Spesies Katak Bertaring Terkecil di Dunia Ditemukan di Hutan Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Spesies katak bertaring terkecil di dunia ditemukan di perbukitan vulkanik yang subur di Sulawesi, Indonesia. Beberapa spesies katak di Asia Tenggara telah mengembangkan taringnya untuk memperebutkan wilayah, kawin, dan berburu mangsa renyah seperti lipan dan kepiting.
Tim ahli herpetologi dari Amerika Serikat dan Indonesia melakukan pendakian melalui hutan hujan. Mereka menemukan telur-telur katak berwarna hitam seperti kaca di atas dedaunan serta batu-batu besar berlumut beberapa meter dari tanah.
Penemuan ini menarik perhatian para peneliti karena telur katak hampir selalu diletakkan di dalam air untuk mencegah lapisan jelinya mengering. Segera setelah itu, para peneliti melihat katak coklat berbintik-bintik seukuran koin yang melindungi sarangnya.
“Setelah berulang kali memantau sarangnya, tim mulai menemukan katak-katak yang sedang duduk di dedaunan sambil memeluk sarang kecil mereka. Anehnya, semua katak yang mengerami telur itu adalah katak jantan,” kata Jeff Frederick, ahli ekologi satwa liar di Field Museum di Chicago dikutip SINDOnews dari laman Science Alert, Kamis (21/12/2023).
Katak penjaga ini melapisi telurnya dengan senyawa yang menjaganya tetap lembab dan bebas bakteri dan jamur. Spesies katak yang belum pernah dilihat sebelumnya ini memiliki pita gigi kecil di rahang atasnya dan dua taring kecil yang menonjol dari rahang bawahnya.
Katak biasanya hanya memiliki gigi di rahang atasnya. Spesies baru diberi nama Limnonectes phyllofolia. Phyllofolia berarti 'sarang daun'. “Spesies baru ini berukuran kecil dibandingkan dengan katak bertaring lainnya di pulau tempat ia ditemukan,” kata Frederick.
Katak bertaring tajam lainnya di Sulawesi berukuran raksasa seberat dua pon, namun spesies baru ini hanya berbobot sekitar dua gram. “Hampir sama dengan berat koin satu sen,” kata Frederick.
Karena katak yang bersarang di daun tidak menggunakan saluran air untuk berkembang biak, mereka tidak memerlukan taring besar untuk bersaing mendapatkan tempat bertelur terbaik di arus sungai yang padat. Hal ini bisa menjelaskan ukuran taring mereka yang kecil dibandingkan dengan katak lain di pulau itu.
Para peneliti sebelumnya menemukan bahwa taring katak telah berevolusi secara independen setidaknya empat kali di semua spesies katak. Mempelajari perilaku dan pola makan spesies ini, taring katak yang berevolusi sebagai respons terhadap seleksi seksual tampaknya relatif lebih besar dibandingkan dengan taring katak yang berevolusi sebagai respons terhadap tekanan lingkungan lainnya.
Katak bertaring telah ditemukan di Kamboja, Vietnam, Afrika Barat, dan Amerika Selatan. Para ilmuwan juga menemukan berudu bertaring dari katak terbang vampir (Rhacophorus vampyrus) di hutan hijau di Vietnam selatan.
Tim ahli herpetologi dari Amerika Serikat dan Indonesia melakukan pendakian melalui hutan hujan. Mereka menemukan telur-telur katak berwarna hitam seperti kaca di atas dedaunan serta batu-batu besar berlumut beberapa meter dari tanah.
Penemuan ini menarik perhatian para peneliti karena telur katak hampir selalu diletakkan di dalam air untuk mencegah lapisan jelinya mengering. Segera setelah itu, para peneliti melihat katak coklat berbintik-bintik seukuran koin yang melindungi sarangnya.
“Setelah berulang kali memantau sarangnya, tim mulai menemukan katak-katak yang sedang duduk di dedaunan sambil memeluk sarang kecil mereka. Anehnya, semua katak yang mengerami telur itu adalah katak jantan,” kata Jeff Frederick, ahli ekologi satwa liar di Field Museum di Chicago dikutip SINDOnews dari laman Science Alert, Kamis (21/12/2023).
Katak penjaga ini melapisi telurnya dengan senyawa yang menjaganya tetap lembab dan bebas bakteri dan jamur. Spesies katak yang belum pernah dilihat sebelumnya ini memiliki pita gigi kecil di rahang atasnya dan dua taring kecil yang menonjol dari rahang bawahnya.
Katak biasanya hanya memiliki gigi di rahang atasnya. Spesies baru diberi nama Limnonectes phyllofolia. Phyllofolia berarti 'sarang daun'. “Spesies baru ini berukuran kecil dibandingkan dengan katak bertaring lainnya di pulau tempat ia ditemukan,” kata Frederick.
Katak bertaring tajam lainnya di Sulawesi berukuran raksasa seberat dua pon, namun spesies baru ini hanya berbobot sekitar dua gram. “Hampir sama dengan berat koin satu sen,” kata Frederick.
Karena katak yang bersarang di daun tidak menggunakan saluran air untuk berkembang biak, mereka tidak memerlukan taring besar untuk bersaing mendapatkan tempat bertelur terbaik di arus sungai yang padat. Hal ini bisa menjelaskan ukuran taring mereka yang kecil dibandingkan dengan katak lain di pulau itu.
Para peneliti sebelumnya menemukan bahwa taring katak telah berevolusi secara independen setidaknya empat kali di semua spesies katak. Mempelajari perilaku dan pola makan spesies ini, taring katak yang berevolusi sebagai respons terhadap seleksi seksual tampaknya relatif lebih besar dibandingkan dengan taring katak yang berevolusi sebagai respons terhadap tekanan lingkungan lainnya.
Katak bertaring telah ditemukan di Kamboja, Vietnam, Afrika Barat, dan Amerika Selatan. Para ilmuwan juga menemukan berudu bertaring dari katak terbang vampir (Rhacophorus vampyrus) di hutan hijau di Vietnam selatan.
(wib)