Antarmuka Otak-Komputer Bantu Pasien Sindrom ALS Berkomunikasi Kembali
Rabu, 23 Maret 2022 - 17:05 WIB
BERLIN - Untuk pertama kalinya, seorang pasien sindrom Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) mampu berkomunikasi secara verbal dengan bantuan teknologi antarmuka otak-komputer (brain-computer interface/BCI). Padahal pria berusia 37 tahun ini sudah kehilangan kontrol terhadap otot untuk berkomunikasi secara verbal.
Teknologi ini memungkinkan pasien sindrom ALS tersebut berkomunikasi dengan membentuk kata-kata dan frase, meskipun tidak memiliki kontrol otot berbicara. Sistem ini melibatkan penanaman perangkat dengan mikroelektroda ke dalam otak pasien, dan menggunakan perangkat lunak komputer khusus untuk membantu menerjemahkan sinyal otaknya.
Sindrom ALS juga dikenal sebagai penyakit neuron motorik atau penyakit Lou Gehrig, merupakan gangguan neurodegeneratif langka yang mempengaruhi neuron yang bertanggung jawab untuk mengontrol gerakan otot. Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), penyakit ini menyebabkan degenerasi dan akhirnya kematian sel-sel saraf sehingga memengaruhi kemampuan seseorang untuk berjalan, berbicara, mengunyah, dan menelan.
Dalam kondisi yang semakin parah, penyakit ini menyebabkan pasien kehilangan kemampuan untuk bernapas tanpa bantuan ventilator atau perangkat lain, bahkan melumpuhkan hampir semua otot mereka. Ketika orang mengalami kelumpuhan semua otot mereka kecuali otot yang mengontrol gerakan mata, ini dikenal sebagai "keadaan terkunci".
Untuk berkomunikasi, orang-orang dalam keadaan terkunci perlu menggunakan perangkat komunikasi bantu dan augmentatif. Banyak dari perangkat ini dikendalikan oleh gerakan mata atau otot wajah apa pun yang masih berfungsi. Misalnya, Stephan Hawking menggunakan perangkat yang memungkinkan dia untuk berkomunikasi dengan menggerakkan otot pipinya.
Tetapi begitu seseorang dengan sindrom ALS kehilangan kemampuan untuk menggerakkan otot-otot ini juga, mereka memasuki "keadaan terkunci sepenuhnya" sehingga tidak bisa berkomunikasi dengan keluarga, pengasuh, dan seluruh dunia luar. Pasien dalam studi terbaru ini (dikenal sebagai pasien K1) telah kehilangan kemampuan untuk berjalan dan berbicara pada akhir 2015.
Keluarga pasien K1 menghubungi dua penelitian, yaitu Dr Niels Birbaumer dari Institut Psikologi Medis dan Neurobiologi Perilaku di Universitas Tübingen di Jerman, serta Dr Ujwal Chaudhary dari organisasi nirlaba ALS Voice di Mössingen, Jerman . Mereka membantu mengatur pasien K1 dengan sistem antarmuka otak-komputer non-invasif yang memungkinkan komunikasi dengan sisa gerakan mata yang dimilikinya.
Teknologi ini memungkinkan pasien sindrom ALS tersebut berkomunikasi dengan membentuk kata-kata dan frase, meskipun tidak memiliki kontrol otot berbicara. Sistem ini melibatkan penanaman perangkat dengan mikroelektroda ke dalam otak pasien, dan menggunakan perangkat lunak komputer khusus untuk membantu menerjemahkan sinyal otaknya.
Sindrom ALS juga dikenal sebagai penyakit neuron motorik atau penyakit Lou Gehrig, merupakan gangguan neurodegeneratif langka yang mempengaruhi neuron yang bertanggung jawab untuk mengontrol gerakan otot. Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), penyakit ini menyebabkan degenerasi dan akhirnya kematian sel-sel saraf sehingga memengaruhi kemampuan seseorang untuk berjalan, berbicara, mengunyah, dan menelan.
Dalam kondisi yang semakin parah, penyakit ini menyebabkan pasien kehilangan kemampuan untuk bernapas tanpa bantuan ventilator atau perangkat lain, bahkan melumpuhkan hampir semua otot mereka. Ketika orang mengalami kelumpuhan semua otot mereka kecuali otot yang mengontrol gerakan mata, ini dikenal sebagai "keadaan terkunci".
Untuk berkomunikasi, orang-orang dalam keadaan terkunci perlu menggunakan perangkat komunikasi bantu dan augmentatif. Banyak dari perangkat ini dikendalikan oleh gerakan mata atau otot wajah apa pun yang masih berfungsi. Misalnya, Stephan Hawking menggunakan perangkat yang memungkinkan dia untuk berkomunikasi dengan menggerakkan otot pipinya.
Tetapi begitu seseorang dengan sindrom ALS kehilangan kemampuan untuk menggerakkan otot-otot ini juga, mereka memasuki "keadaan terkunci sepenuhnya" sehingga tidak bisa berkomunikasi dengan keluarga, pengasuh, dan seluruh dunia luar. Pasien dalam studi terbaru ini (dikenal sebagai pasien K1) telah kehilangan kemampuan untuk berjalan dan berbicara pada akhir 2015.
Baca Juga
Keluarga pasien K1 menghubungi dua penelitian, yaitu Dr Niels Birbaumer dari Institut Psikologi Medis dan Neurobiologi Perilaku di Universitas Tübingen di Jerman, serta Dr Ujwal Chaudhary dari organisasi nirlaba ALS Voice di Mössingen, Jerman . Mereka membantu mengatur pasien K1 dengan sistem antarmuka otak-komputer non-invasif yang memungkinkan komunikasi dengan sisa gerakan mata yang dimilikinya.
tulis komentar anda