Kontroversi Firaun Ay, Pengganti Raja Tutankhamun yang Mati Muda
loading...
A
A
A
KAIRO - Sosok Firaun Ay (dieja Aya) jarang terungkap karena sosoknya yang kontroversi dan namanya yang dihapus dalam sejarah. Padahal Firaun Ay punya peran penting sebagai pengganti Firaun Tutankhamun atau Raja Tut yang meninggal muda.
Berbeda dengan Raja Tut yang terkenal setelah naik tahta saat masih kecil dan meninggal ketika berusia sekitar 19 tahun, antara tahun 1327 SM dan 1323 SM. Kematian Raja Tut yang tidak terduga, dan tidak meninggalkan pewaris takhta menyebabkan kekosongan kekuasaan.
Setelah Raja Tut meninggal, seorang firaun bernama Ay naik takhta dan memerintah selama sekitar empat tahun sampai dia meninggal. Kehadiran Firaun Ay tidak disambut baik oleh mantan keluarga Raja Tut.
Surat-surat kuno menunjukkan bahwa janda Tutankhamun, Ankhesenamun, sangat ingin mencegah Ay menjadi firaun. Bahkan Ankhesenamun sampai meminta orang Het, sebuah kerajaan yang berbasis di Anatolia (Turki modern), untuk mengirim seorang pangeran yang dapat menikahinya dan memerintah Mesir.
Menurut Aidan Dodson, profesor Egiptologi di Universitas Bristol di Inggris, menulis dalam bukunya "Amarna Sunset: Nefertiti, Tutankhamun, Ay, Horemheb, dan kontra-reformasi Mesir" (American University in Cairo Press, 2009), menyebutkan bahwa Ay telah menjadi pejabat kerajaan senior selama bertahun-tahun, sebelum menjadi firaun.
Kemungkinan Ay adalah ayah dari Nefertiti, istri dari ayah Tut, Akhenaten. Bukti dari hal ini ditemukan dalam gelarnya sebagai "Bapa Tuhan", yang mungkin menyiratkan bahwa Ay adalah ayah mertua Akhenaten.
Ay diperkirakan masih ada hubungan dengan Ankhesenamun, mungkin sebagai kakeknya. Meski begitu, jika Ay naik takhta, Ankhesenamun kemungkinan besar akan kehilangan kekuasaan dan putranya Nakhtmin tidak bisa jadi penerus sebagai firaun.
Pemerintahan Firaun Ay sekitar 4 tahun terbilang singkat. Dia membangun kuil kamar mayat di Thebes (sekarang Luxor) dan menyiapkan makam untuk dirinya sendiri di Lembah Para Raja.
Akhir pemerintahan Ay juga kontroversial. Penggantinya yang tidak berkerabat, Horemheb (juga dieja Haremhab), menodai makam Ay. Dia menghapus nama dan gambar Ay dan istrinya, Tey (juga dieja Tiy).
“Tampaknya ada perebutan kekuasaan antara putra Ay, Nakhtmin dan Horemheb, dan setelah menang, Horemheb perlu menunjukkan bahwa Ay adalah 'hal yang buruk',” kata Dodson.
Selain menodai makam Ay, Horemheb juga mengeluarkan dekrit yang mencela dia. “Dekrit tersebut menggambarkan periode sebelum pengangkatannya sebagai salah satu kekacauan dan korupsi,” tutur Dodson.
Berbeda dengan Raja Tut yang terkenal setelah naik tahta saat masih kecil dan meninggal ketika berusia sekitar 19 tahun, antara tahun 1327 SM dan 1323 SM. Kematian Raja Tut yang tidak terduga, dan tidak meninggalkan pewaris takhta menyebabkan kekosongan kekuasaan.
Setelah Raja Tut meninggal, seorang firaun bernama Ay naik takhta dan memerintah selama sekitar empat tahun sampai dia meninggal. Kehadiran Firaun Ay tidak disambut baik oleh mantan keluarga Raja Tut.
Surat-surat kuno menunjukkan bahwa janda Tutankhamun, Ankhesenamun, sangat ingin mencegah Ay menjadi firaun. Bahkan Ankhesenamun sampai meminta orang Het, sebuah kerajaan yang berbasis di Anatolia (Turki modern), untuk mengirim seorang pangeran yang dapat menikahinya dan memerintah Mesir.
Menurut Aidan Dodson, profesor Egiptologi di Universitas Bristol di Inggris, menulis dalam bukunya "Amarna Sunset: Nefertiti, Tutankhamun, Ay, Horemheb, dan kontra-reformasi Mesir" (American University in Cairo Press, 2009), menyebutkan bahwa Ay telah menjadi pejabat kerajaan senior selama bertahun-tahun, sebelum menjadi firaun.
Kemungkinan Ay adalah ayah dari Nefertiti, istri dari ayah Tut, Akhenaten. Bukti dari hal ini ditemukan dalam gelarnya sebagai "Bapa Tuhan", yang mungkin menyiratkan bahwa Ay adalah ayah mertua Akhenaten.
Ay diperkirakan masih ada hubungan dengan Ankhesenamun, mungkin sebagai kakeknya. Meski begitu, jika Ay naik takhta, Ankhesenamun kemungkinan besar akan kehilangan kekuasaan dan putranya Nakhtmin tidak bisa jadi penerus sebagai firaun.
Pemerintahan Firaun Ay sekitar 4 tahun terbilang singkat. Dia membangun kuil kamar mayat di Thebes (sekarang Luxor) dan menyiapkan makam untuk dirinya sendiri di Lembah Para Raja.
Akhir pemerintahan Ay juga kontroversial. Penggantinya yang tidak berkerabat, Horemheb (juga dieja Haremhab), menodai makam Ay. Dia menghapus nama dan gambar Ay dan istrinya, Tey (juga dieja Tiy).
“Tampaknya ada perebutan kekuasaan antara putra Ay, Nakhtmin dan Horemheb, dan setelah menang, Horemheb perlu menunjukkan bahwa Ay adalah 'hal yang buruk',” kata Dodson.
Selain menodai makam Ay, Horemheb juga mengeluarkan dekrit yang mencela dia. “Dekrit tersebut menggambarkan periode sebelum pengangkatannya sebagai salah satu kekacauan dan korupsi,” tutur Dodson.
(wib)