Temuan Terbaru, Planet Merkurius Ternyata Penuh Berlian
loading...
A
A
A
JAKARTA - Planet terdekat dari Bumi, Merkurius diduga terdiri dari lapisan berlian setebal 14,5 kilometer di bawah permukaannya.
Permata termahal ini hampir pasti tidak dapat ditambang untuk dijadikan perhiasan, tetapi dapat membantu memecahkan beberapa misteri terbesar planet ini.
Live Science melansir Kamis (18/7/2024) berdasarkan temuan yang diterbitkan di jurnal Natural Communications pada 14 Juni lalu ini berpotensi memecahkan misteri tentang komposisi dan medan magnet planet.
Merkurius selama ini dikenal penuh dengan misteri, salah satunya tentang keberadaan medan magnet. Meskipun jauh lebih lemah daripada Bumi, medan magnet ini tidak terduga karena planet ini kecil dan tampaknya tidak aktif secara geologis. Merkurius juga memiliki bercak-bercak permukaan yang sangat gelap yang diidentifikasi oleh misi Messenger NASA sebagai grafit, salah satu bentuk karbon.
Karbon inilah yang membangkitkan rasa ingin tahu Yanhao Lin, seorang ilmuwan staf di Pusat Penelitian Lanjutan Ilmu dan Teknologi Tekanan Tinggi di Beijing. "Kandungan karbon Merkurius yang sangat tinggi membuat saya menyadari bahwa sesuatu yang istimewa mungkin terjadi di dalam interiornya," katanya dalam sebuah pernyataan.
Meskipun Merkurius memiliki keanehan, para ilmuwan menduga unsurnya mungkin terbentuk seperti planet terestrial lain. Salah satunya dari proses pendinginan samudra magma yang panas.
Dalam kasus Merkurius, samudra ini kemungkinan kaya akan karbon dan silikat. Pertama, logam menggumpal di dalamnya, membentuk inti pusat, sementara magma yang tersisa mengkristal menjadi mantel tengah dan kerak luar planet.
Selama bertahun-tahun, para peneliti berpikir suhu dan tekanan mantel cukup tinggi untuk karbon membentuk grafit, yang lebih ringan daripada mantel dan mengapung ke permukaan. Namun, sebuah studi pada 2019 menunjukkan mantel Merkurius mungkin berada 50 kilometer lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini secara signifikan meningkatkan tekanan dan suhu di batas antara inti dan mantel, menciptakan kondisi karbon dapat mengkristal menjadi berlian.
Untuk menyelidiki kemungkinan ini, tim peneliti Belgia dan China, termasuk Lin, mencampur cairan senyawa kimia yang mencakup besi, silika, dan karbon. Campuran ini memiliki komposisi mirip dengan jenis meteorit tertentu, dianggap meniru samudra magma Merkurius.
Para peneliti juga menambahkan berbagai jumlah besi sulfida. Mereka menduga samudra magma mengandung banyak sulfur, seperti halnya permukaan Merkurius saat ini yang juga kaya akan sulfur.
Menggunakan alat penekan anvil ganda, tim tersebut memberi tekanan pada campuran kimia hingga 7 gigapascal — kira-kira 70.000 kali tekanan atmosfer Bumi di permukaan laut — dan suhu hingga 1.970 derajat Celsiu). Kondisi ekstrem ini menyimulasikan kondisi yang dalam di dalam Merkurius.
Selain itu, para peneliti menggunakan model komputer untuk mendapatkan pengukuran yang lebih tepat mengenai tekanan dan suhu di batas inti-mantel Merkurius, serta menyimulasikan kondisi fisik di mana grafit atau berlian akan stabil. Menurut Lin, model komputer semacam itu menginformasikan struktur fundamental interior planet.
Eksperimen menunjukkan bahwa mineral seperti olivin kemungkinan terbentuk di mantel — sebuah temuan yang konsisten dengan studi sebelumnya. Namun, tim juga menemukan bahwa menambahkan sulfur ke dalam campuran kimia menyebabkan campuran tersebut hanya mengeras pada suhu yang jauh lebih tinggi.
Kondisi semacam itu lebih mendukung pembentukan berlian. Memang, simulasi komputer tim menunjukkan kondisi yang telah direvisi sehingga berlian mungkin mengkristal saat inti dalam Merkurius mengeras.
Kondisi berlian yang kurang padat daripada inti membuatnya mengapung ke batas inti mantel. Perhitungan juga menunjukkan bahwa jika berlian ada, mereka membentuk lapisan dengan ketebalan rata-rata sekitar 15 kilometer.
Menambang permata ini tidaklah mungkin dilakukan. Selain suhu ekstrem di planet ini, berlian tersebut berada terlalu dalam — sekitar 485 kilometer di bawah permukaan — untuk diekstraksi.
Keberadaan batu permata ini penting karena mungkin memengaruhi medan magnet Merkurius. Berlian mungkin membantu mentransfer panas antara inti dan mantel yang akan menciptakan perbedaan suhu dan menyebabkan besi cair berputar, sehingga menciptakan medan magnet.
Hasil ini juga dapat membantu menjelaskan bagaimana eksoplanet yang kaya karbon berevolusi. "Proses yang menyebabkan terbentuknya lapisan berlian di Merkurius mungkin juga terjadi di planet lain, berpotensi meninggalkan tanda yang serupa," kata Lin.
Petunjuk lebih lanjut mungkin datang dari BepiColombo, sebuah misi gabungan antara Badan Antariksa Eropa dan Badan Eksplorasi Antariksa Jepang. Diluncurkan pada 2018, pesawat ruang angkasa ini dijadwalkan mulai mengorbit Merkurius pada 2025.
Lihat Juga: Reza Artamevia Ternyata Laporkan IM Duluan ke Polisi Kasus Penipuan Berlian Rp18,5 Miliar
Permata termahal ini hampir pasti tidak dapat ditambang untuk dijadikan perhiasan, tetapi dapat membantu memecahkan beberapa misteri terbesar planet ini.
Live Science melansir Kamis (18/7/2024) berdasarkan temuan yang diterbitkan di jurnal Natural Communications pada 14 Juni lalu ini berpotensi memecahkan misteri tentang komposisi dan medan magnet planet.
Merkurius selama ini dikenal penuh dengan misteri, salah satunya tentang keberadaan medan magnet. Meskipun jauh lebih lemah daripada Bumi, medan magnet ini tidak terduga karena planet ini kecil dan tampaknya tidak aktif secara geologis. Merkurius juga memiliki bercak-bercak permukaan yang sangat gelap yang diidentifikasi oleh misi Messenger NASA sebagai grafit, salah satu bentuk karbon.
Karbon inilah yang membangkitkan rasa ingin tahu Yanhao Lin, seorang ilmuwan staf di Pusat Penelitian Lanjutan Ilmu dan Teknologi Tekanan Tinggi di Beijing. "Kandungan karbon Merkurius yang sangat tinggi membuat saya menyadari bahwa sesuatu yang istimewa mungkin terjadi di dalam interiornya," katanya dalam sebuah pernyataan.
Meskipun Merkurius memiliki keanehan, para ilmuwan menduga unsurnya mungkin terbentuk seperti planet terestrial lain. Salah satunya dari proses pendinginan samudra magma yang panas.
Dalam kasus Merkurius, samudra ini kemungkinan kaya akan karbon dan silikat. Pertama, logam menggumpal di dalamnya, membentuk inti pusat, sementara magma yang tersisa mengkristal menjadi mantel tengah dan kerak luar planet.
Selama bertahun-tahun, para peneliti berpikir suhu dan tekanan mantel cukup tinggi untuk karbon membentuk grafit, yang lebih ringan daripada mantel dan mengapung ke permukaan. Namun, sebuah studi pada 2019 menunjukkan mantel Merkurius mungkin berada 50 kilometer lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini secara signifikan meningkatkan tekanan dan suhu di batas antara inti dan mantel, menciptakan kondisi karbon dapat mengkristal menjadi berlian.
Untuk menyelidiki kemungkinan ini, tim peneliti Belgia dan China, termasuk Lin, mencampur cairan senyawa kimia yang mencakup besi, silika, dan karbon. Campuran ini memiliki komposisi mirip dengan jenis meteorit tertentu, dianggap meniru samudra magma Merkurius.
Para peneliti juga menambahkan berbagai jumlah besi sulfida. Mereka menduga samudra magma mengandung banyak sulfur, seperti halnya permukaan Merkurius saat ini yang juga kaya akan sulfur.
Menggunakan alat penekan anvil ganda, tim tersebut memberi tekanan pada campuran kimia hingga 7 gigapascal — kira-kira 70.000 kali tekanan atmosfer Bumi di permukaan laut — dan suhu hingga 1.970 derajat Celsiu). Kondisi ekstrem ini menyimulasikan kondisi yang dalam di dalam Merkurius.
Selain itu, para peneliti menggunakan model komputer untuk mendapatkan pengukuran yang lebih tepat mengenai tekanan dan suhu di batas inti-mantel Merkurius, serta menyimulasikan kondisi fisik di mana grafit atau berlian akan stabil. Menurut Lin, model komputer semacam itu menginformasikan struktur fundamental interior planet.
Eksperimen menunjukkan bahwa mineral seperti olivin kemungkinan terbentuk di mantel — sebuah temuan yang konsisten dengan studi sebelumnya. Namun, tim juga menemukan bahwa menambahkan sulfur ke dalam campuran kimia menyebabkan campuran tersebut hanya mengeras pada suhu yang jauh lebih tinggi.
Kondisi semacam itu lebih mendukung pembentukan berlian. Memang, simulasi komputer tim menunjukkan kondisi yang telah direvisi sehingga berlian mungkin mengkristal saat inti dalam Merkurius mengeras.
Kondisi berlian yang kurang padat daripada inti membuatnya mengapung ke batas inti mantel. Perhitungan juga menunjukkan bahwa jika berlian ada, mereka membentuk lapisan dengan ketebalan rata-rata sekitar 15 kilometer.
Menambang permata ini tidaklah mungkin dilakukan. Selain suhu ekstrem di planet ini, berlian tersebut berada terlalu dalam — sekitar 485 kilometer di bawah permukaan — untuk diekstraksi.
Keberadaan batu permata ini penting karena mungkin memengaruhi medan magnet Merkurius. Berlian mungkin membantu mentransfer panas antara inti dan mantel yang akan menciptakan perbedaan suhu dan menyebabkan besi cair berputar, sehingga menciptakan medan magnet.
Hasil ini juga dapat membantu menjelaskan bagaimana eksoplanet yang kaya karbon berevolusi. "Proses yang menyebabkan terbentuknya lapisan berlian di Merkurius mungkin juga terjadi di planet lain, berpotensi meninggalkan tanda yang serupa," kata Lin.
Petunjuk lebih lanjut mungkin datang dari BepiColombo, sebuah misi gabungan antara Badan Antariksa Eropa dan Badan Eksplorasi Antariksa Jepang. Diluncurkan pada 2018, pesawat ruang angkasa ini dijadwalkan mulai mengorbit Merkurius pada 2025.
Lihat Juga: Reza Artamevia Ternyata Laporkan IM Duluan ke Polisi Kasus Penipuan Berlian Rp18,5 Miliar
(msf)