Karena Perubahan Iklim, Mikroba Mematikan Terlepas ke Alam Bebas
loading...
A
A
A
BALTIMORE - Sebuah superbug rumah sakit yang mematikan telah ditemukan di pantai pulau terpencil, menandai pertama kalinya para peneliti melihat organisme anti-obat ini di alam bebas.
Temuan yang dipublikasikan Selasa (16 Maret) di jurnal mBio, dapat memberikan petunjuk tentang asal usul superbug ini -Candida auris- yang secara misterius muncul di rumah sakit di seluruh dunia sekitar satu dekade lalu.
"Ini adalah misteri medis, dari mana asalnya," kata dr Arturo Casadevall, ketua Departemen Mikrobiologi Molekuler dan Imunologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg di Baltimore, penulis editorial yang menyertai penelitian tersebut.
"Penemuan baru ini adalah bagian yang sangat penting dari teka-teki," imbuh Casadevall kepada Live Science.
C. auris merupakan jamur yang pertama kali ditemukan pada tahun 2009 pada seorang penderita di Jepang. Tampaknya dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, muncul di tiga benua berbeda dalam waktu yang bersamaan. Mikroba dapat menyebabkan infeksi aliran darah yang serius, terutama pada pasien yang membutuhkan kateter, selang makanan atau selang pernapasan, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Infeksi bisa sulit diobati karena mikroba sering resisten terhadap beberapa obat antijamur. Bahkan juga dapat bertahan di permukaan lingkungan. "Ketika masuk ke rumah sakit, itu mimpi buruk untuk pengendalian infeksi," tambah Casadevall.
Pada 2019, CDC menyatakan C. auris sebagai "ancaman mendesak" bagi kesehatan masyarakat. Meskipun spesies terkait telah terdeteksi di tumbuhan dan lingkungan perairan, C. auris belum ditemukan di lingkungan alami.
Casadevall dan rekannya berhipotesis bahwa peningkatan suhu akibat perubahan iklim mungkin telah menyebabkan C. auris beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi di alam bebas, dan dengan demikian memungkinkan jamur untuk melompat ke manusia, yang suhu tubuh normalnya biasanya terlalu panas untuk sebagian besar jamur untuk bertahan hidup.
Terinspirasi oleh hipotesis ini, penulis utama studi Dr Anuradha Chowdhary, ahli mikologi medis di Universitas Delhi, India, dan rekannya menganalisis sampel tanah dan air yang dikumpulkan dari delapan lokasi di sekitar Kepulauan Andaman, kepulauan tropis terpencil antara India dan Myanmar.
Para peneliti mengisolasi C. auris dari dua lokasi lahan basah rawa asin yang hampir tidak pernah dikunjungi orang. Serta pantai dengan lebih banyak aktivitas manusia.
Temuan yang dipublikasikan Selasa (16 Maret) di jurnal mBio, dapat memberikan petunjuk tentang asal usul superbug ini -Candida auris- yang secara misterius muncul di rumah sakit di seluruh dunia sekitar satu dekade lalu.
"Ini adalah misteri medis, dari mana asalnya," kata dr Arturo Casadevall, ketua Departemen Mikrobiologi Molekuler dan Imunologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg di Baltimore, penulis editorial yang menyertai penelitian tersebut.
"Penemuan baru ini adalah bagian yang sangat penting dari teka-teki," imbuh Casadevall kepada Live Science.
C. auris merupakan jamur yang pertama kali ditemukan pada tahun 2009 pada seorang penderita di Jepang. Tampaknya dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, muncul di tiga benua berbeda dalam waktu yang bersamaan. Mikroba dapat menyebabkan infeksi aliran darah yang serius, terutama pada pasien yang membutuhkan kateter, selang makanan atau selang pernapasan, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Infeksi bisa sulit diobati karena mikroba sering resisten terhadap beberapa obat antijamur. Bahkan juga dapat bertahan di permukaan lingkungan. "Ketika masuk ke rumah sakit, itu mimpi buruk untuk pengendalian infeksi," tambah Casadevall.
Pada 2019, CDC menyatakan C. auris sebagai "ancaman mendesak" bagi kesehatan masyarakat. Meskipun spesies terkait telah terdeteksi di tumbuhan dan lingkungan perairan, C. auris belum ditemukan di lingkungan alami.
Casadevall dan rekannya berhipotesis bahwa peningkatan suhu akibat perubahan iklim mungkin telah menyebabkan C. auris beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi di alam bebas, dan dengan demikian memungkinkan jamur untuk melompat ke manusia, yang suhu tubuh normalnya biasanya terlalu panas untuk sebagian besar jamur untuk bertahan hidup.
Terinspirasi oleh hipotesis ini, penulis utama studi Dr Anuradha Chowdhary, ahli mikologi medis di Universitas Delhi, India, dan rekannya menganalisis sampel tanah dan air yang dikumpulkan dari delapan lokasi di sekitar Kepulauan Andaman, kepulauan tropis terpencil antara India dan Myanmar.
Para peneliti mengisolasi C. auris dari dua lokasi lahan basah rawa asin yang hampir tidak pernah dikunjungi orang. Serta pantai dengan lebih banyak aktivitas manusia.