Mengenal Dust Devil, Pusaran Api yang Viral di Kebakaran Bromo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebakaran hutan di kawasan gunung Bromo, Jawa Timur, begitu dahsyat. Di sosial media, masyarakat juga dikejutkan dengan pusaran api yang belakangan diketahui sebagai fenomena dust devil.
Kebakaran di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terjadi sejak Selasa 29 Agustus 2023 sekitar pukul 23.30 WIB, terdapat titik api di Bantengan, di sekitar perbatasan resort PTN Wilayah Coban Trisula dan resort PTN Wilayah Ranupani.
Api terus menjalar ke beberapa savana di Bukit Teletubbies, Blok Jemplang, hingga kawasan B29, di wilayah Lumajang. Bahkan api juga merambat ke kawasan Perhutani di Gunung Penanjakan.
Belakangan viral sebuah video yang memperlihatkan pusaran api yang muncul di lokasi kebakaran Savana Gunung Bromo, Jawa Timur. Video itu diunggah akun media sosial @jalankebromo.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda menjelaskan pusaran api itu bukan puting beliung ataupun tornado api, melainkan dust devil.
“Dust devil merupakan pusaran udara kecil namun kuat yang terjadi saat udara kering yang sangat panas dan tidak stabil di permukaan tanah naik dengan cepat melalui udara yang lebih dingin di atasnya, membentuk aliran udara ke atas berupa pusaran dan membawa debu, serpihan, atau puing-puing di sekitarnya,” tulis BMKG Juanda lewat akun media sosialnya, Senin (11/9/2023).
Terjadinya dust devil yakni akibat adanya matahari yang memanaskan permukaan tanah, kemudian udara panas naik dan membentuk tekanan rendah. Selanjutnya, udara lebih dingin di sekitarnya masuk alam tekanan rendah dan membentuk pusaran semakin menjulang naik dan bertambah kecepatannya.
“Kemudian, pusaran angin ini semakin kokoh dan menyedot pasir dan debu di sekitarnya dan menjadi dust devil. Dust devil berangsur hilang karena bertemu udara yang lebih dingin,” tulis BMKG.
BMKG menyebut ada lima faktor penyebab terjadinya dust devil. Pertama pemanasan matahari pada permukaan tanah yang cukup intensif. Kedua, jumlah tutupan awan yang sedikit (cuaca cerah). Ketiga, banyak debu dan pasir di permukaan tanah. Keempat, kelembaban rendah, dan kelima permukaan tanah yang kering.
“Dust devil biasa muncul pada siang-sore yang cerah, kering, dan panas. Dust devil dapat berlangsung beberapa detik atau menit. Dust devil hanya terlihat saat terdapat media pendukung seperti pasir dan debu,” tulis BMKG.
Dalam hal ini dust devil di Bromo berbeda dengan puting beliung. Puting beliung berasal dari awan cumulonimbus. Kecepatan angin dapat mencapai lebih dari 60 km/jam. Dampak yang disebabkan cukup destruktif atau menghancurkan. Sementara Dust devil bukan dari awan cumulonimbus, namun dari pemanasan lokal. Kecepatan angin tidak terlalu tinggi. Dampak yang disebabkan tidak destruktif atau tidak menghancurkan.
Kebakaran di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terjadi sejak Selasa 29 Agustus 2023 sekitar pukul 23.30 WIB, terdapat titik api di Bantengan, di sekitar perbatasan resort PTN Wilayah Coban Trisula dan resort PTN Wilayah Ranupani.
Api terus menjalar ke beberapa savana di Bukit Teletubbies, Blok Jemplang, hingga kawasan B29, di wilayah Lumajang. Bahkan api juga merambat ke kawasan Perhutani di Gunung Penanjakan.
Belakangan viral sebuah video yang memperlihatkan pusaran api yang muncul di lokasi kebakaran Savana Gunung Bromo, Jawa Timur. Video itu diunggah akun media sosial @jalankebromo.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda menjelaskan pusaran api itu bukan puting beliung ataupun tornado api, melainkan dust devil.
“Dust devil merupakan pusaran udara kecil namun kuat yang terjadi saat udara kering yang sangat panas dan tidak stabil di permukaan tanah naik dengan cepat melalui udara yang lebih dingin di atasnya, membentuk aliran udara ke atas berupa pusaran dan membawa debu, serpihan, atau puing-puing di sekitarnya,” tulis BMKG Juanda lewat akun media sosialnya, Senin (11/9/2023).
Terjadinya dust devil yakni akibat adanya matahari yang memanaskan permukaan tanah, kemudian udara panas naik dan membentuk tekanan rendah. Selanjutnya, udara lebih dingin di sekitarnya masuk alam tekanan rendah dan membentuk pusaran semakin menjulang naik dan bertambah kecepatannya.
“Kemudian, pusaran angin ini semakin kokoh dan menyedot pasir dan debu di sekitarnya dan menjadi dust devil. Dust devil berangsur hilang karena bertemu udara yang lebih dingin,” tulis BMKG.
BMKG menyebut ada lima faktor penyebab terjadinya dust devil. Pertama pemanasan matahari pada permukaan tanah yang cukup intensif. Kedua, jumlah tutupan awan yang sedikit (cuaca cerah). Ketiga, banyak debu dan pasir di permukaan tanah. Keempat, kelembaban rendah, dan kelima permukaan tanah yang kering.
“Dust devil biasa muncul pada siang-sore yang cerah, kering, dan panas. Dust devil dapat berlangsung beberapa detik atau menit. Dust devil hanya terlihat saat terdapat media pendukung seperti pasir dan debu,” tulis BMKG.
Dalam hal ini dust devil di Bromo berbeda dengan puting beliung. Puting beliung berasal dari awan cumulonimbus. Kecepatan angin dapat mencapai lebih dari 60 km/jam. Dampak yang disebabkan cukup destruktif atau menghancurkan. Sementara Dust devil bukan dari awan cumulonimbus, namun dari pemanasan lokal. Kecepatan angin tidak terlalu tinggi. Dampak yang disebabkan tidak destruktif atau tidak menghancurkan.
(msf)