Lapisan Es Siberia Mencair, Mikroba Purba yang Membeku 50.000 Tahun Bangkit Kembali
loading...
A
A
A
LONDON - Lapisan es Siberia yang membeku selama 50.000 tahun mulai mencair akibat perubahan iklim dan berpotensi menimbulkan dampak bagi manusia. Sebab, mikroba purba yang ikut membeku akan menyebar ketika lapisan es mencair.
Ahli virologi Jean-Michel Claverie memperingatkan, ketika pemanasan global mencairkan es yang telah membeku puluhan ribu tahun sebelum, maka virus-virus kuno di dalamnya dapat menyebar. Virus-virus tersebut telah ditemukan di wol raksasa, mumi Siberia, serigala prasejarah, dan paru-paru korban Influenza yang terkubur di lapisan es Alaska.
Jika suatu penyakit kuno membunuh Neanderthal, misalnya, maka mayat mereka yang membeku masih bisa menjadi sarang virus menular, Claverie mengatakan es yang mencair bisa membangkitkan virus tersebut. Para ilmuwan telah menyoroti enam patogen beku yang mereka yakini merupakan ancaman terbesar bagi umat manusia.
“Dengan perubahan iklim, kita terbiasa memikirkan bahaya yang datang dari selatan. Sekarang, kami menyadari mungkin ada bahaya yang datang dari wilayah utara seiring dengan mencairnya lapisan es dan melepaskan mikroba, bakteri, dan virus,” kata Claverie mengatakan kepada Bloomberg News dikutip SINDOnews dari laman Daily Mail, Selasa (17/10/2023).
Ancaman penyakit dari mikroba purba yang terkubur di dalam es memang nyata. Gelombang panas di Siberia pada tahun 2016 mengaktifkan spora antraks mematikan yang menewaskan seorang anak dan ribuan rusa kutub.
Tim Claverie sebelumnya telah menghidupkan kembali virus-virus raksasa yang berasal dari 48.000 tahun yang lalu. Dia memperingatkan bahwa mungkin ada lebih banyak lagi virus purba di dalam es, beberapa di antaranya berpotensi menginfeksi manusia.
Tim Claverie selama satu dekade fokus pada virus raksasa yang ditemukan membeku di es. Virus raksasa ini adalah sejenis pandoravirus yang dapat menginfeksi amuba.
Suhu bumi sudah 1,2 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan masa pra-industri, dan para ilmuwan telah memperingatkan bahwa Arktik akan mengalami musim panas tanpa es pada tahun 2030-an. Tim Clarverie pertama kali menghidupkan kembali virus pada tahun 2014, dengan fokus pada alasan keamanan pada virus yang hanya dapat menginfeksi amuba.
Ahli virologi Jean-Michel Claverie memperingatkan, ketika pemanasan global mencairkan es yang telah membeku puluhan ribu tahun sebelum, maka virus-virus kuno di dalamnya dapat menyebar. Virus-virus tersebut telah ditemukan di wol raksasa, mumi Siberia, serigala prasejarah, dan paru-paru korban Influenza yang terkubur di lapisan es Alaska.
Jika suatu penyakit kuno membunuh Neanderthal, misalnya, maka mayat mereka yang membeku masih bisa menjadi sarang virus menular, Claverie mengatakan es yang mencair bisa membangkitkan virus tersebut. Para ilmuwan telah menyoroti enam patogen beku yang mereka yakini merupakan ancaman terbesar bagi umat manusia.
“Dengan perubahan iklim, kita terbiasa memikirkan bahaya yang datang dari selatan. Sekarang, kami menyadari mungkin ada bahaya yang datang dari wilayah utara seiring dengan mencairnya lapisan es dan melepaskan mikroba, bakteri, dan virus,” kata Claverie mengatakan kepada Bloomberg News dikutip SINDOnews dari laman Daily Mail, Selasa (17/10/2023).
Ancaman penyakit dari mikroba purba yang terkubur di dalam es memang nyata. Gelombang panas di Siberia pada tahun 2016 mengaktifkan spora antraks mematikan yang menewaskan seorang anak dan ribuan rusa kutub.
Tim Claverie sebelumnya telah menghidupkan kembali virus-virus raksasa yang berasal dari 48.000 tahun yang lalu. Dia memperingatkan bahwa mungkin ada lebih banyak lagi virus purba di dalam es, beberapa di antaranya berpotensi menginfeksi manusia.
Tim Claverie selama satu dekade fokus pada virus raksasa yang ditemukan membeku di es. Virus raksasa ini adalah sejenis pandoravirus yang dapat menginfeksi amuba.
Suhu bumi sudah 1,2 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan masa pra-industri, dan para ilmuwan telah memperingatkan bahwa Arktik akan mengalami musim panas tanpa es pada tahun 2030-an. Tim Clarverie pertama kali menghidupkan kembali virus pada tahun 2014, dengan fokus pada alasan keamanan pada virus yang hanya dapat menginfeksi amuba.