih cepat daripada imunitas yang dihasilkan vaksin. Cara lain adalah jika virus mampu menyasar sistem imun dan melemahkan imunitas yang dihasilkan vaksin.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More