RECOFTC Bantu Petani Kopi Kompetitif dengan Tetap Menjaga Hutan
loading...
A
A
A
Kopi membuat kualitas hidup petani dan hutan Bantaeng semakin baik. RECOFTC membantu meningkatkan kapasitas petani dengan pengetahuan dan praktik pertanian berkelanjutan dan kewirausahaan. Hutan terjaga, produksi kopi berkualitas, dan petani sejahtera.
Hidup Marni jadi lebih mudah sejak bertani kopi kurang lebih 15 tahun lalu. Petani dari desa Pabumbungan, Kecamatan Eremarasa, Kabupaten Banteng ini beralih dari menanam jagung menjadi petani kopi. Ia mengelola 2 hektar lahan yang ditanami kopi arabika yang perawatannya lebih mudah sehingga memberikan penghasilan/pendapatan yang lebih tinggi dibanding jagung.
“Saya harus ke kebun setiap hari waktu masih menanam jagung. Begitu beralih menanam kopi, saya bisa ke kebun seminggu sekali, dan harganya tiga kali lipat jagung. Saya hidup lebih baik, menyekolahkan anak sampai membangun rumah berkat kopi,” kata Marni yang sepanjang 2021 menghasilkan 130 liter biji kopi dari kebun yang digarap bersama suaminya.
Kopi merupakan sandaran hidup masyarakat Bantaeng, salah satu penghasil kopi yang utama di Sulawesi Selatan bagian selatan. Praktik pertanian kopi berkelanjutan oleh masyarakat Bantaeng menahan laju deforestasi dan meningkatkan tutupan hutan, sementara pada saat yang sama, kesejahteraan dan keadilan gender di masyarakat sekitar hutan juga semakin membaik.
Kopi Bantaeng ditanam di dataran tinggi, di hutan-hutan di kaki gunung Moncong Lompobatang. Selama satu dekade, RECOFTC bersama petani Bantaeng mengembangkan pertanian berkelanjutan di hutan setempat.
RECOFTC menjadi jantung upaya pemberdayaan masyarakat dan hutan desa. Dengan dukungan RECOFTC, masyarakat mendapat keleluasaan yang lebih besar dari pemerintah untuk mengelola hutan melalui izin hutan desa sehingga mereka cukup mengandalkan dari hasil hutan untuk bertahan hidup.
“RECOFTC adalah lembaga pelatihan dan pemberdayaan di tingkat Asia Pasifik yang telah beroperasi di 7 negara termasuk Indonesia selama 30 tahun. RECOFTC percaya bahwa hutan dan lanskap dapat tumbuh secara berkelanjutan dan berkeadilan jika masyarakat mendapatkan manfaat dari pengelolaan hutan,” kata Gamma Galudra, Direktur RECOFTC Indonesia.
Pada 2010, RECOFTC berkolaborasi dengan Universitas Hasanuddin dan sejumlah institusi lain untuk menyelenggarakan pelatihan wanatani bagi petani kopi Bantaeng. Di sini petani mulai mengenal cara-cara mengolah lahan secara berkelanjutan yang mendorong perbaikan bentang alam, sekaligus meningkatkan pendapatan.
Berbekal pengetahuan baru tentang wanatani dan kewirausahaan, petani kopi di Bantaeng kini mengubah cara mereka berinteraksi dengan 700 hektar lahan tempat mereka bekerja dan dengan hutan di sekitarnya. Mereka mempelajari diversifikasi tanaman agar lebih tahan menghadapi ancaman banjir dan kekeringan.
Angka perubahan tutupan hutan menjadi monokultur pun berkurang karena masyarakat merasa cukup mengandalkan hasil hutan dari wilayah yang dikelolanya dan tidak berusaha membuka hutan untuk lahan baru. Wanatani (atau sistem agroforestri) membuat masyarakat tidak mengusik hutan. Pada saat yang sama, kemampuan warga untuk mengelola hutan kopi pun berkembang, kualitas yang dihasilkan juga makin baik.
Bantaeng memiliki hutan produksi terbatas 1.262 Hektar dan hutan lindung 2.773 hektar. Dengan dukungan RECOFTC dan Universitas Hasanuddin, petani kopi Bantaeng mendapatkan izin pengelolaan lahan hutan selama 35 tahun. Berawal dari tiga desa, kini Bantaeng menjadi salah satu referensi dan pusat studi mengenai hutan desa.
“Bantaeng merupakan kabupaten pertama di Sulawesi Selatan bagian selatan yang memiliki izin pengelolaan lahan hutan. Dulu kami hanya menanam kopi Robusta, tapi begitu ada izin ini kami bisa menghasilkan kopi Arabika yang harga jualnya lebih tinggi,” kata Hasri, ketua Koperasi Akar Tani yang memasarkan kopi petani Bantaeng. “Saat ini perbandingan produksi Robusta - Arabika di Bantaeng sekitar 50 - 50,” lanjutnya.
Selain praktik wanatani, RECOFTC juga memfasilitasi sejumlah program kewirausahaan dan pelatihan untuk pengembangan pemasaran dan branding kopi spesial, peningkatan pengembangan bisnis dan praktik manajemen keuangan, dan pelatihan petani tentang agroforestri yang berkelanjutan.
“RECOFTC mendukung masyarakat Bantaeng melalui program kewirausahaan Koperasi Akar Tani, melalui beragam pelatihan dan pendampingan masyarakat petani kopi hutan. Diharapkan masyarakat Bantaeng bukan hanya mampu mengembangkan sumber penghidupan mereka dari kopi saja, namun juga mampu mencegah deforestasi dan bencana, dan mengembangkan pula keadilan gender,” lanjut Gamma.
Baca Juga
Hidup Marni jadi lebih mudah sejak bertani kopi kurang lebih 15 tahun lalu. Petani dari desa Pabumbungan, Kecamatan Eremarasa, Kabupaten Banteng ini beralih dari menanam jagung menjadi petani kopi. Ia mengelola 2 hektar lahan yang ditanami kopi arabika yang perawatannya lebih mudah sehingga memberikan penghasilan/pendapatan yang lebih tinggi dibanding jagung.
“Saya harus ke kebun setiap hari waktu masih menanam jagung. Begitu beralih menanam kopi, saya bisa ke kebun seminggu sekali, dan harganya tiga kali lipat jagung. Saya hidup lebih baik, menyekolahkan anak sampai membangun rumah berkat kopi,” kata Marni yang sepanjang 2021 menghasilkan 130 liter biji kopi dari kebun yang digarap bersama suaminya.
Kopi merupakan sandaran hidup masyarakat Bantaeng, salah satu penghasil kopi yang utama di Sulawesi Selatan bagian selatan. Praktik pertanian kopi berkelanjutan oleh masyarakat Bantaeng menahan laju deforestasi dan meningkatkan tutupan hutan, sementara pada saat yang sama, kesejahteraan dan keadilan gender di masyarakat sekitar hutan juga semakin membaik.
Kopi Bantaeng ditanam di dataran tinggi, di hutan-hutan di kaki gunung Moncong Lompobatang. Selama satu dekade, RECOFTC bersama petani Bantaeng mengembangkan pertanian berkelanjutan di hutan setempat.
RECOFTC menjadi jantung upaya pemberdayaan masyarakat dan hutan desa. Dengan dukungan RECOFTC, masyarakat mendapat keleluasaan yang lebih besar dari pemerintah untuk mengelola hutan melalui izin hutan desa sehingga mereka cukup mengandalkan dari hasil hutan untuk bertahan hidup.
“RECOFTC adalah lembaga pelatihan dan pemberdayaan di tingkat Asia Pasifik yang telah beroperasi di 7 negara termasuk Indonesia selama 30 tahun. RECOFTC percaya bahwa hutan dan lanskap dapat tumbuh secara berkelanjutan dan berkeadilan jika masyarakat mendapatkan manfaat dari pengelolaan hutan,” kata Gamma Galudra, Direktur RECOFTC Indonesia.
Pada 2010, RECOFTC berkolaborasi dengan Universitas Hasanuddin dan sejumlah institusi lain untuk menyelenggarakan pelatihan wanatani bagi petani kopi Bantaeng. Di sini petani mulai mengenal cara-cara mengolah lahan secara berkelanjutan yang mendorong perbaikan bentang alam, sekaligus meningkatkan pendapatan.
Berbekal pengetahuan baru tentang wanatani dan kewirausahaan, petani kopi di Bantaeng kini mengubah cara mereka berinteraksi dengan 700 hektar lahan tempat mereka bekerja dan dengan hutan di sekitarnya. Mereka mempelajari diversifikasi tanaman agar lebih tahan menghadapi ancaman banjir dan kekeringan.
Angka perubahan tutupan hutan menjadi monokultur pun berkurang karena masyarakat merasa cukup mengandalkan hasil hutan dari wilayah yang dikelolanya dan tidak berusaha membuka hutan untuk lahan baru. Wanatani (atau sistem agroforestri) membuat masyarakat tidak mengusik hutan. Pada saat yang sama, kemampuan warga untuk mengelola hutan kopi pun berkembang, kualitas yang dihasilkan juga makin baik.
Bantaeng memiliki hutan produksi terbatas 1.262 Hektar dan hutan lindung 2.773 hektar. Dengan dukungan RECOFTC dan Universitas Hasanuddin, petani kopi Bantaeng mendapatkan izin pengelolaan lahan hutan selama 35 tahun. Berawal dari tiga desa, kini Bantaeng menjadi salah satu referensi dan pusat studi mengenai hutan desa.
“Bantaeng merupakan kabupaten pertama di Sulawesi Selatan bagian selatan yang memiliki izin pengelolaan lahan hutan. Dulu kami hanya menanam kopi Robusta, tapi begitu ada izin ini kami bisa menghasilkan kopi Arabika yang harga jualnya lebih tinggi,” kata Hasri, ketua Koperasi Akar Tani yang memasarkan kopi petani Bantaeng. “Saat ini perbandingan produksi Robusta - Arabika di Bantaeng sekitar 50 - 50,” lanjutnya.
Selain praktik wanatani, RECOFTC juga memfasilitasi sejumlah program kewirausahaan dan pelatihan untuk pengembangan pemasaran dan branding kopi spesial, peningkatan pengembangan bisnis dan praktik manajemen keuangan, dan pelatihan petani tentang agroforestri yang berkelanjutan.
“RECOFTC mendukung masyarakat Bantaeng melalui program kewirausahaan Koperasi Akar Tani, melalui beragam pelatihan dan pendampingan masyarakat petani kopi hutan. Diharapkan masyarakat Bantaeng bukan hanya mampu mengembangkan sumber penghidupan mereka dari kopi saja, namun juga mampu mencegah deforestasi dan bencana, dan mengembangkan pula keadilan gender,” lanjut Gamma.
(wbs)