Mirip Manusia, Gajah Asia Mengubur Jasad Kawanannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perilaku unik ditunjukkan oleh gajah Asia di dataran Himalaya. Mereka mengubur jasad kawanannya yang mati dan menunjukkan perilaku berkabung. Fakta ini terungkap dalam penelitian terbaru yang diterbitkan di Journal of Threatened Taxa pada 26 Februari.
Smithsonian Magazine melaporkan menemukan lima bangkai anak gajah terkubur telentang di saluran irigasi, dengan bukti yang menunjukkan bahwa beberapa anggota kawanan turut berpartisipasi dalam penguburan tersebut di India. Lokasi penguburan ini ditemukan di pegunungan Himalaya , tepatnya di wilayah Bengal utara. Area ini terdiri dari hutan terfragmentasi, perkebunan teh, lahan pertanian, dan markas militer.
Dilansir dari Interesting Engineering, Kamis (14/3/2024), gajah-gajah ini membawa bangkai menggunakan belalai dan kaki mereka sampai ke tempat penguburan. Di sana, mereka meletakkan bangkai tersebut dengan posisi kaki menghadap ke atas.
Para ilmuwan mengamati perilaku ini melalui observasi lapangan, fotografi digital, catatan lapangan, dan pemeriksaan postmortem sebagaimana yang disebutkan dalam studi tersebut. Mereka bahkan mencatat jalur yang dihindari oleh para gajah.
Melalui metodologi ini, para peneliti mencatat perilaku dan memahami alasan di balik penguburan anak gajah tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa gajah menguburkan kawanan mereka yang mati sebagai respons perilaku terhadap kematian anak gajah tersebut. Diduga gajah menunjukkan perilaku ini untuk menghindari bangkai yang dapat menarik predator, selain untuk mengurangi potensi penyebaran penyakit dari bangkai.
Selain itu, hal ini mungkin juga menjadi cara kawanan gajah untuk berkabung atas kehilangan anggota komunitas mereka. “Gajah adalah makhluk yang berpikir dan tahu apa yang mereka lakukan,” kata Akashdeep Roy, peneliti ekologi di Indian Institute of Science Education and Research, selaku penulis pendamping studi tersebut, kepada National Geographic.
Smithsonian Magazine juga menyoroti bahwa penduduk desa dan pengelola perkebunan teh mendengar gajah-gajah tersebut mengeluarkan suara keras - hingga 30 atau 40 menit - sebelum meninggalkan area penguburan, yang menurut para peneliti dapat menunjukkan bahwa kawanan tersebut sedang berkabung.
Pengamatan ini konsisten dengan hasil penelitian di tahun 2022, yang mengungkapkan bahwa gajah Asia menunjukkan perilaku protektif terhadap anggota kawanan yang mati, mengeluarkan suara dan terlibat dalam perilaku yang menunjukkan dukungan dan penghiburan bersama, mirip dengan reaksi menenangkan.
Faktor lingkungan juga ditekankan dalam studi tersebut. Para peneliti menjelaskan bahwa perubahan ekosistem seperti perusakan hutan dapat memaksa gajah untuk memasuki wilayah manusia.
Akibatnya, gajah menghadapi tantangan baru dan situasi yang tidak diketahui, yang membuat mereka terpaksa untuk beradaptasi dalam perilaku mereka, termasuk respons terhadap kematian di dalam komunitas.
Studi ini bertujuan untuk memahami strategi perimortem (sekitar kematian) dan perilaku postmortem (setelah kematian) Gajah Asia dan menghubungkan perilaku mereka dengan perubahan lingkungan dan perusakan hutan. Namun, Chase LaDue, ahli ekologi terapan di Oklahoma City Zoo and Botanical Garden yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan,"Kita harus berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil ini, terutama karena kehidupan mental dan emosional gajah masih sangat misterius.”
Smithsonian Magazine melaporkan menemukan lima bangkai anak gajah terkubur telentang di saluran irigasi, dengan bukti yang menunjukkan bahwa beberapa anggota kawanan turut berpartisipasi dalam penguburan tersebut di India. Lokasi penguburan ini ditemukan di pegunungan Himalaya , tepatnya di wilayah Bengal utara. Area ini terdiri dari hutan terfragmentasi, perkebunan teh, lahan pertanian, dan markas militer.
Dilansir dari Interesting Engineering, Kamis (14/3/2024), gajah-gajah ini membawa bangkai menggunakan belalai dan kaki mereka sampai ke tempat penguburan. Di sana, mereka meletakkan bangkai tersebut dengan posisi kaki menghadap ke atas.
Para ilmuwan mengamati perilaku ini melalui observasi lapangan, fotografi digital, catatan lapangan, dan pemeriksaan postmortem sebagaimana yang disebutkan dalam studi tersebut. Mereka bahkan mencatat jalur yang dihindari oleh para gajah.
Melalui metodologi ini, para peneliti mencatat perilaku dan memahami alasan di balik penguburan anak gajah tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa gajah menguburkan kawanan mereka yang mati sebagai respons perilaku terhadap kematian anak gajah tersebut. Diduga gajah menunjukkan perilaku ini untuk menghindari bangkai yang dapat menarik predator, selain untuk mengurangi potensi penyebaran penyakit dari bangkai.
Selain itu, hal ini mungkin juga menjadi cara kawanan gajah untuk berkabung atas kehilangan anggota komunitas mereka. “Gajah adalah makhluk yang berpikir dan tahu apa yang mereka lakukan,” kata Akashdeep Roy, peneliti ekologi di Indian Institute of Science Education and Research, selaku penulis pendamping studi tersebut, kepada National Geographic.
Smithsonian Magazine juga menyoroti bahwa penduduk desa dan pengelola perkebunan teh mendengar gajah-gajah tersebut mengeluarkan suara keras - hingga 30 atau 40 menit - sebelum meninggalkan area penguburan, yang menurut para peneliti dapat menunjukkan bahwa kawanan tersebut sedang berkabung.
Pengamatan ini konsisten dengan hasil penelitian di tahun 2022, yang mengungkapkan bahwa gajah Asia menunjukkan perilaku protektif terhadap anggota kawanan yang mati, mengeluarkan suara dan terlibat dalam perilaku yang menunjukkan dukungan dan penghiburan bersama, mirip dengan reaksi menenangkan.
Faktor lingkungan juga ditekankan dalam studi tersebut. Para peneliti menjelaskan bahwa perubahan ekosistem seperti perusakan hutan dapat memaksa gajah untuk memasuki wilayah manusia.
Akibatnya, gajah menghadapi tantangan baru dan situasi yang tidak diketahui, yang membuat mereka terpaksa untuk beradaptasi dalam perilaku mereka, termasuk respons terhadap kematian di dalam komunitas.
Studi ini bertujuan untuk memahami strategi perimortem (sekitar kematian) dan perilaku postmortem (setelah kematian) Gajah Asia dan menghubungkan perilaku mereka dengan perubahan lingkungan dan perusakan hutan. Namun, Chase LaDue, ahli ekologi terapan di Oklahoma City Zoo and Botanical Garden yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan,"Kita harus berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil ini, terutama karena kehidupan mental dan emosional gajah masih sangat misterius.”
(msf)