Dalam 25 Tahun, Lapisan Es Antartika Mencair dan Lepaskan 7,5 Triliun Ton Air ke Lautan

Jum'at, 13 Oktober 2023 - 15:57 WIB
loading...
Dalam 25 Tahun, Lapisan...
Selama 25 tahun terakhir, lapisan es di Antartika yang mencair telah melepaskan sebanyak 7,5 triliun ton air ke laut. Foto/NASA/Daily Mail
A A A
LONDON - Selama 25 tahun terakhir, lapisan es di Antartika yang mencair telah melepaskan sebanyak 7,5 triliun ton air ke laut. Diketahui lebih dari 40% dari 162 lapisan es Antartika telah menyusut sejak tahun 1997.

Dengan menganalisis lebih dari 100.000 citra radar satelit, para peneliti dari Universitas Leeds menemukan adanya erosi terus-menerus pada lapisan es di benua Antartika . Diperkirakan lebih dari 40% penyusutan antara tahun 1997 dan 2021.

Meskipun beberapa lapisan es bertambah besar selama periode ini, data menunjukkan bahwa sepertiganya telah kehilangan lebih dari 30% massa awalnya. Secara keseluruhan, 59 triliun ton air telah ditambahkan ke lapisan es benua ini sejak tahun 1975. Namun, hal ini diimbangi dengan hilangnya 67 triliun ton.



Kerugian terbesar terjadi di Lapisan Es Getz yang kehilangan 1,9 triliun ton air. Sebagai gambaran, satu triliun ton es akan membuat sebuah kubus berukuran lebih dari 10 km ke segala arah atau lebih dari setengah mil lebih tinggi dari Gunung Everest!

Dari kehilangan ini, 95% akibat pencairan dan 5% disebabkan oleh 'calving', dimana bongkahan besar es lepas ke laut. Kondisi ini mengakibatkan pelepasan air tawar dalam jumlah besar ke laut sehingga mengancam kestabilan arus laut dan berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut global.
Dalam 25 Tahun, Lapisan Es Antartika Mencair dan Lepaskan 7,5 Triliun Ton Air ke Lautan


Terlebih lagi, perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia mempercepat pencairan es di masa depan. Sementara itu, di sisi lain Antartika, Lapisan Es Amery memperoleh 1,2 triliun ton es akibat suhu perairan di sekitarnya yang lebih dingin.

Dr Benjamin Davison, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan bukti ini menunjukkan adanya perubahan nyata pada es Antartika. “Kami memperkirakan sebagian besar lapisan es akan mengalami siklus penyusutan yang cepat namun berumur pendek, kemudian tumbuh kembali secara perlahan,” kata Dr Davidson dikutip SINDOnews dari laman Daily Mail, Jumat (13/10/2023).



Para ilmuwan menemukan bahwa, meskipun hampir semua lapisan es di pantai timur mencair, banyak lapisan es di pantai barat tetap berukuran sama atau bertambah besar. Hal ini disebabkan pola arus laut yang mengelilingi Antartika membawa air dengan suhu berbeda.

Sementara bagian baratnya terkena air hangat yang mengikis lapisan es dari bawah, Antartika Timur dilindungi oleh perairan dingin di dekat pantai. “Sebaliknya, kami melihat bahwa hampir setengah dari jumlah tersebut menyusut tanpa ada tanda-tanda pemulihan,” kata Dr Davidson.

Dr Davidson percaya bahwa perubahan ini disebabkan oleh pemanasan global yang disebabkan oleh manusia. Jika peningkatan laju pencairan disebabkan oleh faktor alam seperti variasi pola iklim, maka terdapat bukti pertumbuhan kembali es di wilayah barat yang biasanya lebih hangat.

Tim yang melakukan penelitian terbaru ini kini khawatir bahwa erosi yang terus-menerus pada lapisan es dapat berdampak besar pada iklim yang lebih luas. Lapisan es yang mengapung di laut bertindak seperti 'sumbat' raksasa di ujung gletser.



Ketika gletser menipis atau mengecil, gletser akan bergerak lebih cepat ke laut, sehingga meningkatkan laju hilangnya es ke laut. Jika lapisan es dihilangkan atau dikurangi, hal ini dapat mengganggu sistem es Antartika serta sirkulasi lautan global.

Di Samudra Selatan sekitar Antartika, air yang padat, dingin, dan asin tenggelam ke dasar laut. Saat air tenggelam, membentuk mesin yang menggerakkan arus laut raksasa sehingga memindahkan nutrisi dan panas dari ekosistem kutub yang sensitif.
Dalam 25 Tahun, Lapisan Es Antartika Mencair dan Lepaskan 7,5 Triliun Ton Air ke Lautan


Karena sebagian besar air yang berasal dari lapisan es yang mencair adalah air segar, hal ini akan mengencerkan air asin di lautan. Kondisi menjadikannya kurang padat dan membutuhkan waktu lebih lama untuk tenggelam, sehingga melemahkan sirkulasi laut.

Penelitian telah menunjukkan bahwa proses ini mungkin mulai melemahkan keseimbangan Kutub Selatan. Para ilmuwan mengungkapkan bahwa gelombang panas musim dingin pada Maret 2022 menyebabkan suhu naik 40 derajat Celcius di atas tingkat normal.
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1252 seconds (0.1#10.140)