4 Penyakit akibat Menghangatnya Suhu Bumi, dari Nyamuk Pembunuh hingga Virus Zombie Superbugs

Kamis, 18 Mei 2023 - 22:43 WIB
loading...
4 Penyakit akibat Menghangatnya Suhu Bumi, dari Nyamuk Pembunuh hingga Virus Zombie Superbugs
Kutu yang membawa penyakit Lyme. Foto: Istimewa
A A A
JAKARTA - Perubahan iklim dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia dan kehidupan. Dilansir dari Glibal Climate Change, sedikitnya ada empat gangguan kesehatan akibat menghangatnya suhu bumi:

1. Penyakit Lyme

Penyakit Lyme menyerang Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Eropa, serta Asia. Lyme adalah penyakit yang ditularkan melalui darah oleh kutu, kepada manusia.

Dilansir dari Global Climate Change, penyakit tersebut terjadi akibat perubahan iklim. Penyakit Lyme, sangat lazim terjadi di wilayah Amerika Utara, Eropa dan Asia.



"Penyakit ini menyebabkan sakit kepala, demam, kelelahan, dan ruam kulit. Jika tidak diobati, dapat mempengaruhi sistem jantung, sendi, dan saraf pusat," kata laman itu, dikutip Kamis (18/5/2023).

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS menyatakan, 30.000 kasus penyakit Lyme terjadi setiap tahun.

Para peneliti baru-baru ini, bahkan menemukan bahwa risiko penyakit Lyme berkembang utara di Kanada. Ini terjadi ketika suhu global memanas, ditambah kawasan tersebut cocok dijadikan hunian bagi kutu.

"Para ilmuwan menggabungkan data satelit NASA, dengan data lapangan pengawasan kutu, serta data stasiun cuaca, untuk memprediksi habitat ini. Terutama untuk memprediksi risiko penyebaran Lyme," jelasnya.

Menurut data Survei Geologi Satelit Landsat, penyakit Lyme banyak ditemukan di area perumahan yang ditutupi tanaman dan pohon, serta terletak berdekatan dengan hutan.

2. Serangan Mematikan Nyamuk

Selain Lyme, penyakit lain yang ditimbulkan akibat perubahan iklim adalah serangan mematikan nyamuk pada manusia, seperti malaria, demam berdarah, Zika, virus Nil Barat, dan Chikungunya.

Dengan mengangkat suhu bumi, jangkauan beberapa penyakit yang ditularkan oleh nyamuk pun berkembang.

Sebuah studi dalam jurnal Science menemukan, perubahan kondisi iklim memungkinkan nyamuk untuk bermigrasi ke ketinggian dan lintang yang lebih tinggi.



Kekeringan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrem dapat menciptakan tempat pemuliaan nyamuk baru. Suhu yang lebih hangat juga memungkinkan nyamuk berkembang biak lebih cepat dan untuk periode waktu yang lebih lama.

Para ilmuwan menggunakan data satelit NASA untuk melacak kesehatan vegetasi, curah hujan, dan suhu dan memantau kondisi lingkungan yang menguntungkan nyamuk.

"Ini memungkinkan mereka untuk memprediksi di mana nyamuk dapat membiakkan dan menyebarkan penyakit," tulis penelitian itu.

3. Alergi Musiman

Perubahan iklim juga memperburuk alergi musiman. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS mencatat, sebanyak 24 juta orang Amerika menderita demam, dan sekitar 10 juta menderita asma akibat alergi ini.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS memperkirakan, sebanyak 24 juta orang Amerika menderita demam dan sekitar 10 juta menderita asma.

Setiap tahun, gulma, rumput, dan pohon melepaskan sejumlah besar spora serbuk sari kecil ke udara untuk memungkinkan tanaman bereproduksi. Serbuk sari itu masuk ke mata, telinga, hidung, dan tenggorokan.

Suhu yang lebih hangat akan peningkatan kadar karbon dioksida dan menyebabkan tanaman mekar lebih awal dan menghasilkan serbuk sari lebih lama setiap tahun.

"Ini mengarah ke lebih banyak serbuk sari di udara dan musim alergi yang lebih panjang," sambungnya.

4. Virus Zombie Superbugs

Virus Zombie Superbugs adalah virus dan bakteri yang kebal terhadap antibiotik dan obat antivirus. Mereka adalah mimpi buruk bagi ahli mikrobiologi dan dokter, tetapi terutama untuk pasien yang terinfeksi.

Ketika suhu bumi menghangat, para ilmuwan khawatir terjadi pencairan tanah Arktik beku (permafrost) yang dapat mengaktifkan kembali penyakit dari mikroorganisme kuno yang telah dikunci dalam keadaan beku.

Satu gram tanah permafrost dapat mengandung ribuan spesies mikroba. Beberapa virus, mikroba, dan bakteri ini bisa resisten terhadap antibiotik.



"Para ilmuwan khawatir organisme permafrost yang tahan antibiotik dapat bertukar materi genetik dengan bakteri modern, menciptakan superbug," ungkapnya.

Sebuah studi yang dipimpin oleh penambang Kimberley dari Laboratorium Propulsi Jet NASA meneliti bahan biologis, kimia, dan radioaktif yang disimpan dalam es, salju, dan permafrost.

Para peneliti mencatat, bahwa mikroorganisme kuno di lingkungan Arktik dapat mengganggu ekosistem, membunuh satwa liar, dan menempatkan kesehatan manusia dalam risiko.

Studi menunjukkan sekitar dua pertiga dari permafrost di dekat permukaan tanah Arktik dapat dicairkan pada tahun 2100. Lebih dari tiga juta orang hidup di permafrost di lintang utara yang tinggi, dan perdagangan Arktik.

"Ini meningkatkan risiko manusia dapat terpapar bahaya yang muncul dan kemudian mengangkutnya secara global," tukasnya.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2587 seconds (0.1#10.140)