Misteri Pembuatan Sphinx Agung Belum Terpecahkan, Benarkah Dipahat Angin Gurun?
loading...
A
A
A
KAIRO - Sejarawan sepakat bahwa wajah patung Sphinx Agung diukir oleh tukang batu ketika dibangun 4.500 tahun yang lalu oleh bangsa Mesir kuno. Namun para ilmuwan berteori sejak tahun 1980-an bahwa angin gurun yang memahat secara alami membentuk keseluruhan kontur sphinx.
Sebuah studi baru yang dilakukan oleh Universitas New York menguji teori tersebut dengan membuat patung miniatur mirip singa dari tanah liat menggunakan dinamika fluida. Mereka menemukan bahwa ada kemungkinan bentuk alami batu tersebut menginspirasi orang Mesir untuk menciptakan sphinx.
“Temuan kami menawarkan kemungkinan awal bagaimana formasi mirip Sphinx dapat muncul dari erosi. Percobaan laboratorium kami menunjukkan bahwa bentuk mirip Sphinx ternyata berasal dari material yang terkikis oleh arus deras,” kata Profesor Leif Ristroph dikutip SINDOnews dari laman Daily Mail, Rabu (1/11/2023).
Tim peneliti yang dipimpin Ristroph menggunakan teori yang pernah dikemukakan oleh ahli geologi Farouk El-Baz pada tahun 1981. El-Baz menyatakan bahwa formasi Sphinx pada awalnya berbentuk datar, secara bertahap terkikis oleh angin.
Mantan ilmuwan NASA ini mendalilkan bahwa pembangun piramida mengetahui proses alami ini dan membangun struktur batu runcingnya agar tahan lama, seperti bukit. “Saat ini, piramida Giza berada dalam harmoni yang sempurna dengan lingkungannya yang berangin,” kata El-Baz dalam pernyataannya pada tahun 2011.
Dia menambahkan, seandainya orang-orang zaman dahulu membangun monumen-monumen mereka dalam bentuk kubus, persegi panjang, atau bahkan stadion, monumen-monumen itu pasti sudah lama terhapus oleh kerusakan akibat erosi angin.
Dia juga berteori bahwa yardang, formasi batuan tidak biasa yang ditemukan di gurun akibat debu dan pasir yang tertiup angin, yang secara alami diukir oleh angin mungkin muncul di Dataran Tinggi Giza. Lokasi ini digunakan untuk membangun Sphinx Agung yang megah.
“Para insinyur kuno mungkin telah memilih untuk membentuk kembali kepalanya sesuai dengan gambar raja mereka. Mereka juga memberinya tubuh mirip singa, terinspirasi oleh bentuk yang mereka temui di gurun,” kata El-Baz.
Sebuah studi baru yang dilakukan oleh Universitas New York menguji teori tersebut dengan membuat patung miniatur mirip singa dari tanah liat menggunakan dinamika fluida. Mereka menemukan bahwa ada kemungkinan bentuk alami batu tersebut menginspirasi orang Mesir untuk menciptakan sphinx.
“Temuan kami menawarkan kemungkinan awal bagaimana formasi mirip Sphinx dapat muncul dari erosi. Percobaan laboratorium kami menunjukkan bahwa bentuk mirip Sphinx ternyata berasal dari material yang terkikis oleh arus deras,” kata Profesor Leif Ristroph dikutip SINDOnews dari laman Daily Mail, Rabu (1/11/2023).
Tim peneliti yang dipimpin Ristroph menggunakan teori yang pernah dikemukakan oleh ahli geologi Farouk El-Baz pada tahun 1981. El-Baz menyatakan bahwa formasi Sphinx pada awalnya berbentuk datar, secara bertahap terkikis oleh angin.
Mantan ilmuwan NASA ini mendalilkan bahwa pembangun piramida mengetahui proses alami ini dan membangun struktur batu runcingnya agar tahan lama, seperti bukit. “Saat ini, piramida Giza berada dalam harmoni yang sempurna dengan lingkungannya yang berangin,” kata El-Baz dalam pernyataannya pada tahun 2011.
Dia menambahkan, seandainya orang-orang zaman dahulu membangun monumen-monumen mereka dalam bentuk kubus, persegi panjang, atau bahkan stadion, monumen-monumen itu pasti sudah lama terhapus oleh kerusakan akibat erosi angin.
Dia juga berteori bahwa yardang, formasi batuan tidak biasa yang ditemukan di gurun akibat debu dan pasir yang tertiup angin, yang secara alami diukir oleh angin mungkin muncul di Dataran Tinggi Giza. Lokasi ini digunakan untuk membangun Sphinx Agung yang megah.
“Para insinyur kuno mungkin telah memilih untuk membentuk kembali kepalanya sesuai dengan gambar raja mereka. Mereka juga memberinya tubuh mirip singa, terinspirasi oleh bentuk yang mereka temui di gurun,” kata El-Baz.