Rumah Sakit Melaporkan Efek Menakutkan COVID-19 Setelah Perawatan di ICU

Jum'at, 24 September 2021 - 07:29 WIB
loading...
Rumah Sakit Melaporkan...
Penyelidikan awal menunjukkan delirium terjadi pada 80 persen pasien ICU yang mungkin akibat hilangnya oksigen ke otak atau peradangan yang meluas. Foto/dok
A A A
MICHIGAN - Pasien COVID-19 yang telah menjalani perawatan intensif sangat mungkin mengalami delirium persisten yang tidak biasa. Penyelidikan awal menunjukkan delirium terjadi pada 80 persen pasien ICU yang mungkin disebabkan karena hilangnya oksigen ke otak atau peradangan yang meluas.

Dilansir Science Alert, Kamis (23/9/2021), delirium adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan pikiran bingung dan penurunan kesadaran akan lingkungan.

Analisis terbaru pasien COVID-19 yang sakit kritis di satu rumah sakit di Michigan mengalami delirium. Gejala ini mungkin dapat memperlambat pemulihan pasien jika tidak ditangani segera.



Menggunakan catatan medis dan survei pemulangan dari 148 pasien yang dirawat di ICU antara Maret dan Mei 2020, para peneliti telah menemukan lebih dari 70 persen pasien mengalami gangguan berkepanjangan dalam kemampuan mental mereka.

"Hasil ini sejalan dengan data sebelumnya yang menunjukkan tingginya insiden delirium pada pasien yang sakit kritis dengan COVID-19 ," para penulis menyimpulkan.

Selain itu, durasi rata-rata delirium (10 hari) relatif lama dibandingkan dengan populasi sakit kritis lainnya. Belum jelas apakah gangguan parah ini adalah akibat dari virus SARS-CoV-2 itu sendiri, yang tampaknya menyebabkan sejumlah gejala neurologis.



"Secara keseluruhan, penelitian ini menyoroti alasan lain mengapa vaksinasi sangat penting untuk mencegah penyakit semakin parah," kata ahli anestesi Phillip Vlisides dari Michigan Medicine.

Dalam studi baru di Michigan, misalnya, pasien yang mengalami delirium lebih lama tinggal di rumah sakit dan ICU. Mereka juga menghabiskan lebih banyak waktu dengan mengandalkan ventilasi mekanis.

"Cara kreatif apa pun yang dapat kita terapkan dalam protokol pencegahan delirium kemungkinan akan sangat membantu," kata Vlisides.

“Itu termasuk komunikasi yang konsisten dengan anggota keluarga, membawa gambar dan benda dari rumah, dan kunjungan video jika keluarga tidak dapat berkunjung dengan aman,” katanya.



Penelitian di Michigan menemukan pasien wanita lebih mungkin untuk jatuh dalam kelompok delirium. Studi awal lainnya menunjukkan pasien pria di ICU lebih rentan terhadap gangguan kognitif.

Jika ternyata delirium benar-benar merupakan pengalaman umum bagi mereka dengan COVID-19 yang parah, kita perlu start untuk mengenali dan mengobati gejalanya sedini mungkin. Jika tidak, akan jauh lebih sulit bagi pasien COVID-19 yang sakit parah untuk bangkit kembali.
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2831 seconds (0.1#10.140)