Ungkap Kehamilan Hiu Paus yang Misterius, Ilmuwan Bikin Alat Pendeteksi Khusus
loading...
A
A
A
TOKYO - Sistem biologi dan reproduksi hiu paus (Rhincodon typus) sebagian besar masih merupakan misteri dan sulit diungkap. Padahal hiu paus diklasifikasikan sebagai terancam punah secara global oleh International Union for Conservation of Nature.
Diperkirakan hanya ada 100.000 hingga 238.000 ekor yang tersisa di seluruh dunia atau turun lebih dari 50 persen dalam 75 tahun terakhir. Tanpa mengetahui sistem reproduksi hiu paus, tentu akan sulit menjaga kelestarian dan kelangsungan hidupnya.
“Melindungi organisme tanpa mengetahui biologi (reproduksinya) seperti mencoba menangkap lalat dengan mata tertutup,” kata Rui Matsumoto, ahli biologi perikanan di Okinawa Churashima Foundation di Jepang dikutip SINDOnews dari laman Science News, Selasa (11/4/2023).
Churashima Foundation adalah organisasi yang meneliti hewan dan tumbuhan subtropis untuk memelihara atau meningkatkan sumber daya alam di taman nasional. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang raksasa lembut ini, Matsumoto dan ahli biologi hiu Kiyomi Murakumo dari Akuarium Okinawa Churaumi Jepang membuat alat khusus untuk mendeteksi kehamilan pada hiu paus.
Mereka membuat paket jet bawah air, berupa baling-baling yang dipasang di tangki scuba, untuk berenang bersama ikan hiu paus. Ukuran tubuh hiu paus rata-rata panjangnya 12 meter dan bergerak sekitar 5 kilometer per jam.
Kemudian para peneliti mengarahkan tas kerja seberat 17 kilogram yang berisi tongkat ultrasonik tahan air di bagian bawah tubuh betina hiu paus yang berenang di dekat Kepulauan Galápagos dan mengambil darah dengan jarum suntik dari sirip mereka. Sampai penelitian ini, tongkat ultrasound belum pernah digunakan di luar akuarium pada satwa liar yang berenang bebas.
“Melakukan dua tes ini pada hiu paus dengan peralatan khusus ini sangat menantang. Apalagi ikan itu memiliki kulit paling tebal dari hewan mana pun, setebal sekitar 30 sentimeter,” ujar Simon Pierce, seorang ahli ekologi hiu paus dengan Marine Megafauna Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang menggunakan penelitian untuk mendorong konservasi laut.
Tantangan lainnya adalah air laut, yang dapat mencemari sampel darah. Para peneliti mengembangkan sistem dua jarum suntik, pertama jarum suntik dengan ruang hampa yang dipadu dengan jarum suntik kedua untuk mengambil darah.
Setelah diteliti di lab, plasma darah dari enam betina menunjukkan kadar hormon yang mirip dengan kadar yang diperoleh dari betina dewasa yang ditangkap di akuarium, yang menunjukkan bahwa betina liar itu tidak hamil.
Citra ultrasound menunjukkan folikel telur pada dua dari 22 betina yang diteliti, yang berarti betina tersebut cukup dewasa untuk bereproduksi tetapi juga tidak hamil. Ahli biologi tidak menemukan hiu paus hamil.
Merintis teknik non-invasif pada hiu paus ini telah membuka pintu untuk kemungkinan belajar lebih banyak tentang hewan laut yang terancam punah lainnya juga. Tongkat ultrasonik tahan air yang dipasang di tiang, kata Pierce, sekarang digunakan pada hiu macan di tempat-tempat pemangsa tertarik oleh umpan.
Diperkirakan hanya ada 100.000 hingga 238.000 ekor yang tersisa di seluruh dunia atau turun lebih dari 50 persen dalam 75 tahun terakhir. Tanpa mengetahui sistem reproduksi hiu paus, tentu akan sulit menjaga kelestarian dan kelangsungan hidupnya.
“Melindungi organisme tanpa mengetahui biologi (reproduksinya) seperti mencoba menangkap lalat dengan mata tertutup,” kata Rui Matsumoto, ahli biologi perikanan di Okinawa Churashima Foundation di Jepang dikutip SINDOnews dari laman Science News, Selasa (11/4/2023).
Churashima Foundation adalah organisasi yang meneliti hewan dan tumbuhan subtropis untuk memelihara atau meningkatkan sumber daya alam di taman nasional. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang raksasa lembut ini, Matsumoto dan ahli biologi hiu Kiyomi Murakumo dari Akuarium Okinawa Churaumi Jepang membuat alat khusus untuk mendeteksi kehamilan pada hiu paus.
Mereka membuat paket jet bawah air, berupa baling-baling yang dipasang di tangki scuba, untuk berenang bersama ikan hiu paus. Ukuran tubuh hiu paus rata-rata panjangnya 12 meter dan bergerak sekitar 5 kilometer per jam.
Kemudian para peneliti mengarahkan tas kerja seberat 17 kilogram yang berisi tongkat ultrasonik tahan air di bagian bawah tubuh betina hiu paus yang berenang di dekat Kepulauan Galápagos dan mengambil darah dengan jarum suntik dari sirip mereka. Sampai penelitian ini, tongkat ultrasound belum pernah digunakan di luar akuarium pada satwa liar yang berenang bebas.
“Melakukan dua tes ini pada hiu paus dengan peralatan khusus ini sangat menantang. Apalagi ikan itu memiliki kulit paling tebal dari hewan mana pun, setebal sekitar 30 sentimeter,” ujar Simon Pierce, seorang ahli ekologi hiu paus dengan Marine Megafauna Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang menggunakan penelitian untuk mendorong konservasi laut.
Tantangan lainnya adalah air laut, yang dapat mencemari sampel darah. Para peneliti mengembangkan sistem dua jarum suntik, pertama jarum suntik dengan ruang hampa yang dipadu dengan jarum suntik kedua untuk mengambil darah.
Setelah diteliti di lab, plasma darah dari enam betina menunjukkan kadar hormon yang mirip dengan kadar yang diperoleh dari betina dewasa yang ditangkap di akuarium, yang menunjukkan bahwa betina liar itu tidak hamil.
Citra ultrasound menunjukkan folikel telur pada dua dari 22 betina yang diteliti, yang berarti betina tersebut cukup dewasa untuk bereproduksi tetapi juga tidak hamil. Ahli biologi tidak menemukan hiu paus hamil.
Merintis teknik non-invasif pada hiu paus ini telah membuka pintu untuk kemungkinan belajar lebih banyak tentang hewan laut yang terancam punah lainnya juga. Tongkat ultrasonik tahan air yang dipasang di tiang, kata Pierce, sekarang digunakan pada hiu macan di tempat-tempat pemangsa tertarik oleh umpan.
(wib)