Kecanggihan Mitsubishi di Tampomas II Jadi Neraka di Laut Jawa
loading...
A
A
A
Kapal rusak, minggu malam 25 Januari 1981 pukul 20.00 WITA karena kebocoran bahan bakar. Api menyambar dan kru mesin mati-matian memadamkannya dengan alat pemadam portabel.
Usaha pemadaman menemui jalan buntu saat air untuk memadamkan api tak bisa disemprotkan karena generator mati. Api menjalar ke ruang tempat disimpannya mobil dan sepeda motor yang berbahan bakar.
Kapten Abdul Rivai, sang nahkoda, mencoba mendamparkan kapalnya ke pulau terdekat. Namun gagal karena baling-balingnya tak bisa berputar.
Radio mati dan pesan ke kapal lain atau syahbandar pelabuhan tak bisa dikirim. Isyarat cahaya yang dilontarkan ke udara juga tak menyala.
Evakuasi penumpang berjalan kacau. Ada awak kapal yang menurunkan sekoci untuk dirinya sendiri. Munculnya matahari pada 26 Januari 1981 menerangi lautan di sekitar Tampomas. Datangnya hujan deras pagi itu, membuat kapal makin dipenuhi air.
Kapal Motor Sangihe, di bawah komando nakhoda kapal Kapten Agus K. Sumirat, adalah yang pertama kali tiba. Mualim J. Bilalu dari KM Sangihe melihat kepulan asap yang semula dikiranya datang dari sumur minyak lepas pantai Pertamina.
Markonis KM Sangihe, Abubakar, kemudian mengirim pesan telegraf pada pukul 08.15 terkait nasib Tampomas II. KM Ilmamui menyusul untuk melakukan pertolongan dan tiba pada pukul 21.00. Disusul empat jam kemudian oleh kapal tangker Istana VI dan kapal-kapal lain, yaitu kapal Adhiguna Karunia dan KM Sengata milik PT. Porodisa Lines.
Ruang mesin Tampomas II akhirnya meledak pada pagi 27 Januari esoknya. Kapal pun makin dipenuhi oleh air laut. Ruang Propeller dan Ruang Generator turut pula terisi air laut, dan kapal miring 45 derajat.
Akhirnya pada 27 Januari 1981, 40 tahun lalu, Pukul 12.45 WIB atau Pukul 13.45 WITA, Tampomas II tenggelam ke dasar Laut Jawa di sekitar perairan Masalembu.
Kapten Abdul Rivai bersama ratusan penumpang yang ada di kapal tersebut menjadi korban tragedi Tamponas II .
Usaha pemadaman menemui jalan buntu saat air untuk memadamkan api tak bisa disemprotkan karena generator mati. Api menjalar ke ruang tempat disimpannya mobil dan sepeda motor yang berbahan bakar.
Kapten Abdul Rivai, sang nahkoda, mencoba mendamparkan kapalnya ke pulau terdekat. Namun gagal karena baling-balingnya tak bisa berputar.
Radio mati dan pesan ke kapal lain atau syahbandar pelabuhan tak bisa dikirim. Isyarat cahaya yang dilontarkan ke udara juga tak menyala.
Evakuasi penumpang berjalan kacau. Ada awak kapal yang menurunkan sekoci untuk dirinya sendiri. Munculnya matahari pada 26 Januari 1981 menerangi lautan di sekitar Tampomas. Datangnya hujan deras pagi itu, membuat kapal makin dipenuhi air.
Kapal Motor Sangihe, di bawah komando nakhoda kapal Kapten Agus K. Sumirat, adalah yang pertama kali tiba. Mualim J. Bilalu dari KM Sangihe melihat kepulan asap yang semula dikiranya datang dari sumur minyak lepas pantai Pertamina.
Markonis KM Sangihe, Abubakar, kemudian mengirim pesan telegraf pada pukul 08.15 terkait nasib Tampomas II. KM Ilmamui menyusul untuk melakukan pertolongan dan tiba pada pukul 21.00. Disusul empat jam kemudian oleh kapal tangker Istana VI dan kapal-kapal lain, yaitu kapal Adhiguna Karunia dan KM Sengata milik PT. Porodisa Lines.
Ruang mesin Tampomas II akhirnya meledak pada pagi 27 Januari esoknya. Kapal pun makin dipenuhi oleh air laut. Ruang Propeller dan Ruang Generator turut pula terisi air laut, dan kapal miring 45 derajat.
Akhirnya pada 27 Januari 1981, 40 tahun lalu, Pukul 12.45 WIB atau Pukul 13.45 WITA, Tampomas II tenggelam ke dasar Laut Jawa di sekitar perairan Masalembu.
Kapten Abdul Rivai bersama ratusan penumpang yang ada di kapal tersebut menjadi korban tragedi Tamponas II .