Restorasi Lahan Gambut Indonesia Berada di Jalur yang Tepat, Hutan Bakau Masih Macet
Selasa, 01 Februari 2022 - 13:25 WIB
JAKARTA - Indonesia telah mencatat kemajuan dalam program ganda memulihkan lahan gambut tropis dan hutan bakau yang diawasi oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Pemerintah Indonesia menargetkan pemulihan 1,2 juta hektare lahan gambut terdegradasi dan 600.000 hektare hutan bakau terdegradasi pada tahun 2024.
Pada tahun 2021, tahun pertama untuk kedua program itu, BRGM mencatat kemajuan signifikan di lahan gambut, memulihkan 300.000 hektare atau seperempat dari total target. Namun, pada program rehabilitasi mangrove, paling ambisius di dunia, hanya 34.911 hektare atau kurang dari 6% dari total target.
“Masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan hingga 2024, mengingat target kami adalah 600.000 hektare,” kata Satyawan Pudyatmoko, deputi perencanaan dan evaluasi BRGM, dalam acara online baru-baru ini yang dikutip SINDOnews dari laman news.mongabay, Selasa (1/2/2022).
Kedua program tersebut sangat penting dalam upaya Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca; sebagian besar emisi negara ini berasal dari deforestasi dan perubahan penggunaan lahan. Termasuk pembukaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp, serta hutan bakau untuk tambak udang dan ikan.
Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia, menyimpan sekitar 46 miliar ton karbon, dan hutan bakau terluas, yang menyimpan 3,1 miliar ton karbon. Tetapi telah kehilangan kedua lanskap tersebut pada tingkat yang mengkhawatirkan; sebuah laporan tahun 2018 oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) memperkirakan Indonesia telah kehilangan 40% hutan bakau dalam tiga dekade terakhir.
BRGM awalnya menargetkan restorasi mangrove seluas 83.000 hektare pada tahun 2021. Namun akbat “hambatan teknis”, termasuk pengalihan dana untuk penanganan pandemi COVID-19, pemerintah memangkas target menjadi 33.000 hektare, yang baru saja berhasil dilampaui.
Asisten Deputi Perubahan Iklim Menteri Kelautan, Kus Prisetiahadi mengatakan, sulit menemukan kawasan mangrove terdegradasi yang dapat segera direhabilitasi tanpa menimbulkan perlawanan dari masyarakat setempat.
Pada tahun 2021, tahun pertama untuk kedua program itu, BRGM mencatat kemajuan signifikan di lahan gambut, memulihkan 300.000 hektare atau seperempat dari total target. Namun, pada program rehabilitasi mangrove, paling ambisius di dunia, hanya 34.911 hektare atau kurang dari 6% dari total target.
“Masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan hingga 2024, mengingat target kami adalah 600.000 hektare,” kata Satyawan Pudyatmoko, deputi perencanaan dan evaluasi BRGM, dalam acara online baru-baru ini yang dikutip SINDOnews dari laman news.mongabay, Selasa (1/2/2022).
Kedua program tersebut sangat penting dalam upaya Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca; sebagian besar emisi negara ini berasal dari deforestasi dan perubahan penggunaan lahan. Termasuk pembukaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp, serta hutan bakau untuk tambak udang dan ikan.
Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia, menyimpan sekitar 46 miliar ton karbon, dan hutan bakau terluas, yang menyimpan 3,1 miliar ton karbon. Tetapi telah kehilangan kedua lanskap tersebut pada tingkat yang mengkhawatirkan; sebuah laporan tahun 2018 oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) memperkirakan Indonesia telah kehilangan 40% hutan bakau dalam tiga dekade terakhir.
BRGM awalnya menargetkan restorasi mangrove seluas 83.000 hektare pada tahun 2021. Namun akbat “hambatan teknis”, termasuk pengalihan dana untuk penanganan pandemi COVID-19, pemerintah memangkas target menjadi 33.000 hektare, yang baru saja berhasil dilampaui.
Asisten Deputi Perubahan Iklim Menteri Kelautan, Kus Prisetiahadi mengatakan, sulit menemukan kawasan mangrove terdegradasi yang dapat segera direhabilitasi tanpa menimbulkan perlawanan dari masyarakat setempat.
tulis komentar anda