Sungai Amazon Kering, Ratusan Lumba-Lumba Mati 

Sabtu, 21 Oktober 2023 - 23:38 WIB
loading...
Sungai Amazon Kering, Ratusan Lumba-Lumba Mati 
Kematian massal lumba-lumba di Amazon diduga akibat kemarau panjang dan kenaikan ekstrem suhu air. (Foto: CBS News)
A A A
BRASIL - Sebanyak 150 ekor lumba-luma ditemukan mati di Danau Tefé, Brasil akibat kekeringan dan kenaikan suhu air di sepanjang aliran Sungai Amazon.

Dalam waktu seminggu, para ahli mengatakan, sekitar 10 persen dari populasi lumba-lumba lokal ditemukan mati. Begitu juga dengan ratusan ikan, lantaran suhu air tinggi.

Juru bicara World Wildlife Fund Brasil memastikan sebanyak 153 lumba-lumba ditemukan mati pada rentang waktu 23 September. Rinciannya terdiri dari 130 lumba-lumba merah muda dan 23 lumba-lumba tucuxi.

Peneliti dari WWF-Brasil, bersama Institut Mamirau untuk Pembangunan Berkelanjutan mengidentifikasi kematian yang tidak biasa ini disebabkan oleh kekeringan berkelanjutan. WWF-Brasil mencatat Sungai Amazon mengalami kekeringan ekstrem hingga mengurangi aliran sungai utamanya. Walhasil, pekan ini Sungai Rio Negro mencapai kedalaman air terendahnya sejak tahun 1902. Rendahnya tingkat presipitasi telah dikaitkan dengan peningkatan suhu air.



Pekan ini, penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Hydrological Processes menemukan bahwa kekeringan mempunyai implikasi signifikan terhadap suhu air sungai karena radiasi selama periode ini lebih intens sementara tingkat air lebih rendah dan kecepatan sungai melambat. Seiring dengan terus naiknya suhu rata-rata global, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, masalah semacam ini akan terus terjadi.

"Kenaikan suhu air sungai dapat mempunyai dampak signifikan dan seringkali merugikan bagi kehidupan akuatik, mempengaruhi baik spesies individu maupun seluruh ekosistem," kata profesor David Hannah dari University of Birmingham.

Kondisi kekeringan seringkali bersamaan dengan suhu atmosfer tinggi dan tren seperti itu akan menjadi lebih intens dan sering dengan perubahan iklim. Suhu air yang lebih tinggi di Danau Tefé setidaknya sebagian disebabkan oleh kekeringan berkelanjutan.

Selama pekan kematian massal lumba-lumba, suhu mencapai sekitar 39,1 derajat Celsius, atau hampir 102,4 derajat Fahrenheit. Pada suhu itu, air menjadi 102 derajat Fahrenheit atau 40 derajat Celcius. “Suhu maksimum rata-rata dari waktu ke waktu untuk danau ini jauh lebih rendah, sekitar 89,6 derajat Fahrenheit,” kata oseanografer Miriam Marmontel.

Marmontel percaya bahwa perbedaan suhu lebih dari 12 derajat telah memicu stres termal pada hewan-hewan tersebut.



Namun, dari 104 lumba-lumba yang telah dibiopsi, 17 lumba-lumba di antaranya menunjukkan bahwa tidak ada bukti agen infeksi yang terkait dengan penyebab utama kematian. Alga egulena sanguinea, yang dapat menyebabkan ikan mati, ditemukan di air sejak 3 Oktober, namun tidak ada bukti racunnya berhubungan dengan kematian lumba-lumba atau menyebabkan kematian ikan di Danau Tefé.

"Mengenai semua variabel lingkungan dan biologis yang telah kami analisis, satu-satunya yang menunjukkan anomali adalah suhu air," kata tim peneliti.

Mariana Paschoalini Frias, analis konservasi di WWF-Brasil, menggambarkan kematian massal ini sebagai sebuah tragedi."Dampak kehilangan hewan-hewan ini sangat besar dan mempengaruhi seluruh ekosistem lokal," kata Frias.

Lumba-lumba dianggap sebagai 'penjaga' atau indikator dari kesehatan lingkungan tempat mereka tinggal. Apa yang terjadi pada mereka tercermin pada spesies lain yang hidup di sekitar mereka, termasuk manusia.

WWF-Brasil pun membangun barikade dari tiang kayu untuk mencoba mencegah kematian lumba-lumba lebih lanjut dan memindahkan hewan-hewan ke area yang lebih dalam dan lebih sejuk.
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2736 seconds (0.1#10.140)