Jalur Pelayaran Lumpuh, Inilah Sejarah Panjang Terusan Suez
Sabtu, 27 Maret 2021 - 20:33 WIB
Terusan Suez selesai dibangun pada tahun 1869 dan secara resmi dibuka pada 17 November 1869. Selama tahun-tahun pertamanya, Terusan Suez mengalami kerugian secara finansial, namun pendapatan meningkat secara bertahap.
Kejayaan ekonomi Mesir tidak bertahan lama. Begitu Amerika Serikat kembali memasuki pasar kapas, harga kapas langsung anjlok, dan Mesir pun mengalami kebangkrutan pada 1874.
Gubernur Mesir, Ismail Pasha, terpaksa menjual saham Terusan Sueznya (44 persen dari total kepemilikan saham) dengan harga murah sebesar 4 juta pound ke Inggris Raya, namun Prancis tetap memegang saham mayoritas.
Seiring dengan hutang yang terus bertambah, Prancis dan Inggris membentuk Caisse de la Dette (Komisi Hutang Publik) pada tahun 1876 untuk memastikan pembayaran hutang Mesir.
Ismail dipaksa untuk menyerahkan tahta kepada anaknya Tawfik, seorang pemimpinyang lemah dan mudah dipengaruhi, pada tahun 1879.
Pengendalian atas pembayaran utang Mesir memungkinkan kedua kekuatan kekaisaran tersebut secara bertahap mengambil alih keuangan Mesir dan menyebabkan pendudukan Inggris di Mesir pada tahun 1882. Inggris menduduki Mesir dan Sudan atas permintaan Tewfiq untuk menekan Pemberontakan Urabi terhadap pemerintahannya.
Konvensi Konstantinopel pada tahun 1888 menyatakan Terusan Suez menjadi sebuah zona netral di bawah perlindungan Inggris.
Meskipun Terusan Suez berada di wilayah Mesir dan sebagian besar dibangun dengan tenaga kerja Mesir, namun tetap berada di bawah kendali asing hingga pertengahan abad ke-20.
Baru pada kepemimpinan Gamal Abdul Nasser, Terusan Suez dinasionalisasi pada 26 Juli 1956. Keputusan berani Nasser ini menyebabkan Perang Arab-Israel (1956) antara Mesir melawan aliansi tiga kekuatan; Israel, Prancis dan Inggris.
Meskipun Terusan Suez tidak memiliki kunci, kapal membentuk konvoi utara atau selatan untuk transit antara Port Said dan Suez. The Great Bitter Lake di Kanal sering digunakan sebagai tempat penahanan kapal-kapal untuk berlabuh selama beberapa jam sambil menunggu kapal-kapal berlalu menuju arah lain.
Kejayaan ekonomi Mesir tidak bertahan lama. Begitu Amerika Serikat kembali memasuki pasar kapas, harga kapas langsung anjlok, dan Mesir pun mengalami kebangkrutan pada 1874.
Gubernur Mesir, Ismail Pasha, terpaksa menjual saham Terusan Sueznya (44 persen dari total kepemilikan saham) dengan harga murah sebesar 4 juta pound ke Inggris Raya, namun Prancis tetap memegang saham mayoritas.
Seiring dengan hutang yang terus bertambah, Prancis dan Inggris membentuk Caisse de la Dette (Komisi Hutang Publik) pada tahun 1876 untuk memastikan pembayaran hutang Mesir.
Ismail dipaksa untuk menyerahkan tahta kepada anaknya Tawfik, seorang pemimpinyang lemah dan mudah dipengaruhi, pada tahun 1879.
Pengendalian atas pembayaran utang Mesir memungkinkan kedua kekuatan kekaisaran tersebut secara bertahap mengambil alih keuangan Mesir dan menyebabkan pendudukan Inggris di Mesir pada tahun 1882. Inggris menduduki Mesir dan Sudan atas permintaan Tewfiq untuk menekan Pemberontakan Urabi terhadap pemerintahannya.
Konvensi Konstantinopel pada tahun 1888 menyatakan Terusan Suez menjadi sebuah zona netral di bawah perlindungan Inggris.
Meskipun Terusan Suez berada di wilayah Mesir dan sebagian besar dibangun dengan tenaga kerja Mesir, namun tetap berada di bawah kendali asing hingga pertengahan abad ke-20.
Baru pada kepemimpinan Gamal Abdul Nasser, Terusan Suez dinasionalisasi pada 26 Juli 1956. Keputusan berani Nasser ini menyebabkan Perang Arab-Israel (1956) antara Mesir melawan aliansi tiga kekuatan; Israel, Prancis dan Inggris.
Meskipun Terusan Suez tidak memiliki kunci, kapal membentuk konvoi utara atau selatan untuk transit antara Port Said dan Suez. The Great Bitter Lake di Kanal sering digunakan sebagai tempat penahanan kapal-kapal untuk berlabuh selama beberapa jam sambil menunggu kapal-kapal berlalu menuju arah lain.
tulis komentar anda