Efek Radionuklid yang Terkandung di Indomie pada Tubuh Manusia
loading...
A
A
A
BAGHDAD - Zat berbahaya yang diduga pada terkandungan pada Indomie seperti alergen dan zat radioaktif (radionuklida) menarik perhartian para peneliti. Lalu apakah radionuklid dan berbahaya bagi tubuh manusia.
Hasil uji coba menunjukkan, 13 sampel mi Instan tersebut mengandung radionuklida lebih rendah dari batas yang direkomendasikan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD).
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal dan chanel YouTube Al-Hamidawi, A. A. (2015), rata-rata kandungan radionuklida pada mi instan berkisar antara (0,052) hingga (0,268). Indomie mengandung radionuklida yang berada di nilai tengah, artinya tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu besar.
Misalnya, pada radionuklida 226Ra varian Chicken Flavor asal China memiliki nilai terendah, sedangkan merek Superman dengan varian Vegetables Flavor asal Saudi Arabia tertinggi.
Kemudian, pada 232Th, mi varian Chicken with Onions asal Uni Emirat Arab memiliki radionuklida terendah, sedangkan varian Vegetables Flavor asal Saudi Arabia lagi-lagi menempati posisi tertinggi.
Sementara itu, pada radionuklida 40K, Indomie varian Beef Flavor yang diproduksi di Saudi Arabia memiliki kandungan terendah dan Indomie varian Special Chicken Flavor mengandung nilai maksimal.
Secara umum, radionuklida merupakan isotop radioaktif yang memiliki kemampuan untuk memancarkan radiasi dalam bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik. Dalam konteks makanan, radionuklida berarti isotop radioaktif yang terkandung pada makanan.
Begum (2024) dalam skripsinya menuturkan bahwa radionuklida, yang merupakan inti atom tidak stabil yang mampu memancarkan radiasi, telah hadir di alam sejak bumi terbentu.
Oleh karena itu, keberadaan radionuklida pada makanan merupakan hal yang lumrah.
Radioaktif dapat terakumulasi dalam produk pangan melalui proses alami. Akan tetapi, saat ini, kandungan radionuklida dalam makanan semakin memprihatinkan sebab adanya kontaminasi lingkungan, termasuk saat pengolahan makanan.
Paparan radioaktif berlebihan dan dalam jangka panjang dari konsumsi makanan yang terkontaminasi dapat meningkatkan risiko kanker dan gangguan kesehatan lainnya.
Apalagi, dalam situasi normal, manusia telah terpapar sumber radiasi alami maupun buatan manusia setiap hari, termasuk manusia menghirup dan menelan radionuklida dari udara.
Jika ditambah dengan habit mengonsumsi makanan olahan yang berpotensi mengandung radionuklida, tubuh akan terus-terusan menghimpun radioaktif sehingga berdampak cukup besar.
Sebab, dikutip dari WHO, yodium radioaktif baru akan mengurangi setengah radioaktivitasnya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni 8 hari. Kandungan tersebut berhenti menjadi radioaktif (meluruh) setidaknya butuh waktu beberapa minggu.
Hasil uji coba menunjukkan, 13 sampel mi Instan tersebut mengandung radionuklida lebih rendah dari batas yang direkomendasikan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD).
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal dan chanel YouTube Al-Hamidawi, A. A. (2015), rata-rata kandungan radionuklida pada mi instan berkisar antara (0,052) hingga (0,268). Indomie mengandung radionuklida yang berada di nilai tengah, artinya tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu besar.
Misalnya, pada radionuklida 226Ra varian Chicken Flavor asal China memiliki nilai terendah, sedangkan merek Superman dengan varian Vegetables Flavor asal Saudi Arabia tertinggi.
Kemudian, pada 232Th, mi varian Chicken with Onions asal Uni Emirat Arab memiliki radionuklida terendah, sedangkan varian Vegetables Flavor asal Saudi Arabia lagi-lagi menempati posisi tertinggi.
Sementara itu, pada radionuklida 40K, Indomie varian Beef Flavor yang diproduksi di Saudi Arabia memiliki kandungan terendah dan Indomie varian Special Chicken Flavor mengandung nilai maksimal.
Secara umum, radionuklida merupakan isotop radioaktif yang memiliki kemampuan untuk memancarkan radiasi dalam bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik. Dalam konteks makanan, radionuklida berarti isotop radioaktif yang terkandung pada makanan.
Begum (2024) dalam skripsinya menuturkan bahwa radionuklida, yang merupakan inti atom tidak stabil yang mampu memancarkan radiasi, telah hadir di alam sejak bumi terbentu.
Oleh karena itu, keberadaan radionuklida pada makanan merupakan hal yang lumrah.
Radioaktif dapat terakumulasi dalam produk pangan melalui proses alami. Akan tetapi, saat ini, kandungan radionuklida dalam makanan semakin memprihatinkan sebab adanya kontaminasi lingkungan, termasuk saat pengolahan makanan.
Paparan radioaktif berlebihan dan dalam jangka panjang dari konsumsi makanan yang terkontaminasi dapat meningkatkan risiko kanker dan gangguan kesehatan lainnya.
Apalagi, dalam situasi normal, manusia telah terpapar sumber radiasi alami maupun buatan manusia setiap hari, termasuk manusia menghirup dan menelan radionuklida dari udara.
Jika ditambah dengan habit mengonsumsi makanan olahan yang berpotensi mengandung radionuklida, tubuh akan terus-terusan menghimpun radioaktif sehingga berdampak cukup besar.
Sebab, dikutip dari WHO, yodium radioaktif baru akan mengurangi setengah radioaktivitasnya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni 8 hari. Kandungan tersebut berhenti menjadi radioaktif (meluruh) setidaknya butuh waktu beberapa minggu.
(wbs)