Dokter Temukan Penyebab Kematian Pasien Pertama Cangkok Jantung Babi
Sabtu, 07 Mei 2022 - 15:38 WIB
ANNAPOLIS - Dokter menemukan penyebab kematian David Bennett Sr (57), seorang lelaki pasien pertama transplantasi atau cangkok jantung babi. David Bennett Sr, meninggal pada 8 Maret atau dua bulan setelah menjalani operasi transplantasi jantung babi.
Dr Bartley Griffith, direktur Program Transplantasi Jantung di Pusat Medis Universitas Maryland yang melakukan transplantasi, mengungkapkan bahwa penyebab kematian pasien pertama cangkok jantung babi kemungkinan adalah virus babi. Sebab, DNA dari porcine cytomegalovirus, virus yang menginfeksi babi, terdeteksi pada pasien sebelum kematiannya.
“Kami mulai mempelajari mengapa dia meninggal. Virus mungkin aktornya, atau bisa jadi aktornya, yang memicu semua ini,” kata Griffith dalam webinar pada 20 April 2022 membahas transplantasi seperti dilaporkan MIT Technology Review yang dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Sabtu (7/5/2022).
Menurut The New York Times,dokter telah memeriksa jantung babi untuk beberapa kali dan tidak mendeteksi adanya virus ini. Tetapi tes semacam itu hanya mendeteksi infeksi aktif, bukan infeksi laten di mana virus bersembunyi di dalam tubuh tanpa bereplikasi secara aktif.
Namun, 20 hari setelah transplantasi, tes darah menemukan DNA cytomegalovirus babi tingkat rendah dalam tubuh Bennett. Awalnya, dokter mengira ini bisa jadi kesalahan laboratorium. Namun, 40 hari setelah transplantasi, Bennett menjadi sangat sakit dan tes menunjukkan peningkatan tajam dalam tingkat DNA virus dalam darahnya.
Porcine cytomegalovirus spesifik untuk babi dan diyakini tidak dapat menginfeksi sel manusia. Namun, virus mungkin tiba-tiba bereplikasi di luar kendali di jantung babi, tanpa sistem kekebalan hewan untuk menekan virus. MIT Technology Review melaporkan, mungkin ini yang memicu respons peradangan pada pasien.
“Apakah ini berkontribusi pada kematian pasien? Jawabannya jelas, kami tidak tahu, tapi mungkin berkontribusi pada kesehatannya secara keseluruhan,” ujar Dr Jay Fishman, direktur asosiasi pusat transplantasi di Rumah Sakit Umum Massachusetts.
Jadi perlu tes skrining hewan yang lebih sensitif akan diperlukan untuk mencegah transfer virus semacam itu dalam transplantasi hewan ke manusia di masa depan. Langkah ini mendeteksi keberadaan virus yang bisa berakibat fatal pada pasien.
Dr Bartley Griffith, direktur Program Transplantasi Jantung di Pusat Medis Universitas Maryland yang melakukan transplantasi, mengungkapkan bahwa penyebab kematian pasien pertama cangkok jantung babi kemungkinan adalah virus babi. Sebab, DNA dari porcine cytomegalovirus, virus yang menginfeksi babi, terdeteksi pada pasien sebelum kematiannya.
“Kami mulai mempelajari mengapa dia meninggal. Virus mungkin aktornya, atau bisa jadi aktornya, yang memicu semua ini,” kata Griffith dalam webinar pada 20 April 2022 membahas transplantasi seperti dilaporkan MIT Technology Review yang dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Sabtu (7/5/2022).
Menurut The New York Times,dokter telah memeriksa jantung babi untuk beberapa kali dan tidak mendeteksi adanya virus ini. Tetapi tes semacam itu hanya mendeteksi infeksi aktif, bukan infeksi laten di mana virus bersembunyi di dalam tubuh tanpa bereplikasi secara aktif.
Namun, 20 hari setelah transplantasi, tes darah menemukan DNA cytomegalovirus babi tingkat rendah dalam tubuh Bennett. Awalnya, dokter mengira ini bisa jadi kesalahan laboratorium. Namun, 40 hari setelah transplantasi, Bennett menjadi sangat sakit dan tes menunjukkan peningkatan tajam dalam tingkat DNA virus dalam darahnya.
Porcine cytomegalovirus spesifik untuk babi dan diyakini tidak dapat menginfeksi sel manusia. Namun, virus mungkin tiba-tiba bereplikasi di luar kendali di jantung babi, tanpa sistem kekebalan hewan untuk menekan virus. MIT Technology Review melaporkan, mungkin ini yang memicu respons peradangan pada pasien.
Baca Juga
“Apakah ini berkontribusi pada kematian pasien? Jawabannya jelas, kami tidak tahu, tapi mungkin berkontribusi pada kesehatannya secara keseluruhan,” ujar Dr Jay Fishman, direktur asosiasi pusat transplantasi di Rumah Sakit Umum Massachusetts.
Jadi perlu tes skrining hewan yang lebih sensitif akan diperlukan untuk mencegah transfer virus semacam itu dalam transplantasi hewan ke manusia di masa depan. Langkah ini mendeteksi keberadaan virus yang bisa berakibat fatal pada pasien.
(wib)
tulis komentar anda