Ilmuwan Ungkap Penyebab Angin Topan Tidak Pernah Terbentuk di Atas Khatulistiwa
loading...
A
A
A
HONOLULU - Angin topan yang ganas yang dikenal sebagai siklon tropis hampir tidak pernah terjadi di khatulistiwa atau ekuator. Para ilmuwan mengungkapkan alasan angin topan topan atau siklon tropis tidak terbentuk di sepanjang khatulistiwa karena adanya efek Coriolis.
Gary Barnes, seorang ahli meteorologi dari University of Hawaii menjelaskan, di atas khatulistiwa sebenarnya planet dan atmosfer bergerak dengan kecepatan lebih dari 1.000 mil per jam atau 1.600 km per jam, bahkan ketika udaranya tenang. Gerakan ini mengikuti arah putaran bumi dari barat ke timur.
Lingkar bumi terbesar tepat berada di ekuator atau khatulistiwa. Ini berarti apa pun yang berdiri di ekuator bergerak lebih cepat ke arah timur, daripada apa pun yang berada jauh dari ekuator. Ini juga berarti, sesuatu yang berada di ekuator menempuh jarak yang lebih jauh daripada apa pun yang berada di utara atau selatan bumi dalam waktu yang sama.
Jika udara bergerak dari khatulistiwa ke utara, maka udara itu juga tetap mengalir dengan cepat ke arah timur dibandingkan dengan lingkungan barunya. Ini berarti udara yang bergerak dari khatulistiwa ke utara akan tampak membelok ke kanan.
Sebaliknya, udara yang mengalir dari khatulistiwa ke selatan akan tampak menyimpang dengan putaran ke kiri. Di belahan bumi utara, udara yang berputar ke kanan akan menciptakan gerakan berputar berlawanan arah jarum jam dan sebaliknya di belahan bumi selatan udara bergerak searah jarum jam.
Fenomena ini, kata Barnes, dikenal sebagai efek Coriolis. Gerakan ini membantu mengendalikan arah putaran siklon tropis menjauhi khatulistiwa menuju utara atau selatan Bumi. Akibatnya, siklon tropis jarang terbentuk di dekat khatulistiwa.
“Perputaran angin yang tampak sangat lemah di dekat khatulistiwa ini, menjadi lebih kuat saat menjauh ekuator. Sangat jarang siklon tersebut terbentuk dalam jarak dekat (beberapa derajat) dari garis katulistiwa,” kata Barnes dikutip SINDOnews dari laman Space, Senin (10/4/2023).
Namun, ada pengecualian ketika terjadi Siklon Tropis Vamei pada tahun 2001 di Laut China Selatan yang lokasinya dalam 2 derajat dari garis khatulistiwa. Satu derajat garis lintang mencakup wilayah sekitar 69 mil atau 111 kilometer.
“Tetapi sirkulasi yang baru lahir sebenarnya terbentuk lebih awal, lebih jauh dari garis khatulistiwa,” katanya. Para ilmuwan memperkirakan angin yang berinteraksi dengan wilayah pulau di kepulauan Indonesia mungkin telah menghasilkan rotasi sehingga memunculkan siklon tropis Vamei.
Paul Roundy, seorang ilmuwan atmosfer di University of Albany di New York menambahkan, perubahan iklim tidak secara signifikan mempengaruhi rotasi Bumi. “Jadi tidak akan berdampak langsung pada kemungkinan badai melintasi garis khatulistiwa,” kata Roundy.
Gary Barnes, seorang ahli meteorologi dari University of Hawaii menjelaskan, di atas khatulistiwa sebenarnya planet dan atmosfer bergerak dengan kecepatan lebih dari 1.000 mil per jam atau 1.600 km per jam, bahkan ketika udaranya tenang. Gerakan ini mengikuti arah putaran bumi dari barat ke timur.
Lingkar bumi terbesar tepat berada di ekuator atau khatulistiwa. Ini berarti apa pun yang berdiri di ekuator bergerak lebih cepat ke arah timur, daripada apa pun yang berada jauh dari ekuator. Ini juga berarti, sesuatu yang berada di ekuator menempuh jarak yang lebih jauh daripada apa pun yang berada di utara atau selatan bumi dalam waktu yang sama.
Jika udara bergerak dari khatulistiwa ke utara, maka udara itu juga tetap mengalir dengan cepat ke arah timur dibandingkan dengan lingkungan barunya. Ini berarti udara yang bergerak dari khatulistiwa ke utara akan tampak membelok ke kanan.
Sebaliknya, udara yang mengalir dari khatulistiwa ke selatan akan tampak menyimpang dengan putaran ke kiri. Di belahan bumi utara, udara yang berputar ke kanan akan menciptakan gerakan berputar berlawanan arah jarum jam dan sebaliknya di belahan bumi selatan udara bergerak searah jarum jam.
Fenomena ini, kata Barnes, dikenal sebagai efek Coriolis. Gerakan ini membantu mengendalikan arah putaran siklon tropis menjauhi khatulistiwa menuju utara atau selatan Bumi. Akibatnya, siklon tropis jarang terbentuk di dekat khatulistiwa.
“Perputaran angin yang tampak sangat lemah di dekat khatulistiwa ini, menjadi lebih kuat saat menjauh ekuator. Sangat jarang siklon tersebut terbentuk dalam jarak dekat (beberapa derajat) dari garis katulistiwa,” kata Barnes dikutip SINDOnews dari laman Space, Senin (10/4/2023).
Namun, ada pengecualian ketika terjadi Siklon Tropis Vamei pada tahun 2001 di Laut China Selatan yang lokasinya dalam 2 derajat dari garis khatulistiwa. Satu derajat garis lintang mencakup wilayah sekitar 69 mil atau 111 kilometer.
“Tetapi sirkulasi yang baru lahir sebenarnya terbentuk lebih awal, lebih jauh dari garis khatulistiwa,” katanya. Para ilmuwan memperkirakan angin yang berinteraksi dengan wilayah pulau di kepulauan Indonesia mungkin telah menghasilkan rotasi sehingga memunculkan siklon tropis Vamei.
Paul Roundy, seorang ilmuwan atmosfer di University of Albany di New York menambahkan, perubahan iklim tidak secara signifikan mempengaruhi rotasi Bumi. “Jadi tidak akan berdampak langsung pada kemungkinan badai melintasi garis khatulistiwa,” kata Roundy.
(wib)