Profil Profesor Sedyatmo, Penemu Pondasi Cakar Ayam dari Indonesia yang Mendunia
loading...
A
A
A
Lahirnya ide kreatif teknik cakar ayam berawal dari kesulitan tenaga pelaksana konstruksi menghadapi tanah lunak. Hal tersebut juga dialami Sedyatmo pada tahun 1962, saat menjadi pejabat di PLN dan ditugaskan memimpin proyek pembangunan 7 menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa di kawasan Ancol, Jakarta.
Keberadaaan menara-menara listrik tersebut sangat diperlukan sebagai sarana penyaluran aliran listrik dari pusat tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olah Raga Senayan yang saat itu akan dijadikan tempat penyelenggaraan pesta olah raga Asian Games tahun 1962. Dalam situasi genting tersebutlah Sedyatmo melahirkan ide pondasi sebagai cakar ayam.
Keunggulan sistem ini dapat diterapkan dalam kondisi alam yang sulit dengan sistem pengerjaan yang sederhana, cepat, padat karya, dan murah. Ini membuktikan bahwa dalam melahirkan karya-karya inovatif Sedyatmo senantiasa mengedepankan intuisi dan pengamatan yang cermat pada alam sekitar.
Pada tahun 1978 sistem pondasi cakar ayam Sedyatmo digunakan dalam pembuatan Apron Pelabuhan Udara Angkatan Laut Juanda, Surabaya dan landasan bandara Polonia, Medan. Karena kemampuannya menahan beban pada kawasan pantai dan rawa-rawa, kontruksi Cakar Ayam dapat digunakan pada landasan pacu, Taxy way dan Apron di Bandar udara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Sampai saat ini penemuan Sedyatmo itu banyak di terapkan di sejumlah Bendungan, Jembatan, Gedung bertingkat, jalan tol, dan menara. Sedyatmo juga punya peran besar dalam pembangunan Bendungan Karangkates, Jawa Timur, dan Pompa air Hidrolik di Bendungan Jatiluhur.
Dia pun masih punya impian yang belum sempat terwujud, yaitu membangun Jembatan Bahari Ontoseno, yang diungkapan pada tahun 1969. Jembatan ini akan menghubungkan pulau Sumatera, Jawa dan Bali dengan sistem pondasi “cakar laut” yaitu pondasi dari logam anticorodal, cakar ayam yang berisikan air laut.
Keberadaaan menara-menara listrik tersebut sangat diperlukan sebagai sarana penyaluran aliran listrik dari pusat tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olah Raga Senayan yang saat itu akan dijadikan tempat penyelenggaraan pesta olah raga Asian Games tahun 1962. Dalam situasi genting tersebutlah Sedyatmo melahirkan ide pondasi sebagai cakar ayam.
Keunggulan sistem ini dapat diterapkan dalam kondisi alam yang sulit dengan sistem pengerjaan yang sederhana, cepat, padat karya, dan murah. Ini membuktikan bahwa dalam melahirkan karya-karya inovatif Sedyatmo senantiasa mengedepankan intuisi dan pengamatan yang cermat pada alam sekitar.
Pada tahun 1978 sistem pondasi cakar ayam Sedyatmo digunakan dalam pembuatan Apron Pelabuhan Udara Angkatan Laut Juanda, Surabaya dan landasan bandara Polonia, Medan. Karena kemampuannya menahan beban pada kawasan pantai dan rawa-rawa, kontruksi Cakar Ayam dapat digunakan pada landasan pacu, Taxy way dan Apron di Bandar udara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Sampai saat ini penemuan Sedyatmo itu banyak di terapkan di sejumlah Bendungan, Jembatan, Gedung bertingkat, jalan tol, dan menara. Sedyatmo juga punya peran besar dalam pembangunan Bendungan Karangkates, Jawa Timur, dan Pompa air Hidrolik di Bendungan Jatiluhur.
Dia pun masih punya impian yang belum sempat terwujud, yaitu membangun Jembatan Bahari Ontoseno, yang diungkapan pada tahun 1969. Jembatan ini akan menghubungkan pulau Sumatera, Jawa dan Bali dengan sistem pondasi “cakar laut” yaitu pondasi dari logam anticorodal, cakar ayam yang berisikan air laut.
(wib)