Karena Perubahan Iklim, Mikroba Mematikan Terlepas ke Alam Bebas
Jum'at, 19 Maret 2021 - 14:27 WIB
Para peneliti mengisolasi C. auris dari dua lokasi lahan basah rawa asin yang hampir tidak pernah dikunjungi orang. Serta pantai dengan lebih banyak aktivitas manusia.
"Isolat C. auris dari pantai semuanya resisten terhadap berbagai obat dan lebih dekat hubungannya dengan strain yang terlihat di rumah sakit dibandingkan isolat yang ditemukan di rawa," kata Chowdhary dalam sebuah pernyataan.
Satu isolat yang ditemukan di rawa tidak tahan obat dan tumbuh lebih lambat pada suhu tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya. "Penemuan ini menunjukkan isolat ini mungkin merupakan strain C. auris yang 'lebih liar', yang belum beradaptasi dengan suhu tubuh yang tinggi pada manusia dan mamalia lain," tutur Casadevall.
Studi ini memberikan beberapa dukungan untuk hipotesis pemanasan global, karena pertama dan terpenting, mengidentifikasi C. auris di lingkungan alami, yang merupakan persyaratan untuk hipotesis, kata editorial tersebut. Selain itu, isolat yang 'lebih liar' bisa menjadi mata rantai yang hilang antara C. auris liar dan yang menyebabkan infeksi di rumah sakit.
Namun, penelitian tersebut tidak membuktikan bahwa C. auris secara alami hidup di Kepulauan Andaman, atau berasal dari sana. Kemungkinan mikroba tersebut telah diperkenalkan oleh manusia, terutama di lokasi pantai yang lebih banyak aktivitas manusia.
Di samping itu, beberapa peneliti bertanya apakah mikroba tersebut mungkin terbawa arus laut dari daerah di mana kotoran manusia dibuang ke air ke pantai Kepulauan Andaman.
"Penemuan baru kemungkinan akan memacu lebih banyak peneliti untuk mencari C. auris di lingkungan alami. Kemudian untuk membandingkan strain liar dengan yang berasal dari rumah sakit," kata Casadevall.
Studi juga dapat memeriksa apakah isolat C. auris liar dengan toleransi panas yang lebih rendah dapat "berevolusi" di laboratorium untuk tumbuh pada suhu yang lebih tinggi. Sehingga memberikan lebih banyak dukungan untuk hipotesis pemanasan global, kata editorial tersebut.
Jika memang terbukti bahwa C. auris berasal dari alam liar, dan bahwa pemanasan global merupakan faktor dalam lompatannya ke manusia, para peneliti khawatir bahwa lebih banyak patogen dapat membuat lompatan yang sama.
"Banyak organisme jamur berbahaya bagi serangga dan amfibi, tetapi tidak bagi manusia karena suhu tubuh kita yang tinggi," katanya mengingatkan.
"Isolat C. auris dari pantai semuanya resisten terhadap berbagai obat dan lebih dekat hubungannya dengan strain yang terlihat di rumah sakit dibandingkan isolat yang ditemukan di rawa," kata Chowdhary dalam sebuah pernyataan.
Satu isolat yang ditemukan di rawa tidak tahan obat dan tumbuh lebih lambat pada suhu tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya. "Penemuan ini menunjukkan isolat ini mungkin merupakan strain C. auris yang 'lebih liar', yang belum beradaptasi dengan suhu tubuh yang tinggi pada manusia dan mamalia lain," tutur Casadevall.
Studi ini memberikan beberapa dukungan untuk hipotesis pemanasan global, karena pertama dan terpenting, mengidentifikasi C. auris di lingkungan alami, yang merupakan persyaratan untuk hipotesis, kata editorial tersebut. Selain itu, isolat yang 'lebih liar' bisa menjadi mata rantai yang hilang antara C. auris liar dan yang menyebabkan infeksi di rumah sakit.
Namun, penelitian tersebut tidak membuktikan bahwa C. auris secara alami hidup di Kepulauan Andaman, atau berasal dari sana. Kemungkinan mikroba tersebut telah diperkenalkan oleh manusia, terutama di lokasi pantai yang lebih banyak aktivitas manusia.
Di samping itu, beberapa peneliti bertanya apakah mikroba tersebut mungkin terbawa arus laut dari daerah di mana kotoran manusia dibuang ke air ke pantai Kepulauan Andaman.
"Penemuan baru kemungkinan akan memacu lebih banyak peneliti untuk mencari C. auris di lingkungan alami. Kemudian untuk membandingkan strain liar dengan yang berasal dari rumah sakit," kata Casadevall.
Studi juga dapat memeriksa apakah isolat C. auris liar dengan toleransi panas yang lebih rendah dapat "berevolusi" di laboratorium untuk tumbuh pada suhu yang lebih tinggi. Sehingga memberikan lebih banyak dukungan untuk hipotesis pemanasan global, kata editorial tersebut.
Jika memang terbukti bahwa C. auris berasal dari alam liar, dan bahwa pemanasan global merupakan faktor dalam lompatannya ke manusia, para peneliti khawatir bahwa lebih banyak patogen dapat membuat lompatan yang sama.
"Banyak organisme jamur berbahaya bagi serangga dan amfibi, tetapi tidak bagi manusia karena suhu tubuh kita yang tinggi," katanya mengingatkan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda